Mohon tunggu...
Rahuli Febrianda
Rahuli Febrianda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis novel Eskalasi dan Nathan Lika-liku hidup

Menuliskan apa yang sedang terpikirkan agar bisa bermanfaat bagi yang berjodoh.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Semua Berhak Bermuka Dua

11 September 2024   23:17 Diperbarui: 11 September 2024   23:25 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Semua berhak bermuka dua." Kedengarannya memang bertentangan, ya? Tapi, coba deh lihat di sekitar kita. Hampir semua orang yang kita temui punya dua sisi yang berbeda. Sering kali kita nggak sadar kalau kita sendiri pun mungkin begitu. Saat di rumah, kita bisa aja jadi sosok yang santai dan apa adanya, tapi ketika di luar, kita otomatis berubah sesuai situasi. Mau nggak mau, hidup memang menuntut kita untuk sedikit 'bermain peran'.

Nggak bisa dipungkiri, banyak orang yang menganggap sikap bermuka dua itu negatif. Padahal, sebenarnya nggak selalu gitu. Ada kalanya kita perlu menjaga sikap dan perilaku sesuai tempat dan keadaan. Misalnya, di depan atasan atau klien, tentu kita lebih berhati-hati dalam berbicara dan bertindak dibandingkan saat bersama sahabat. Itu hal yang wajar, dan bukan berarti kita nggak jujur, hanya saja kita beradaptasi.

Bermuka dua juga bisa dianggap sebagai mekanisme pertahanan diri. Kadang, kita nggak mau semua orang tahu sisi terdalam kita. Makanya, kita pakai 'topeng' untuk melindungi diri, biar nggak terlalu terbuka atau rentan di depan orang lain. Dalam dunia yang serba cepat menilai, kita belajar untuk mengendalikan apa yang ingin kita tunjukkan. Ada waktu dan tempat di mana kita bisa jadi diri sendiri, tapi ada juga momen di mana kita butuh menjaga citra.

Namun, meski punya dua sisi itu manusiawi, tetap penting untuk nggak melupakan siapa diri kita sebenarnya. Menyesuaikan diri dengan situasi boleh saja, tapi kalau terlalu sering, kita malah bisa kehilangan jati diri. Jadi, meski kita beradaptasi dengan lingkungan, jangan sampai lupa untuk tetap setia pada nilai-nilai yang kita pegang.

Memang, jarang banget ada orang yang benar-benar "apa adanya" di setiap situasi. Tapi, mungkin juga itu bukan hal yang buruk. Dengan sedikit fleksibilitas, kita bisa lebih mudah diterima dalam berbagai kelompok atau situasi. Yang penting, kita tahu kapan harus pakai 'topeng' dan kapan bisa menanggalkannya. Semua butuh keseimbangan, kan?

Pada akhirnya, jadi diri sendiri adalah kunci. Bermuka dua mungkin kadang perlu, tapi nggak boleh jadi kebiasaan. Sesekali, baik juga untuk lepas dari peran-peran yang kita ciptakan dan kembali ke esensi diri kita. Toh, jujur sama diri sendiri bikin hidup lebih ringan dan nggak bikin capek.

---

**Disclaimer:** Artikel ini ditulis hanya untuk tujuan refleksi pribadi dan tidak bermaksud menghakimi atau merendahkan siapa pun. Setiap orang memiliki hak untuk mengekspresikan diri sesuai dengan keadaan, dan artikel ini hanya berusaha memahami fenomena tersebut. Interpretasi setiap pembaca mungkin berbeda, dan itu sepenuhnya wajar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun