Tujuan penulisan ini adalah: (1) menganalisis permasalahan kebijakan impor sampah di Indonesia yang mengakibatkan banyaknya sampah terbengkalai dan belum memberi dampak positif bagi bangsa; dan (2) memberikan solusi alternatif dalam bentuk pengoptimalan benefit impor sampah untuk mengurangi pengangguran guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga negara, khususnya generasi milenial; dan (3) merumuskan langkah strategis yang terintegrasi dalam pemberdayaan generasi milineal guna mewujudkan optimalisasi pemanfaatan impor sampah.
 Milineal Manage Garbage (MMG) sebagai Solusi Optimalisasi dan minimalisir Kebijakan Impor Sampah dalam Sinergi Upgrading Pemberdayaan Generasi Milineal guna Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Warga Negara yang BerkeadilanÂ
Negara Indonesia yang memiliki jutaan keindahan dan pesona ternyata masih menyimpan beragam masalah yang belum terselesaikan hingga saat ini, salah satunya ialah menyoal pengelolaan dan pemberantasan sampah. Kebijakan impor sampah di Indonesia dinilai tidak tepat mengingat Indonesia yang masih dirundung permasalahan sampah dan tengah kewalahan dalam pembumihangusannya, sehingga sangat disayangkan jika Indonesia memilih sikap untuk menjadi negara pengimpor sampah.
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNAS) Bagong Suyoto menyatakan impor sampah sudah terjadi sejak tahun 1982. Masalah tersebut semakin rumit karena impor sampah semakin bertambah setiap tahunnya.Â
Selain itu juga dikatakan oleh ketua KPNAS, kegiatan National Sword pada indonesia hanya menguntungkan pengimpor sedangkan Indonesia merasakan dampak buruk dari impor sampah tersebut. Selain itu, datangnya 'sampah asing' tersebut disinyalir menambah tingkat pencemaran lingkungan yang kian memprihatinkan belakangan ini. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa total sampah di Indonesia mencapai 187,2 juta ton per tahun. Â Artinya, kebijakan untuk melakukan impor sampah bukanlah solusi yang tepat atau justru menambah panjang permasalahan sampah di Indonesia.
Meskipun  pada tahun 2008 dikeluarkan Undang-undang nomor 18 tentang pengelolaan sampah dan ditambah dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, nyatanya hal itu tidak mampu mengurangi jumlah impor sampah ke Indonesia. Pada saat yang bersamaan, menurut catatan Bagong suyoto (ketua KPNAS), sejak tahun 1982 pemulung dan aktivis lingkungan sudah melakukan protes praktik impor sampah dengan mendatangi kantor DPR/MPR. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
Mengatasai beberapa permasalahan di atas, dibutuhkan sebuah upaya solutif yang dapat mengoptimalkan dampak impor sampah yang sudah terlanjur (tidak terelakkan lagi).  Telah disampaikan dalam  isi UUD pasal 27 ayat (2) bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dengan demikian, generasi milineal pun memiliki hak yang sama atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Mereka perlu memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Namun fakta yang terjadi saat ini mengungkapkan bahwa masih banyak generasi milenial yang masih pengganguran karena kurangnya keahlian dan dengan kehidupan yang tidak sejahtera. Dalam hal ini, generasi milineal sejatinya ingin bekerja mandiri. Masalah ini belum dapat terselesaikan karena masih kurangnya perusahaan yang mau mempekerjakan generasi milenial yang kurang memiliki keahliaan. Hingga saat ini, perusahaan untuk mempekerjakan generasi milenial yang penganguran tidak mencukupi.
Solusi alternatif dari pemecahan masalah ini adalah dengan melakukan pengoptimalisasian pemanfaatan impor sampah dengan melibatkan generasi milenial yang selama ini masih belum mendapatkan pekerjaan walaupun berstatus sarjana. Dalam hal ini, pemerintah harus mengambil langkah terintegrasi dengan mendirikan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam pengelolaan sampah impor yang saat ini menumpuk di Indonesia lebih banyak lagi untuk mempekerjakan generasi milienal. Kemudian generasi milenial tersebut dipilah berdasarkan bakat dan keahlianya untuk mengolah sampah impor tersebut.
Para generasi milenial dapat membuat berbagai kerajinan tangan atau membuat miniatur-miniatur unik yang bernilai jual tinggi. Sampah-sampah yang telah disulap para generasi milenial tersebut kemudian diperdagangkan dan uang hasil penjualan digunakan perusahaan untuk memberi gaji kepada generasi milenial. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan juga kesejahteraan generasi milenial. Selain itu, perusahaan-perusahaan tersebut dapat mengurangi angka penganguran generasi milenial yang berujung pada meningkatnya perekonomian atau taraf hidup. Pada saat bersamaan membangun kesejahteraan sosial warga negara yang berkeadilan, sehingga generasi milenial dipandang sama layaknya dengan tenaga kerja sarjana pada perusahaan-perusahaan lain.
 Â