Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat
Rahmat Hidayat Mohon Tunggu... Pustakawan - Sedang belajar menulis dan membuat konten yang bermanfaat

Pustakawan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perjalanan Pulang dari Bandung: Antara Sate Maranggi dan Toilet Gratis

18 Juli 2022   11:51 Diperbarui: 29 Februari 2024   14:37 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo, para pembaca setia! Saya ingin berbagi pengalaman menarik dari perjalanan pulang saya kemarin setelah liburan di Bandung. Sebuah cerita yang mungkin akan membuat kita lebih mempertimbangkan apa yang kita harapkan dari sebuah fasilitas umum.

Akhir pekan kemarin, saya memutuskan untuk menikmati liburan di Bandung. Setelah puas menikmati keindahan kota kreatif ini, saya memutuskan untuk mampir ke Purwakarta, tergoda oleh kisah sate maranggi yang konon sangat enak.

Selesai menikmati sate maranggi yang memang tak mengecewakan, perjalanan saya dilanjutkan menuju Jakarta. Setelah beberapa jam berkendara, saya memutuskan untuk beristirahat dan mampir ke rest area untuk menunaikan "panggilan alam".

Tiba di rest area, saya melihat tulisan besar di dinding toilet yang menyatakan "Toilet Gratis". Saya pun berpikir, "Wow, keren ya sekarang toilet di rest area sudah gratis, biasanya kan kita harus bayar 2 ribu." Namun, kesenangan ini hanya bertahan sejenak.

Saat saya memasuki toilet, kenyataannya sungguh berbeda dari ekspektasi saya. Seorang ibu sedang membersihkan lantai, dan ketika saya membuka pintu tiga kamar mandi yang terbuka, saya terkejut. Kondisinya sangat kotor dan penuh dengan (maaf), kotoran. Keadaan ini tidak hanya terjadi di satu kamar, melainkan di ketiga kamar mandi yang saya masuki.

Saya lalu memutuskan untuk menggunakan urinoir, bersyukur bahwa saya hanya perlu buang air kecil. Pikiran langsung terlintas, bagaimana jika kaum wanita berada dalam situasi ini? Toilet yang kotor dan penuh mungkin akan menjadi dilema serius bagi mereka. Saya memahami bahwa toilet umum mungkin tidak selalu bersih, tapi kondisi seperti ini jelas sangat menyulitkan.

Saya pun berpikir, apakah kondisi ini disebabkan karena toilet gratis? Apakah jika kita membayar 2 ribu rupiah, kondisinya akan lebih baik? Ini membuat saya berandai-andai, sangat mungkin orang lebih bersedia membayar lebih untuk mendapatkan toilet yang bersih dan terawat.

Semoga pemerintah daerah dan pengelola rest area dapat lebih memperhatikan kebersihan toilet umum. Layanan yang baik tidak hanya terbatas pada makanan dan minuman, tetapi juga termasuk fasilitas umum seperti toilet. Saya yakin banyak orang lebih memilih membayar sedikit asalkan toiletnya bersih dan nyaman. Semoga kerjasama antara pemerintah dan pengelola rest area dapat memberikan pengalaman yang lebih baik bagi pengguna jalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun