Ketika maju periode ke-2, Ia sowan ke rumah ibu. Ibu yg sudah sepuh itu dengan suka cita membuatkan sendiri nasi goreng istimewa. Betapa seorang ibu turut bangga anak asuhnya yang digadang-gadang bisa membesarkan partai itu sukses di periode pertama dan siap membantu mensukseskan kedua-kalinya.
Sebagai layaknya ibu dan anak mereka makan bersama bahkan ketika Ia hendak 'tanduk (tambah nasi gorengnya) karena nikmat, ibu sendiri yang melayani dengan centong nasi goreng. Sebuah keakraban keluarga.
Ia sangat butuh peran ibu, ia pun memuji ibu  yg pinter masak. Dan mereka tertawa bersama. Dan tak terbayang. Sebuah kemeraan yang indah, dan bagi orang yang berbudi tentu akan slalu diingat.
Namun setahun sebelun akhir periode ke-2, ia lupa nasi goreng dan membalasnya dengan penghinaan pada ibu yang pinter masak itu.
Sebuah contoh orang tak tahu diuntung. Tak hanya  air susu diibalas tuba tetapi, memberi tuba juga kepada orang-orang yg menghormati ibu.
 Betapa ibu itu dihina sedemikian kejam. Tetapi ibu itu hanya diam.
(Rg Bagus Wasono, 4 Mei 2O24)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H