Mohon tunggu...
chens
chens Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

I Never Lose I Either Win or Learn

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Estimate Output Gap dan Inflation Gap di Indonesia pada Kebijakan Moneter

29 November 2023   04:01 Diperbarui: 29 November 2023   04:27 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesenjangan output didefinisikan sebagai perbedaan antara output aktual dan output potensial. Output aktual adalah nilai output aktual perekonomian, sedangkan output potensial adalah nilai output optimal perekonomian yang dapat dianggap permanen dan berkelanjutan dalam jangka menengah tanpa adanya guncangan dan tekanan inflasi. Hasil estimasi output potensial dengan menggunakan metode HP filter disajikan pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1. Pendekatan metode ini cenderung menghasilkan estimasi PDB potensial yang lebih rendah dari PDB aktual.

Gambar 1.1 Output Gap Estimation Result Using HP filter

Dokpri
Dokpri

Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan Hodrick Prescott Filter (HP) pada penelitian ini, nilai output bernilai negatif yang menunjukkan bahwa nilai output aktual lebih rendah dibandingkan dengan nilai output potensialnya. Hal tersebut berarti pertumbuhan ekonomi tidak optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka diprediksi perekonomian akan berada dalam kondisi kelebihan penawaran sehingga tingkat harga juga cenderung mengalami penurunan atau deflasi. Pertumbuhan ekonomi yang tidak maksimal juga menyebabkan peningkatan pengangguran dan penurunan penerimaan pajak.

Jika output gap negatif, maka diperlukan kebijakan pemerintah dengan mempertimbangkan untuk melakukan kebijakan fiskal ekspansif seperti melalui pemotongan pajak untuk mendorong konsumsi dan investasi yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah juga dapat mendorong peningkatan ekspor dengan memberikan insentif kepada para eksportir, terutama eksportir manufaktur. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan kelonggarkan dalam kebijakan impor bahan baku dan bahan penolong untuk meningkatkan pertumbuhan sektor industri, meningkatkan belanja pemerintah, dan beberapa kebijakan fiskal lainnya. Dari sisi kebijakan moneter bank sentral mempertimbangkan untuk membuat kebijakan moneter longgar dengan cara menurunkan suku bunga dan menambah jumlah uang beredar agar penyaluran kredit meningkat, dan dengan demikian pertumbuhan   ekonomi. Bank sentral juga memberikan relaksasi makroprudensial seperti peningkatan rasio loan-to-value (LTV) dan loan-to-deposit ratio juga dapat menjadi pilihan kebijakan untuk mendorong peningkatan aktivitas ekonomi serta beberapa kebijakan moneter lainnya.

Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan Hodrick Prescott Filter (HP) pada penelitian ini, nilai output bernilai negatif yang menunjukkan bahwa nilai output aktual lebih rendah dibandingkan dengan nilai output potensialnya. Hal tersebut berarti pertumbuhan ekonomi tidak optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka diprediksi perekonomian akan berada dalam kondisi kelebihan penawaran sehingga tingkat harga juga cenderung mengalami penurunan atau deflasi. Pertumbuhan ekonomi yang tidak maksimal juga menyebabkan peningkatan pengangguran dan penurunan penerimaan pajak.

Jika output gap negatif, maka diperlukan kebijakan pemerintah dengan mempertimbangkan untuk melakukan kebijakan fiskal ekspansif seperti melalui pemotongan pajak untuk mendorong konsumsi dan investasi yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah juga dapat mendorong peningkatan ekspor dengan memberikan insentif kepada para eksportir, terutama eksportir manufaktur. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan kelonggarkan dalam kebijakan impor bahan baku dan bahan penolong untuk meningkatkan pertumbuhan sektor industri, meningkatkan belanja pemerintah, dan beberapa kebijakan fiskal lainnya.

Dari sisi kebijakan moneter bank sentral mempertimbangkan untuk membuat kebijakan moneter longgar dengan cara menurunkan suku bunga dan menambah jumlah uang beredar agar penyaluran kredit meningkat, dan dengan demikian pertumbuhan   ekonomi. Bank sentral juga memberikan relaksasi makroprudensial seperti peningkatan rasio loan-to-value (LTV) dan loan-to-deposit ratio juga dapat menjadi pilihan kebijakan untuk mendorong peningkatan aktivitas ekonomi serta beberapa kebijakan moneter lainnya.

Gambar 1.2 Inflation Gap Estimation Result Using HP filter

Dokpri
Dokpri

UU No.23 Tahun 1999 mengamanatkan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah (tujuan tunggal). Untuk mencapai mandat ini, Bank Indonesia menggunakan Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kerja kebijakan moneter. Kerangka kerja ini secara resmi diterapkan sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan base money sebagai target kebijakan moneter. Kerangka kerja ITF ditandai dengan penetapan target inflasi yang diumumkan secara terbuka dan inflasi menjadi tujuan utama kebijakan moneter. Penerapan ITF di Indonesia menekankan pentingnya pengendalian ekspektasi inflasi untuk mencapai target inflasi jangka panjang yang rendah dan stabil di kisaran 3% agar dapat bersaing dengan negara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun