Hiruk pikuk politik pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 menjadikan atmoser kehidupan sosial masyarakat menjadi panas, tidak hanya bagi masyarakat metropolitan, namun sudah sampai ke pelosok daerah terpencil di negeri ini.
Beberapa lembaga survey menganggap, pada tahun politik ini, diprediksi angka partisipasi pemilih memilih presiden akan naik, ini juga dapat dibuktikan pada pemilihan calon legislatif pada bulan April lalu, angka Golongan Putih (Golput) cenderung menurun dibandingkan lima tahun yang lalu. Namun sadarkah anda , ternyata diantara warga jutaan negera Indonesia yang memiliki hak untuk memilih menentukan nasib Indonesia lima tahun kedepan, masih banyak yang ‘alergi’ dengan segala hal yang berbau politik.
Ada yang mengatakan, politik itu kepentingan semu dimana segala hal cara baik yang halal maupun yang haram turut ditempuh, ada pula yang meyebutkan politik itu tidak ada namanya kawan dan musuh yang ada hanyalah kepentingan, begitu juga ada yang menjelaskan bahwa politik itu digambarkan sesorang harus tidur berselimutkan dengan kawan dan musuh, intinya politik itu sesuatu yang digambarkan dengan Kotor.
Menurut saya, pendangan itu ada benarnya, jika dibenturkan dengan realitas politik Indonesia saat ini, proses perhelatan politik pemilihan Presiden dan wakil Presiden antara Prabowo Subianto/Hatta Rajasa dan Joko Widodo/HM Jusuf Kalla juga tidak terlepas gesekan –gesekan politik yang begitu kencang, sesama teman bisa saja jadi gak enakan karena berbeda pandangan, begitu juga dalam satu keluarga yang saya yakin juga banyak berbeda pandangan.
Sangat berbahagialah, bagi mereka yang memaknai perbedaan pandangan politik disikapi dengan cara yang dewasa dan menjadikan proses pendidikan politik yang baik. Saya juga berbeda pandangan dengan orang tua saya maupun dengan teman-teman semasa kuliah serta juga dengan rekan-rekan kantor, Insya Allah perbedaan itu menjadi khasanah dialegtika berfikir untuk Indonesia yang lebih baik.
Nah, untuk mereka yang ‘eneg’ dengan politik atau mendeklarasikan apatis dengan politik, saya ingin mendiskusikan makna politik yang ditinjau dari pandangan Islam yang merupakan agama rahmatan lil’alamin sebenarnya, agar pemahaman politik yang sesungguhnya tidak sesat jika dibenturkan dengan realitas sosial.
Dalam bahasa Arab, Politik dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara).
Rasullah sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : "Adalah , Bani Israil mereka diurusi urusannya oleh para Nabi(tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim).
Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan). (Sumber ;Wikipedia)
Dalam disimpulkan , bahwa Islam juga mengatur politik, Islam merupakan agama yang lengkap dan mencangkup semua aspek kehidupan masyarakat . Politik yang hanya dipahami sebagai perjuangan mencapai kekuasaan atau pemerintahan, hanya akan mengaburkan maknanya secara luas dan menutup kontribusi Islam terhadap politik secara umum. Sering dilupakan bahwa Islam dapat menjadi sumber inspirasi kultural dan politik. Pemahaman terhadap makna politik secara luas, akan memperjelas korelasinya dengan Islam.
Dengan bahasa yang mudah dipahamai bahwa, Islam memahami politik bukan hanya soal yang berurusan dengan pemerintahan saja, terbatas pada politik struktural formal belaka, namun menyangkut juga kulturisasi politik secara luas. Politik bukan berarti perjuangan menduduki posisi eksekutif, legislatif mau pun yudikatif. Lebih dari itu, ia meliputi serangkaian kegiatan yang menyangkut kemaslahatan umat dalam kehidupan jasmani mau pun rohani, dalam hubungan kemasyarakatan secara umum dan hubungan masyarakat sipil dengan lembaga kekuasaan.
Sebagai warga negera Indonesia yang berketuhanan yang maha esa, alangkah baiknya jika kita memahami politik sebagai upaya dalam melakukan perubahan bagi masyarakat banyak dalam suatu negera tanpa membedakan latar belakang agamanya, suku dan juga rasnya.
Jangan hanya mendeskripsikan ungkapan politik sebagai bagian yang buruk, karena itu semua akan berpaling pada setiap individu maupun kelompok yang mempunyai kepentingan sendiri-sendiri tanpa memikirkan kepentingan bangsa dan negara. Politik harusnya dijadikan Alat untuk melakukan perubahan yang menjadi tujuan akhir, bukan malah dijadikan tujuan akhirnya , yang memupuk individu, kelompok, partai, berlomba-lomba mewujudkan kepentingannya sendiri.
Secara sederhana, jika anda memikirkan bangsa ini dengan segala kekurangannya, dan mau untuk berjibaku di kehidupan realitas sosial ,maka sebenarnya anda telah berpolitik untuk tujuan yang mulia bagi umat manusia dan tentunya meningkatkan hubungan baik anda dengan sang pencipta. Jika anda terus “eneg” dengan politik, maka saya akan bertanya Apakah anda akan menjadi seorang penonton ketika bangsa ini akan hancur?? “Ayo Melek Politik”
Terima Kasih, Salam Perubahan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H