Mohon tunggu...
Rheno Ade Sastra
Rheno Ade Sastra Mohon Tunggu... Insinyur - Mahasiswa

Chemical Engineer - Faculty Of Engineering - Univesitas Pembangunan Nasional " Veteran " Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Refleksi Teknologi Residual Fluidized Catalytic Cracking Unit (RFCCU)

9 Agustus 2020   13:20 Diperbarui: 9 Agustus 2020   13:16 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Minyak bumi merupakan salah satu primadona bagi seluruh dunia. Yah, hampir seluruh negara yang mengijakkan kaki di bumi banyak yang mengeksplorasi sekaligus meminang minyak bumi sebagai salah satu kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan di berbagai bidang. Walaupun tak banyak negara yang memiliki statistik geografi prima untuk eksplorasi minyak bumi, namun banyak dari negara tersebut tetap masif mengekplorasi dengan kemutakhiran dan kecanggihan teknologi masa kini. Indonesia merupakan salah satu dari beberapa Negara besar yang cukup di untungkan oleh kondisi geografis. Pasalnya , kurang lebih ada 35 cekungan minyak baik onshore maupun offshore sebagai salah satu "tabungan" minyak bagi negeri yang kerap di sapa sebagai paru -- paru dunia ini.

Sedikit menilik beberapa puluh tahun terakhir Indonesia sudah mengalami defisit energi, khususnya minyak. Besarnya kebutuhan akan minyak, terutama BBM, tak sebanding dengan hasil produksi yang terus menurun. Alhasil, Indonesia menggantungkan diri dari impor bahan bakar minyak. Impor BBM mencapai 41% dari total konsumsi. Konsumsi BBM terus meningkat hingga mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari. Hal ini di tengarai oleh garangnya masyarakat merah putih dalam mengkonsumsi bahan bakar minyak.Tak tanggung -- tanggung negeri yang kerap di sapa sebagai paru -- paru dunia ini tercatat cukup njomplang dalam penggunaan minyak. Terbukti pada tahun 2018 silam Indonesia mengkonsumsi minyak rata -- rata 1,8 juta barrel per hari sedangkan produksi minyak di akhir tahun 2018 hanya mencapai 803.483 barrel per hari.

Data dan fakta tersebut tentu membuktikan bahwa pengaruh energi minyak bumi masih cukup vital bagi dunia khususnya Indonesia. Namun, tahukah kita bahwa beberapa tahun kebelakang, negeri kita Indonesia sudah mulai masif melakukan pengembangan -- pengembangan teknologi minyak bumi yang cukup mutakhir. Yah di pelopori oleh Perusahaan Migas andalan Indonesia, PT. Pertamina ( Persero ) Indonesia memiliki berbagai teknologi yang bisa di bilang cukup menjanjikan dalam proses pengolahan minyak bumi. Pada tahun 2027 mendatang Indonesia akan segera menyambut beberapa peremajaan serta pembangunan mega proyek kilang minyak. Lima di antaranya yakni peremajaan di kilang Cilacap, Dumai, Balikpapan, Balongan, serta Plaju yang akan segera merilis Refinery Development Master Plant ( RDMP ) serta disusul dua kilang baru berbasis Grass Root Refinery yang akan di bangun di Tuban dan Bontang. Tentu kabar gembira ini perlu kita sambut dengan suka cita mengingat pergerakkan migas kita yang cukup masif.

Dibalik gemerlapnya gerakan Indonesia dalam optimalisasi sektor migas, ada satu teknologi proses pada unit pengolahan minyak bumi yang tentunya sudah sering kita dengar bersama. Yah, teknologi Resdiual Fluidized Catalytic Cracking atau Fluidized Catalytic Cracking. Teknologi tersebutlah yang selama ini menjadi salah satu teknologi yang mengawal pemenuhan kebutuhan migas di Indonesia dan dunia. Lalu sepintas menjadi pertanyaan bagi kita , apa itu Resdiual Fluidized Catalytic Cracking atau Fluidized Catalytic Cracking ?  bagaimana cara kerja teknologi sekunder tersebut ? bagaimana hasil akhir yang keluar dari Resdiual Fluidized Catalytic Cracking atau Fluidized Catalytic Cracking Unit ? 

