Mohon tunggu...
Raa Tyas Putri
Raa Tyas Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Hukum UT Makassar

Fiat justitia ruat coelum atau fiat justitia pereat mundus - sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

RUU PATP, Akankah Kebekuannya Pecah oleh Palu Keadilan?

28 Agustus 2024   14:06 Diperbarui: 28 Agustus 2024   14:35 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di tengah pusaran arus politik yang berputar tanpa henti, akankah RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini akan terbangun dari tidur lelapnya? Setelah sekian lama membeku dalam bayang-bayang ruang hampa kebijakan, mungkinkah angin perubahan dapat membangunkannya? Mungkinkah palu keadilan dapat memecahkan kebekuan sekaligus menjawab jeritan rakyat yang menanti dalam harap dan cemas seolah tenggelam dalam tanya : akankah kebekuan ini pecah oleh palu keadilan sehingga keadilan mampu menemukan jalannya kembali?

Masih segar dalam ingatan ketika massa bergolak karena masalah RUU Pilkada beberapa hari lalu. Dalam gaduh pesta demokrasi serta dinamika politik dan RUU di Indonesia yang kerap berubah-ubah, ada satu permasalahan yang seolah luput dan dibiarkan mengendap. Permasalahan tersebut adalah mengenai Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP), yang sejatinya telah disusun sejak tahun 2008 dan telah berhasil masuk ke dalam daftar Prolegnas Prioritas pada tahun 2023. Namun ironi bagi RUU yang digadang-gadang dapat menjadi senjata ampuh dan berpotensi mengembalikan triliunan rupiah yang merugikan negara malah terabaikan.

RUU Perampasan Aset Tindak Pidana sejatinya memiliki peran yang sangat krusial khususnya untuk menjerat para koruptor, karena dii dalam RUU ini mengatur tentang unexplained wealth. Apa itu unexplained wealth? Ini merupakan satu konsep yang merujuk pada kekayaan atau aset atas kepemilikan seseorang, tetapi tidak jelas asal-usulnya secara sah atau legal. 

Unexplained wealth menjadi konsep penting dalam RUU PATP ini, karena memungkinkan negara menuntut penjelasan atas asal-usul kekayaan yang dimiliki. Sehingga jika seseorang tidak mampu menjelaskan atau memberikan bukti sah mengenai kekayaan yang dimiliki olehnya, maka bisa dianggap sebagai tindakan ilegal atau bahkan tindak pidana seperti korupsi, money laundry (pencucian uang) atau kejahatan lainnya misal hasil pengedaran narkoba. Hal tersebut mengakibatkan negara memiliki hak untuk menyita aset orang tersebut tanpa melalui proses pidana.

Tanpa regulasi yang kuat, penegak hukum seringkali mengalami kesulitan dalam menindak tindak pidana yang merugikan kas negara. RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini juga merupakan salah satu upaya untuk menutup celah hukum yang sering dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan, terutama pelaku tindak pidana korupsi. Tentu saja kita tidak akan lupa kasus beberapa koruptor yang bisa memanfaatkan celah hukum dan pernah lolos dari jerat hukum.

Belum lama ini Indonesia pun kembali gempar dengan kasus mega korupsi 271 T oleh PT. Timah, yang melibatkan dua crazy rich Helena Lim dan suami dari artis Sandra Dewi yaitu Harvey Moeis. Hal ini menandakan jika banyak sekali kasus korupsi yang terjadi di negara kita. Para koruptor yang merajalela sibuk mengisi pundi-pundi emas mereka, sementara rakyat kecil menderita dipeluk oleh kemiskinan.

Begitu banyaknya kasus korupsi di Indonesia sehingga menempatkan negara ini berada di peringkat 65 terburuk soal korupsi dari 180 negara di dunia. Apakah koruptor akan terus dibiarkan merajalela? Sementara hukum yang telah berlaku bagi para koruptor seolah tidak pernah menghadirkan efek jera bagi mereka. Di sinilah pentingnya sebuah regulasi tegas untuk menindak para pelaku kejahatan yang merugikan kas negara yaitu pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.

Menimbang Kebaikan dan Risiko : Pro Kontra RUU Perampasan Aset Tindak Pidana

RUU PATP pertama kali digagas oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada tahun 2003 dengan mengadopsi The United Nations Against Corruption (UNCAC). Pro kontra pun mewarnai RUU ini sehingga tidak segera disahkan oleh DPR. 

Perjalanan RUU Perampasan Aset beberapa kali sempat masuk ke dalam Prolegnas yaitu periode 2005-2009 dan menjadi salah satu RUU prioritas pada tahun 2008 tetapi tidak diselesaikan, Kemudian nasibnya kemabli terkatung-katung setelah berhasil masuk kembali di Prolegnas 2010-2014, pada Prolegnas 2015-2019 RUU Perampasan Aset sekali lagi tidak disentuh dengan alasan tidak masuk daftar prioritas. RUU PATP kembali mangkrak setelah usulan untuk memasukkan RUU tersebut pada Prolegnas 2020 ditolak DPR. Presiden Joko Widodo kemudian mengirimkan Surat Presiden (Surpres) bernomor R-22/Pres/05/2023 pada 4 Mei 2023 ke DPR terkait pembahasan RUU PATP dan akhirnya RUU ini masuk ke Prolegnas 2023.

Dalam keterangan tertulisnya kepada parlementaria (7/5/2023), anggota komisi III DPR RI Taufik Basari menuturkan, "Saya khawatir perdebatan hukum yang terjadi malah dipolitisasi kembali, seolah-olah perdebatan yang nantinya terjadi karena adanya penolakan. Padahal semata hal tersebut adalah perdebatan hukum untuk memastikan UU tetap sesuai dengan prinsip-prinsip hukum."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun