Di era digital yang serba instan kecerdasan buatan (AI) telah membawa pengaruh yang penting bagi kehidupan kita. Teknologi ini membantu banyak hal, seperti mempermudah pekerjaan, meningkatkan pelayanan kesehatan, membantu pembelajaran hingga membuat hiburan jadi lebih menarik. Namun, tak dapat dihindari selain bermanfaat pengaruh AI ini juga berpotensi membawa tantangan serius, salah satunya adalah perannya dalam menyebarkan informasi palsu atau disinformasi.
Disinformasi atau penyebaran informasi palsu dengan tujuan menyesatkan sebenarnya bukan hal baru. Sejak lama, orang sudah menggunakan berita palsu atau cerita yang menyesatkan untuk memanipulasi opini publik, terutama dalam politik atau untuk keuntungan tertentu. Tapi sekarang, dengan bantuan AI, disinformasi menjadi lebih mudah dibuat, lebih cepat menyebar, dan lebih sulit dikenali. AI juga memperluas jangkauan dan dampaknya.
Deepfake yaitu salah satu bentuk disinformasi yang paling menonjol di era AI. Menggunakan deepfake, seseorang bisa membuat video palsu yang terlihat sangat nyata. Bayangkan ada video seorang tokoh terkenal yang mengatakan hal-hal buruk, padahal itu tidak pernah terjadi. Orang yang melihatnya mungkin bisa percaya karena videonya terlihat sangat nyata. Teknologi ini menjadi sangat berbahaya jika digunakan untuk menjatuhkan reputasi seseorang atau menyebarkan kebohongan besar. Hal ini dapat membawa kecemasan hingga pertikaian di masyarakat sehingga kepercayaan terhadap informasi visual yang selama ini dianggap paling valid menjadi tergerus.
Selain itu, media sosial juga ikut berperan aktif dalam memperluas dampak disinformasi. Algoritma yang digunakan oleh platform seperti Facebook, Instagram, atau Tiktok sering kali mengutamakan konten yang menarik perhatian banyak orang. Sayangnya, informasi palsu biasanya lebih sensasional dan cepat viral dibandingkan fakta yang sebenarnya. Akibatnya, disinformasi menyebar lebih luas dan lebih cepat, sementara kebenaran tertinggal di belakang.
AI juga memungkinkan informasi palsu menjadi lebih personal. Teknologi ini bisa menganalisis data pribadi kita, seperti kebiasaan, minat, atau kekhawatiran berdasarkan data yang dikumpulkan dari aktivitas daring kita. Dengan informasi itu, AI bisa menciptakan pesan-pesan palsu yang terasa "nyata" bagi kita. Misalnya, seseorang yang takut akan isu tertentu bisa terus-menerus mendapat berita palsu yang memperkuat ketakutannya. Hal ini membuat disinformasi lebih sulit ditolak karena tampak begitu relevan.
Dampak AI terhadap masyarakat membawa pengaruh sangat serius. Ketika disinformasi terus menyebar, setiap orang-orang mulai kehilangan kepercayaan pada media, institusi, atau bahkan teman dan keluarganya sendiri. Kebingungan ini membuat kita sulit untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Akibatnya, menciptakan perpecahan dalam masyarakat dan masing-masing kelompok hanya percaya pada versi kebenaran mereka sendiri.
Di dunia politik, disinformasi yang didukung oleh AI bisa memengaruhi pemilu atau menciptakan kekacauan. Misalnya, dengan menyebarkan berita palsu tentang kandidat tertentu atau mengadu domba kelompok masyarakat. Di sisi lain, dampak ekonomi juga bisa terasa. Berita palsu tentang krisis bahan pokok di suatu wilayah misalnya, bisa menyebabkan kepanikan bagi masyarakat sekitar atau mengacaukan harga pasar
Meski masalah ini tampak besar, bukan berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa. Ada banyak cara untuk melawan disinformasi, salah satunya bisa menggunakan teknologi yang sama. Alat berbasis AI dapat dirancang untuk mendeteksi video palsu seperti deepfake atau mengenali pola penyebaran informasi palsu. Perkembangan teknologi ini cukup berpengaruh terutama bagi media atau organisasi yang ingin memastikan informasi yang mereka sampaikan benar.
Namun, teknologi saja tidak cukup. Pemerintah perlu membuat aturan yang jelas untuk mengawasi penggunaan AI, terutama di media sosial. Perusahaan teknologi juga harus lebih transparan tentang bagaimana algoritma mereka bekerja dan bertanggung jawab jika platform mereka digunakan untuk menyebarkan disinformasi.
Di sisi lain, masyarakat juga harus lebih cerdas dalam menghadapi informasi. Literasi digital menjadi kunci agar orang-orang bisa mengenali berita palsu dan tidak mudah terprovokasi. Kita semua perlu belajar untuk lebih kritis terhadap informasi yang kita terima, terutama yang datang dari sumber yang tidak jelas.