Resdiual Fluidized Catalytic Cracking atau Fluidized Catalytic Cracking merupakan istilah dari proses perengkahan senyawa hidrokarbon menggunakan bantuan katalis. Secara gampangnya proses Resdiual Fluidized Catalytic Cracking atau Fluidized Catalytic Cracking memecahkan rantai hidrokarbon menjadi rantai panjang sesuai dengan fraksi hidrokarbon yang di kehendaki.  Resdiual Fluidized Catalytic Cracking Unit atau RFCCU berfungsi untuk mengkonversi Medium Vacuum Gas Oil (MVGO), Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO) dan long residue dari HVU menjadi produk minyak ringan dengan bantuan katalis. Salah satu yang menjadi faktor penting dalam proses ini yakni kehandalan operasi pada reaktor dan regenerator sebagai nyawa dalam RFCCU sekaligus sebagai penentu pada proses -- proses unit berikutnya. Prouk yang keluar atau yang di hasilkan dari RFCCU ada banyak yakni Dry Gas sebagai Refinery Fuel Gas, Liquified Petroleum Gas atau yang kerap kita kenal sebagai LPG untuk keperluan memasak, Raw Polypropylene sebagai bahan baku industri petrokimia untuk membuat polypropylene, Catalytic Naphta  untuk digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, Light Cycle Gas Oil (LCGO) atau solar adalah bahan bakar motor diesel, Hight Component Gas Oil (HCGO) dan Slurry merupakan produk yang akan diekspor ke luar negeri untuk diproses kembali dan sebagai sumber panas untuk alat Heat Exchanger.

Sedikit mengutip RFCCU yang beroperasi di PT. PERTAMINA (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong, secara umum prosesnya berlangsung sebagai berikut :

Bahan baku atau Feed masuk melalui furnace untuk dipanaskan sehingga mencapai suhu 330C,setelah itu temperatur operasi akan di naikkan.Proses perengkahan oleh katalis berlangsung pada temperatur operasi 500C - 520C .Didalam riser feed bertemu dengan katalis dari regenerator yang tentunya memiliki temperatur yang cukup tinggi yakni sekitar 650 -- 676 C. Setelah diproses dalam reaktor, feed dan katalis akan  keluar dalam fase uap sementara katalis akan terdeaktivasi karena sudah tertutup pori -- porinya setelah proses. Feed yang berbentuk uap tersebut akan di lakukan proses fraksinasi untuk di klasifikasikan berdasarkan fraksinya, dalam hal ini akan memunculkan berbagai produk sesuai dengan fraksinya yang bisa dilihat dari jumlah C dalam rantai hidrokarbonnya. 

Katalis yang terdeaktivasi akan diproses menggunakan stripping steam untuk menghilangkan pengotor katalis agar katalis bisa regenerasi. Namun tidak semua katalis bisa di aktivasi kembali , oleh karena itu sisa katalis yang terdeaktivasi akan naik ke regenerator untuk kemudian dilakukan proses pembakaran dengan menggunakan udara yang banyak mengandung oksigen sehingga katalis dapat teraktivasi kembali. Hasil pembakaran yang berupa gas karbondioksida akan di manfaatkan kembali sebagai steam untuk pembangkit boiler begitu seterusnya proses ini berjalan.

Dengan adanya pemahaman serta pengetahuan ini diharapkan kita sebagai warga negara Indonesia tentunya harus banyak belajar untuk menemukan inovasi -- inovasi baru guna menyokong kedaulatan serta ketahanan energi untuk kebutuhan masyarakat di seluruh Indonesia. Kita harus percaya bahwa kedaulatan energi adalah sebuah keniscayaan.

Rheno Ade S

Chemical Engineer

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun