Dan keyakinan itu memang ia tunjukkan, dengan memasuki arena pertandingan sebagai penentuan akhir kisah percintaannya. Sahabat-sahabatnya ikut melihat dan menyaksikan. Sebuah cinta yang dipertaruhkan melalui kekuatan dan pertahanan akan tingginya keegoisan yang tak lagi dapat dipersatukan, oleh hangatnya kasih dan sayang.
"Ayo, Nit, jangan mau kalah!!!" Seru kedua anak kembar yang begitu miris melihat sudut bibir Nita sudah berdarah terkena tendangan dari sang mantan.
Tendangan Doobal Dangsang Chagi dari lelaki itu telah telak merubuhkan Nita dan menjatuhkannya ke tanah. Teman-temannya yang melihat, segera berlari dan segera mengangkat Nita ke luar dari arena.
"Masih mau melanjutkan pertarungan ini atau berhenti dan menyerah? Setelahnya, tepati sesuai dengan apa yang telah kita sepakati." Ucap lelaki itu tersenyum senang atas kemenangannya.
"Lo gila, ya? Lo udah nggak waras!" seloroh Mia yang kini bangkit dan terlihat geram dengan mendorong pundak lelaki itu.
"Hei, aku hanya menjalankan sesuai dengan apa yang telah disepakati. Dan sebagaimana yang udah diminta, gue jalani pertarungan ini."
"Apa yang udah lo lakuin itu sebenarnya nggak pantes. Sedari awal, Nita terlihat nggak serius dengan pertandingan ini. Harusnya lo nyadar dong jadi laki-laki! Bukan berarti naluri lo yang sebagai petarung, bisa lo buat sampai setega ini dengan mantan lo sendiri hanya demi cinta. Yang pastinya jelas-jelas lo sendiri tahu, kalau Nita itu sedari awal udah nggak berniat untuk ngelawan lo."
"Lo udah ngilangin satu kesempatan. Dan kita semua jadi tahu di sini, kalau lo itu hanya mementingkan diri lo dan keegoisan lo sendiri ...!" tambah Mia yang segera memerintahkan teman-temannya untuk segera berlalu dari arena.
"Tapi ...!"
"Lo inget satu hal. Sebelum kedatangan kita di sini, Nita udah membuat rencana bahwa dia sebenarnya nggak akan serius untuk ngelawan lo. Dia sadar dan tahu, karena selama ini lo itu selalu menjadi inspirasinya dia. Dia berbuat ini hanya ingin ngelihat, sampai di mana batas keegoisan, nalar, dan perasaan lo. Dan ternyata, lo nggak lebih dari seorang pe ... cun ... dang!" Sela Mia yang membuat lelaki itu tak dapat lagi berkata-kata dan membiarkan mereka akhirnya berlalu.
Dan akhirnya, meski melewati masa yang begitu tragis, setidaknya Nita kini mengerti dan bisa membedakan antara keegoisan dan perasaan. Meski sakit yang harus ia tahan begitu terasa menjengkelkan, namun ia sadar bahwasanya cinta belum tentu sejalan. Dan pastinya, dibutuhkan suatu ujian untuk mengerti, apakah ketulusannya murni ataukah hanya mementingkan ambisi semata? Akibat dari kesalahan dan penyesalan yang telah meninggalkannya dulu dalam kesendirian.