Gadis kecil disebrang peron satu, tidak...tidak terlalu kecil, barangkali seimbang denganku. Tapi entah siapa yang ditunggu, hanya diam dan terpaku. Wajahnya dihiasi pilu, sesekali ia menyadari dari kejauhan ada yang sedang mengawasi. Aku menatap tepat pada kedua bola matanya. Dia bilang;"...hey...tak perlu cemas, aku hanya sedang kehilangan duniaku...tapi tidak dengan akhiratku...ini hanya persoalan waktu...cepat atau lambat luka itu pasti sembuh...terimakasih sudah memperhatikanku..."
Senyumku terukir mendengar kata-katanya, jiwaku bergetar meresapi makna pada setiap katanya.
Kita masih sama-sama terpaku, saling melemparkan senyum sampai tiba saatnya kereta api melintas ditengah-tengah kita, mataku mencari-cari agar tetap melihatnya tapi aku kehilangan sosok kecilnya. Entah ia pergi kemana, ku tanya pada bapak tua yang tadi duduk disampingnya, bapak tua itu bilang; "...dari tadi bapak hanya seorang diri disini..."
Aku kebingungan, mencari sebuah jawaban
"...siapa sebenarnya gadis kecil itu?..."
Lalu aku bercermin, merapihkan wajah yang sedikit kusut karena lari-larian mencari gadis itu. Entah mengapa degupku terasa jauh lebih kencang dari biasanya. Aku menyadari sesuatu;
Gadis kecil itu sebenarnya adalah aku, gadis kecil itu lahir dari imajinasiku.
Kata-kata itu sebenarnya kata-kataku, nasehat itu sebenarnya memang untukku dan semangat itu sebenarnya berasal dari dalam diriku. Aku lah satu-satunya orang yang berhak menentukan, tetap jatuh atau berusaha bangkit lagi, melanjutkan mimpi atau mewujudkan mimpi.
Dan sejak hari itu...hidupku terasa jauh lebih bermakna...
#analogsemesta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H