Idealisme dalam Pemikiran Politik
Idealisme pada umumnya menjadi landasan harapan masyarakat, utamanya bagi mereka yang menginginkan perubahan. Dalam konteks Pemilu 2024, idealisme tampak dalam aspirasi publik terhadap pemimpin yang tidak hanya berintegritas, melainkan juga memiliki visi untuk jangka panjang dalam mengatasi tantangan sosial dan ekonomi yang kompleks di Indonesia. Saat ini, umumnya generasi muda menjadi penggerak utama terhadap aspirasi ini. Generasi yang mendambakan pemimpin yang mampu mengatasi persoalan nyata, misalnya ketimpangan sosial, ekonomi, permasalahan lingkungan, dan kualitas pendidikan. Namun, sayangnya sejarah politik di Indonesia menunjukkan bahwa idealisme masyarakat seringkali benturan dengan realita. Janji-janji pada saat kampanye yang indah seringkali berujung menjadi retorika kosong setelah pemilu berakhir. Hal ini tentu mengecewakan publik dan memunculkan skeptisisme yang kian menggerogoti kepercayaan publik terhadap partai politik dan sistem demokrasi itu sendiri. Namun, apakah idealisme benar-benar utopis dalam politik? Idealnya, tidak. Idealisme justru perlu dilihat sebagai petunjuk moral yang menjaga agar politik tidak hanya menadi arena perebutan kekuasaan semata, namun juga sebagai alat untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama.
Realisme yang Menakar dalam Strategi dan Dinamika Pemilu
Realisme dalam politik mengajarkan kita untuk memandang dunia dengan apa adanya atau pada kenyataannya dan bukan seperti yang kita harapkan. Dalam Pemilu 2024, realisme terlihat dalam berbagai strategi kandidat yang berfokus pada pragmantisme. Narasi kampanye lebih sering diarahkan untuk menjawab isu-isu yang sedang banyak dibicarakan oleh publik, seperti politik identitas, pemberitaan palsu, dan polarisasi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa kandidat memahami pentingnya menyesuaikan pesan mereka dengan konteks masyarakat yang plural dan mudah terpecah belah. Dalam banyak kasus, kekuatan elit politik lebih mendikte arah pemilu daripada aspirasi rakyat. Fenomena ini menyebabkan pilihan masyarakat terasa sempit dan terkadang hanya menjadi formalitas tanpa esensi. Bahkan, isu populisme yang sering dibangun dalam kampanye sering menjadi alat untuk menarik simpati tanpa diiringi niat serius untuk merealisasikan janji tersebut. Maka, sejauh mana masyarakat mampu melihat di balik topeng populisme dan memilih berdasarkan kapabilitas sejati yang dimiliki kandidat?
Rekonsiliasi antara Idealisme dan Realisme
Pemilu 2024 menjadi momentum penting dalam menjembatani idealisme dan realisme politik di Indonesia. Di satu sisi, idealisme masyarakat harus tetap dijaga sebagai motivasi untuk mendorong perubahan. Namun, di sisi lain, realisme dibutuhkan agar harapan tersebut tidak menjadi sekedar mimpi tanpa pijakan. Masyarakat perlu didorong untuk lebih berpikir kritis dalam menilai kandidat, bukan lagi sekedar berdasarkan retorika, namun juga rekam jejak dan komitmen yang dibangun untuk isu-isu krusial. Sementara itu, partai politik harus memahami bahwa keberlanjutan demokrasi bergantung pada kemampuan mereka untuk merangkul aspirasi publik, bukan hanya melayani kepentinga sekelompok elit. Jika tidak, maka skeptisisme publik akan terus tumbuh dan legitimasi sistem demokrasi akan semakin tergerus. Maka, dalam menjembatani idealisme dan realisme, media dan pendidikan politik memiliki peran krusial. Media yang independen harus menjadi ruang untuk debat yang sehat, dengan memfasilitasi diskusi berdasarkan data, bukan sekedar opini atau sensasi. Pendidikan politik, baik melalui institusi formal maupun komunitas, perlu mengajarkan publik untuk memahami bahwa politik bukanlah arena yang sempurna. Maka, masyarakat dapat memahami bahwa meskipun idealisme penting, perubahan sering kali membutuhkan waktu, upaya, dan kompromi.
Kesimpulan
Pemilu 2024 mencerminkan adanya tarik menarik antara idealisme dan realisme dalam politik. Meskpun berbagai hambatan mengintai, masih ada harapan bahwa masyarakat dapat menjadi agen perubahan dengan memilih secara bijak. Masa depan demokrasi Indonesia bergantung pada kemampuan semua pihak, baik rakyat maupun elit politik, untuk belajar dari masa lalu dan melangkah maju dengan kepercayaan dan kesadaran. Masyarakat perlu didorong untuk tetap optimis namun realistis, sementara partai politik harus bertanggung jawab untuk memperkuat legitimasi demokrasi melalui kebijakan yang benar-benar menjawa kebutuhan rakyat. Dengan menjembatani idealisme dan realisme, Indonesia memiliki peluang besar untuk melangkah menuju politik yang lebih siap dan inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H