Tak bisa dipungkiri hampir di setiap kota akan menghadapi masalah yang berhubungan dengan hunian penduduknya baik tentang pemukiman kumuh, rumah tak layak huni maupun rumah tidak sehat. Â Begitu juga dengan kabupaten Jember juga menghadapi permasalahan serupa. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember 2023, Jember memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.584.233 jiwa yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Jember dengan luas wilayah seluas 3.293,34 Km2. Jumlah ini tentunya mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah penduduk ini akan memiliki dampak negatif, diantaranya adalah peningkatan akan kebutuhan rumah hunian dan tingkat kemiskinan karena kebutuhan lapangan pekerjaan yang tidak terpenuhi. Adanya keterbatasan ekonomi dan keterbatasan lahan mengakibatkan masyarakat yang tidak mampu, membangun rumah di tempat yang sempit atau bahkan illegal. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan kawasan permukiman menjadi tidak terkendali sehingga mengakibatkan munculnya permukiman kumuh.
Suatu lingkungan hunian dapat dikatakan kumuh apabila memiliki karakteristik seperti berikut, yaitu kualitas bangunan tidak permanen (terbuat dari bahan-bahan yang mudah hancur) , memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan tidak teratur, berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peraturan peruntukkan ruang, memiliki ukuran unit rumah yang relatif kecil, ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana pendukung permukiman yang sangat terbatas (kondisi jalan, drainase, persampahan, dan lainnya), rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, tingkat kesejahteraan penduduknya yang tergolong menengah ke bawah, dan sebagainya. Pemukiman kumuh (slum area) yang menjadi salah satu permasalahan di Jember yaitu pemukiman yang ada di bantaran sungai Bedadung lebih tepatnya di sekitaran jembatan Gladak Kembar. Permukiman kawasan bantaran sungai Bedadung merupakan permukiman padat penduduk yang menempati lahan di tepi sungai dengan batas lahan yang semestinya tidak boleh didirikan bangunan. Adanya pemukiman tersebut menyebabkan terjadinya pengotoran sungai yang disebabkan oleh limbah rumah tangga. Selain itu, berbagai limbah lain, seperti saat penduduk buang air besar, buang air kecil, mandi, dan mencuci, bisa mencemari air sungai. Selain mengganggu keseimbangan dan mencemari lingkungan, permukiman kumuh di bantaran sungai juga mengancam faktor keselamatan, kenyamanan, dan bahkan kesehatan para penghuninya. Tidak hanya itu, pemukiman yang ada di bantaran sungai juga rentan bencana seperti banjir, kebakaran, atau pun penumpukan sampah, kerawanan sosial serta wabah penyakit. Sehingga hal ini merupakan permasalahan yang perlu ditangani oleh pemerintah kabupaten Jember.  Sesuai dengan Perpres Nomor 2 tahun 2015 tentang Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Perkotaan melalui penanganan kualitas lingkungan permukiman, yaitu peningkatan kualitas permukiman kumuh, pencegahan tumbuh kembang permukiman kumuh baru, dan penghidupan yang berkelanjutan maka pemerintah kabupaten Jember  sejak tahun 2016 menjalankan program Nasional yaitu  program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh). Tujuan umum program ini adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan dan mencegah timbulnya permukiman kumuh baru dalam rangka untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penataan kawasan kumuh yaitu penataan bangunan hunian di bantaran sungai dan mewujudkan sarana dan prasarana dasar seperti membangun fasilitas umum (MCK), pengelolaan sampah dan memperbaiki jalan untuk akses ke wilayah pemukiman.
Selain pemukiman kumuh, permasalahan Rumah Tidak Layak Huni juga mendapat perhatian khusus pemerintah kabupaten Jember. Rumah tidak layak huni (RTLH) di Jember masih cukup banyak maka pemerintah Kabupaten Jember melalui Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kabupaten Jember melaksanakan Program Rumah Tidak Layak Huni (PRTLH). Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (PRTLH) merupakan salah satu program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dengan cara merehabilitasi ataupun merenovasi rumah penduduk miskin atau kurang mampu dengan kondisi yang kurang layak digunakan sebagai hunian. Sasaran rehab RTLH adalah rumah penduduk miskin yang menempati lahan milik sendiri atau milik keluarga yang diizinkan untuk dibangun dan tanah yang digunakan tidak dalam sengketa, rumah tersebut juga berlantai tanah, pencahayaan ruang tidak ada, tidak ada sanitasi dan penghuninya berpenghasilan kurang dari Rp. 600 ribu. Diprioritaskan keluarga punya anak, karena di dalamnya ada anak-anak yang akan tumbuh. Untuk lansia, akan diberikan pilihan kamar layak huni atau rumah layak huni. Pembangunan rumah sehat ini dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Tetapi pemerintah tidak lepas tangan yaitu dengan menyediakan pendamping di lapangan, yang namanya tenaga fasilitator atau TFL. Tenaga fasilitator ini yang direkrut khusus sesuai kompetensinya. Mereka akan mendampingi keluarga penerima manfaat, baik secara teknis maupun administrasi. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan rumah tidak layak huni yakni aman, memenuhi syarat kesehatan, luas sesuai ketentuan yaitu sembilan meter persegi per penghuni.
Pada Tahun 2023 Pemerintah Kabupaten Jember mengalokasikan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebanyak 86 Unit dengan anggaran per unit rumah sebesar 30 juta rupiah. Anggaran tersebut bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) APBD Kabupaten Jember. Dalam merealisasikan program ini, bupati berupaya bakal menggandeng banyak stakeholder untuk menyukseskan program bedah rumah. Stakeholder memiliki peran yang sangat penting dalam keberlanjutan program RTLH. Program RTLH merupakan salah satu program prioritas Pemkab Jember. Program tersebut bertujuan mendongkrak tingkat kesejahteraan masyarakat Jember. Sehingga Pemkab berharap ke depannya tidak ada lagi rumah di Jember yang tidak layak huni.
Tidak hanya itu, pemerintah juga memberikan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2023. BSPS merupakan bantuan perbaikan rumah dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk pembangunan baru serta perbaikan kualitas rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini sedikit berbeda dengan Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (PRTLH) karena dalam BSPS tidak disertai biaya tukang dalam perbaikan rumah hanya diberikan biaya untuk membeli bahan bangunan saja. Program ini sudah dijalankan pada tahun sebelumnya, namun untuk tahun ini pelaksanaan BSPS di kabupaten Jember masih belum ada informasi lebih lanjut.
Permasalahan yang terjadi di masyarakat tidak hanya menjadi tanggung pemerintah saja tetapi juga menjadi tanggung jawab kita semua. Pemerintah dengan dukungan masyarakat perlu untuk terus mengembangkan strategi dalam rangka mengatasi masalah diatas. Sebab, tempat tinggal sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan. Ketika sudah memiliki rumah yang layak, kebutuhan yang lain akan bisa terpenuhi. Secara tidak langsung hal itu juga bisa mendongkrak perekonomian masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H