Mohon tunggu...
Rholand Muary
Rholand Muary Mohon Tunggu... -

Anak Muda - Out of The Box, Mahasiswa Pasca Sarjana Sosiologi Universitas Sumatera Utara (USU), Medan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gafatar: Di antara "Sesat" dan "Mimpi" Membangun Negeri

2 Maret 2016   01:06 Diperbarui: 2 Maret 2016   01:26 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mimpi Membangun Negeri

Ormas Gafatar mempunyai cita cita membangun negeri Indonesia yakni membangun tatanan masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan yang maha esa dengan cara pembinaan mental spiritual, merangkul semua elemen, bekerja sama dengan berbagai pihak, aksi-aksi sosial dan peningkatan ilmu dan intelektual di tengah masyarakat dan menanamkan spirit kebangsaan yang sanggup berkorban harta dan jiwa untuk membangun bangsa dan tanah air berdasarkan semangat pancasila

Namun kasus Gafatar kian mengubur mimpi mereka untuk membangun negeri, tidak hanya diisukan sesat, bahwa eks Gafatar juga disebut-sebut negera berencana membangun negara sendiri di tanah Kalimantan melalui program kemandirian dan kedaulatan pangan. Program kedaulatan dianggap penting bagi mereka karena pertanian menjadi tulang punggung kehidupan masyarakat banyak.

Sosiolog Amerika, Robert N Bellah dengan gagasan Civil Religion di Amerika, dimaknai sebagai bentuk integrasi sosial yang luas dalam sebuah sistem keagamaan sebagai identitas dan solidaritas nasional dari agama. Pancasila sebagai dasar negera disebut juga sebagai civil religionnya Indonesia karena pemahaman tentang Tuhan yang esa terintegrasi dengan semangat membangun moral individu, bangsa dan negera.

Pancasila sebagai benteng sekaligus filter untuk menolak paham yang dapat merusak eksistensi negera Indonesia seperti, radikalisme, ekstremisme, fundamentalis dan kelompok-kelompok intoleran yang dapat menganggu sistem berbangsa dan bernegara. Dalam kasus Gafatar sebenarnya, negera harus memberikan intervensi positif dalam upaya gafatar menterjemahkan semangat dan nilai-nilai pancasila itu sendiri.

Dalam berbagai kesempatan, Eks Gafatar selalui meminta ijin kepada negera agar mereka diberikan kesempatan membangun negeri ini, jalan terakhir yang dilakukan adalah program hijrah ke Mempawah Kalbar dengan membangun program kedaulatan pangan. Mayoritas eks gafatar yang eksodus umumnya berasal dari Jawa.

Mereka terkesan tidak lagi diterima di lingkungannya dan rela menjual harta yang dimiliki demi sebuah mimpi meningkatkan derajat mereka dan membangun negeri, hal ini juga tidak terlepas dari kondisi pembangunan yang cenderung industrialis, sulitnya lapangan kerja, dan lahan pertanian yang semakin sempit. Akibat kasus ini, sebagian anggota eks Gafatar yang sudah empat bulan menetap disana dan nyaris panen dari hasil pertanian mereka, harus rela pulang dan dikembalikan ke daerah asalnya, padahal ribuan eks Gafatar sudah merasa nyaman dan membeli aset untuk melanjutkan kehidupan mereka disana.

Mantan anggota Gafatar memiliki hubungan satu dengan yang lainnya, tak heran hubungan ini pun dimaknai sebagai konsep Post –Develompment, yang dimaknai mengurangi ketergantungan dan campur tangan dari pemerintah, dan mereka belajar secara mandiri dari sistem ekonomi, budaya dan politik yang saat ini dinilai jauh dari semangat Pancasila.

Dalam kasus Gafatar Negara tidak hanya hadir namun juga berlaku adil kepada mantan anggota Gafatar, mereka bukanlah teroris yang harus diwaspadai dan dipantau setiap pergerakannya, mereka adalah anak bangsa yang memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk membangun negeri Indonesia yang berketuhanan maha esa, adil dan bermartabat sesuai Pancasila, meskipun pada dimensi keyakinan dan spiritual mereka memilih “jalan yang sunyi” yang barangkali tidak dapat diterima olah masyarakat banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun