Mohon tunggu...
RHIZKA ALIFIA MARYADINNISA
RHIZKA ALIFIA MARYADINNISA Mohon Tunggu... Mahasiswa - IPB University

Saya merupakan mahasiswi IPB University dan bagian dari tim PKM-RSH IPB University yang sangat tertarik pada bidang jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

30 Juni 2024   15:07 Diperbarui: 1 Juli 2024   15:09 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumat, 26 April 2024, lima mahasiswa IPB University telah melakukan wawancara dan diskusi bersama pihak Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta. Tim yang tergabung ke dalam Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) ini beranggotakan Najma Hamidha (Ilmu Komputer), Afifah Nur Inayah (Matematika), Imam Sutarja (IKK), Siti Rena Handayani (SKPM), dan Rhizka Alifia Maryadinnisa (SKPM). Tim didampingi oleh Bapak Prof. Dr. Rilus A. Kinseng, MA dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

       Dalam pertemuan ini dibahas mengenai peran pihak YPAC dalam mewujudkan Pendidikan inklusif, mulai dari sejarah pembentukannya, kurikulum, hingga fasilitas apa saja yang tersedia di sekolah ini. Kami melakukan wawancara dengan Bapak Agus selaku ketua Yayasan Pembinaan Anak Cacat Jakarta. "YPAC awalnya adalah salah satu organisasi yang melayani anak-anak disabilitas, salah satu yang tertua yang berdiri pada tahun 1954. Tahun 2024 ini YPAC telah berdiri selama 70 tahun," Ujar Pak Agus selaku ketua Yayasan.

      Fokus utama sekolah ini adalah pada pengembangan akademis dan kemandirian siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah ini menggunakan dua jenis kurikulum, yaitu Kurikulum Merdeka dan Kurikulum Fungsional. Kurikulum Merdeka memberikan fleksibilitas dalam pembelajaran, memungkinkan penyesuaian materi dan metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan dan potensi setiap anak. Sementara itu, Kurikulum Fungsional menekankan pada pengembangan keterampilan praktis yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari dan membantu siswa untuk menjadi lebih mandiri.

     Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Indonesia terdiri dari 18 cabang yang tersebar di berbagai kota. "Masing-masing cabang beroperasi secara mandiri, dengan fokus binaan yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik di daerahnya. Tidak ada hubungan administratif antara cabang-cabang tersebut," Ujar Pak Agus selaku ketua Yayasan. Di Jakarta, terdapat satu-satunya cabang YPAC yang secara khusus menangani disabilitas fisik. Fokus utama dari YPAC Jakarta adalah membantu anak-anak yang mengalami gangguan pada gerakan, terutama yang berkaitan dengan tangan dan kaki. Saat ini, YPAC Jakarta melayani lebih dari 100 siswa, memberikan pendidikan yang inklusif dan dukungan yang komprehensif. Meliputi fasilitas terapi fisik, okupasi, dan kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kemandirian mereka dalam kehidupan sehari-hari.

      Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mendukung inisiatif tersebut dengan menyediakan bus sekolah khusus untuk anak-anak dengan disabilitas. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyediakan tiga bus khusus yang rutenya berakhir di YPAC, dengan biaya layanan gratis. Setiap bus disabilitas ini mampu mengangkut 7-10 orang yang duduk di kursi roda, memudahkan mobilitas mereka, sehingga mereka dapat mengakses pendidikan dan layanan terapi dengan lebih mudah dan aman," Walaupun terdapat fasilitas bus sekolah, masih ada sejumlah siswa YPAC yang menggunakan moda transportasi lain untuk datang ke sekolah seperti menggunakan mobil pribadi, kendaraan online, atau layanan Transcare," Ujar Pak Agus selaku ketua Yayasan.

     Secara keseluruhan, hasil wawancara dengan tim mahasiswa PKM RSH didanai menyoroti peran penting Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta dalam upaya mewujudkan pendidikan inklusif. Melalui kurikulum yang dilakukan dan fasilitas yang sangat menunjang bagi murid penyandang disabilitas, YPAC telah dapat berkontribusi dalam membantu mewujudkan pendidikan inklusif dengan berdasar pada azas bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk mengembangkan pribadinya dan setiap manusia mempunyai kesadaran dan tanggung jawab sosial terhadap sesama manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun