Awal cinta Usia Muda
Pernikahan itu adalah suatu ikatan yang sakral. Dua hati manusia bersatu oleh cinta, demi merangkai bintang di angkasa. Itulah suatu gambaran yang terjadi pada anak-anak manusia.
Ketika hati ingin memiliki, terpikat, sikat, dan embat; mungkin kejadian yang kerap dialami oleh anak di usianya yang remaja. Tapi, saat ini bukanlah percintaan remaja yang hendak dirangkai menjadi suatu kisah. Ya ... walau memang cinta itu bertumbuh pada usia-usia belia.
Saat memasuki usia dewasa, wanita itu lebih matang daripada pria, yang walaupun dewasanya sering kedewasaan hingga saling buka-bukaan di atas ranjang. Well ... apapun itu, tetaplah suatu kesalahan.
“Ini salah lo. Kenapa juga gue harus terbujuk ma rayuan lo!!!” Jerit seorang wanita terisak.
“Ya, tapi, kan ... kita ngerasain sama enaknya,” tanpa rasa berdosa, seakan pria menyangkal kekhilafannya.
Galih, nama seorang pria pecundang yang telah menggagahi Firza--kekasihnya. Tanpa banyak cerita, Firza pun harus siap menjadi calon ibu muda. Sebuah inspirasi yang kerap menyalahi aturan dan akhirnya timpang tindih menyalahkan keyakinan.
“Dasar ... emangnya di rumah ibadah nggak diajarin cara menjaga kesucian sampai pada pernikahan?” cibir seorang tetangga yang melihat perut Firza terisi rahimnya. Terlintas bahwa itu semua adalah cibiran seorang ibu-ibu yang tak pernah mengalami masa-masa muda.
“Ah, bu ... bu ... lihat film Titanic nggak sih? Jack dan Rose aja santai meski bermain ditengah pantai,” celetuk seorang lelaki disebelahnya, mendengar gerutu seorang ibu. Hingga membuat mata ibu itu melotot, dengan urat-urat nadi yang hampir mengerat.
Itulah sekilas pandangan dunia tentang arti cinta. Telanjang makin berwibawa, dan seakan terasa membusungkan dada diantara para pecundang cinta; menggagahi para pemuja cinta yang tak berani tampil serupa.
Hei ... sudah terabaikan ternyata, bahwa lepas kandungan ibu, menjerat para pasangan muda-mudi untuk menikmati lembah dosa yang teramat nikmat. Petinggi para pemuka agama pun takkan sanggup terlepas dari jerat setan maksiat. Lihatlah, program-program tivi mengusung keberadaan setan di rumah tak bertuan, padahal yang sebenarnya ada disamping orang-orang yang berpacaran.
Lantas, apakah harus menutupi para wanita dengan karung, agar mata pria hidung belang tak dapat menikung? Ah, bukan solusi yang tepat; dimana-mana nafsu itu dapat melihat sekalipun tertutup kain rapat. Yang termudah adalah menjaga pikiran dan hati, dimana mata yang sebagai jendela tubuh, bernafaskan hukum Ilahi.
“Ah, konyol ya? Bagaimana mungkin, secara hari gini, nggak freesex nggak gaul.”
Itu bukanlah suatu keputusan yang tepat, dimana ketika pikiran tergoda, setan mendapat singgasana dan hancurlah pernikahan sakral yang mengagungkan atas nama cinta.
So ....
Busungkanlah kembali dadamu ketika ikhtiar cinta bersenandung di kepala, dan tanamkanlah dalam diri bahwa untuk berpikir ngeres saja sudah dosa, apalagi bersetubuh di usia muda? Maka engkau akan merasakan manisnya madu cinta saat engkau bertelanjang ria di malam pertama.
Darah dan daging itu bukanlah musuh ataupun keintiman tubuh yang menjadi kukuh dan angkuh ketika kepuasan menjadi suatu bagian yang utuh. Nikmatilah suatu sukacita ketika hati mengerti bahwa musuh sejati bukanlah sesama, melainkan setan yang hendak mengunci jiwa dan mengurung manusia ke dalam bayang-bayang dosa.
Semarang, 29.12.14
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H