"Jangan percaya pada ingatanmu sendiri, ingatan bisa luntur seiring waktu berlalu. Terkadang apa yang kamu lihat dan yang kamu dengar saja hanya menjadi angin lalu. Tulislah, maka kamu sudah mengikat itu semua." begitulah pesan guru SMP saya dulu kepada anak didiknya.
Tidak ada seorangpun yang dapat menghentikan waktu. Rotasi dan revolusi yang dilakukan bumi ini secara alamiah mengakibatkan waktu berlalu begitu saja. Seringkali kita tak menyadari banyak hal yang sudah kita lewatkan seiring berjalannya waktu. Pesan guru SMP saya tersebut ternyata sudah 10 tahun terlampaui, ketika masa putih biru yang masih teramat lugu. Kini waktu memang benar-benar berlalu, saya yang dulu berstatus anak didik beliau, sekarang sudah berganti status menjadi guru, bahkan guru saya tersebut sudah wafat sekarang. Akan tetapi pesan itu masih bersifat pesan seorang guru yang tertulis rapi di salah satu halaman buku diary yang masih saya simpan sampai saat ini.
Guru adalah pendidik, penyampai ilmu dan pengetahuan kepada anak didiknya. Setiap guru pasti akan sangat bahagia jika anak didiknya paham dengan apa yang telah diajarkan, apalagi jika si anak didik bisa mengamalkan ilmu yang telah diajarkan tersebut. Pada umumnya, pembelajaran yang dilakukan guru di sekolah adalah dengan metode ceramah. Guru menyampaikan ilmu dengan cara ceramah di depan kelas, meskipun cara tersebut sudah dianggap sangat kuno, tetapi fakta mengungkap masih banyak guru yang menggunakannya, karena dirasa paling efektif dan efisien.
Menulis adalah hal sederhana, bahkan hampir semua orang bisa melakukannya. Apalagi bagi seorang guru, menulis adalah bagian dari hidupnya. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya ikut berpartisipasi untuk sekadar mengingatkan tentang pentingnya guru untuk menulis. Merujuk pada pesan guru SMP saya dulu yang sudah saya tuliskan di paragraf pertama, bahwa tulisan merupakan pengikat. Meskipun kita mampu melihat, mendengar dan memahami dengan baik, tetapi kita tahu bahwa daya ingat kita terbatas. Tulisan menjadi pengikat ilmu dan pengetahuan yang pernah kita pelajari. Ketika kita sudah tidak mampu mengingat apa yang pernah kita lihat, dengar dan pahami dengan adanya tulisan akan membantu merefresh otak kita untuk mengingatnya kembali.
Permasalahan yang ada sekarang adalah ketika banyak guru mengeluhkan tentang sulitnya menulis. Menulis yang tadinya adalah hal sederhana, ternyata dianggap sulit. Nah, pada poin inilah kesederhanaan tulisan menjadi sebuah momok bagi para guru (guru loh ya). Guru yang belum terbiasa menulis akan kebingungan untuk memulai tulisan dari pangkal mana dan berakhir diuung mana. Daripada kebingungan itu terus membayangi dan tidak ketemu pangkalnya, maka diputuskan sajalah untuk HANYA menyampaikan materi dari isi buku seadanya.
Menyampaikan isi dari apa yang kita tulis sendiri dengan menyampaikan isi dari tulisan orang lain akan terasa berbeda, baik bagi kita (guru) yang menyampaikan atau bagi yang mendengar penyampaian kita. Kita akan lebih mantap dengan apa kita sampaikan, karena tahu detil isi dari tulisan kita tersebut. Dan bagi pendengar juga bisa lebih paham ketika kita mampu menyampaikan dengan baik dan jelas.
Ilmu itu tidak hanya terbatas untuk anak didik di bangku sekolah saja. Semua orang mempunyai kewajiban menuntut ilmu seumur hidupnya. Guru adalah salah satu sumber ilmu. Jika seorang guru, menyampaikan ilmunya hanya melalui ceramah, maka ilmu itu kebermanfaatannya sangatlah terbatas, maksimal untuk anak didik yang ada di dalam ruang kelas tersebut saja, itupun kalau mereka benar-benar mendengarkan. Tetapi akan beda ceritanya jika guru tersebut mau menuliskan ilmu yang dimilikinya. Bisa jadi masyarakat di luar bangku sekolah lebih membutuhkan ilmu tersebut, meski tidak pernah secara langsung memperoleh penjelasan secara lisan, toh ada tulisan yang bisa menjelaskan. Seperti apa yang disampaikan oleh Sukanto Tanoto dalam website http://www.tanotofoundation.org/id/, "Kita harus memperhatikan dan menjaga orang-orang di sekitar kita. Bukan hanya para pekerja perusahaan, namun uga masyarakat sekitar." Selain itu, usia tulisan bisa lebih lama dari usia guru tersebut. Dalam artian, jika seorang guru mau menuliskan ilmunya, maka dengan adanya tulisan tersebut ilmu sang guru masih bisa bermanfaat meski penulisnya sudah meninggal.
Untuk itu, saya mengajak untuk para guru mari bersama-sama mengamalkan ilmu yang kita miliki. Meskipun hanya sedikit semoga memberi manfaat untuk kita sendiri dan untuk anak didik serta masyarakat. Mungkin saat ini kita belum bisa menuliskan ilmu yang kita punya, tetapi tak ada salahnya untuk selalu berusaha mengabadikan ilmu tersebut dalam bentuk tulisan sebelum datang masa dimana kita sudah tidak mampu lagi menyampaikannya secara lisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H