Akibatnya, bukan hanya kalangan selebritas saja yang pernah mengalami cyberbullying bahkan kasus cyberbullying juga dapat menimpa kalangan orang biasa, pelajar, atlet, politikus, bahkan institusi pemerintah.
Istilah bullying dalam Bahasa Indonesia dipadankan sebagai perundungan yang berasal dari kata rundung, yang berarti mengganggu, mengusik terus menerus, dan menyusahkan. Menurut Burgess-Proctor, Hinduja, dan Patchin, perundungan siber adalah perbuatan merugikan yang ditujukan kepada seseorang ataupun kepada suatu kelompok, dilakukan dengan sengaja serta berulang-ulang melalui komputer, telepon genggam, dan perangkat elektronik lainnya.Â
Perbuatan perundungan siber ini meliputi kegiatan mengirimkan pesan mengancam, menghina dan mempermalukan seseorang melalui pesan teks, email, kolom komentar, menyebarkan rumor bahkan sampai membuat video kebencian yang disebarkan di internet dengan tujuan menggiring orang lain untuk ikut membenci si korban.
Kebijakan Baru Pemerintah Jepang
Dilansir dari Bolastylo.com, penyeledikan yang dilakukan kepolisian Jepang atas kasus bunuh diri Hana Kimura memberikan fakta bahwa cyberbullying menjadi penyebab pegulat muda tersebut memilih untuk mengakhiri hidupnya. Akhirnya pada 17 Desember 2020, pria berusia 20-an dari Prefektur Osaka ditangkap karena diduga telah melakukan tindakan cyberbullying terhadap Hana Kimura.Â
Pria tersebut  menulis komentar jahat secara anonim dengan kalimat seperti "Hei kapan kamu akan mati?," komentar itu ia tulis dengan berulang-ulang di kolom komentar Twitter. Polisi mengatakan Hana menerima 300 pesan dari sekitar 200 akun yang berbeda, 300 pesan tersebut beisikan pesan kebencian disertai kata-kata yang mengintimidasi dan mengancam.
Berdasarkan kasus cyberbullying yang dialami oleh Hana Kimura membuat pemerintah Jepang melek terhadap bahayanya cyberbullying dan pada akhirnya membuat sebuah kebijakan baru.Â
Dilansir dari japanesestation.com, saat sidang parlemen yang digelar pada 4 Juni 2020, pemerintah Jepang sepakat dan menyetujui bahwa para korban cyberbullying memiliki hak untuk meminta bantuan kepada operator situs, sosial media, dan penyedia layanan internet untuk melacak dan mengungkapkan identitas seperti nama dan nomor telepon orang-orang yang telah membuat dia merasa terintimidasi karena sebuah tindakan perundungan siber.
Bukan hanya itu, pemerintah Jepang juga mengambil tindakan tegas dalam hukum. Mengikuti Korea Selatan, pemerintah Jepang berencana merancang dan menyusun undang-undang baru untuk menangai kasus cyberbullying. Sanae Takaichi selaku Menteri Komunikasi Jepang mengatakan bahwa undang-undang perlu diperbarui demi menyelamatkan para korban cyberbullying.
Pada undang-undang sebelumnya, pelapor kasus cyberbullying harus melalui 2 proses pengadilan yaitu pertama melawan operatir sosial media dan kedua adlah penyedia layanan internet agar bisa melacak dan mengidentifikasi pelaku tindakan cyberbullying tersebut. Kemudian, dengan rancangan undang-undang baru ini, para pelapor atau korban cukup mengikuti 1 prosedur pengadilan saja dan nantinya dibawah pengadilan akan diungkapkan informasi yang dibutuhkan.Â
Pemerintah Jepang berjanji akan mengambil tindakan tegas dan memita pertanggungjawaban terhadap akun-akun yang menyebarkan pesan kebencian, pesan mengancam, mengintimidasi, menyebarkan rumor dan berbagai bentuk kegiatan perundungan siber lainnya.