HYIP adalah singkatan dari high yield investment program. Menurut Wikipedia, program investasi ini adalah salah satu bentuk dari permainan skema ponzi yang mana imbalan investor yang lama diperoleh dari investasi investor yang baru. Dan intinya, bisnis adalah penipuan dengan iming-iming tingkat pengembalian yang tinggi secara terus-menerus tanpa henti--yang kenyataannya justru tidak demikian. Lalu, keadaan darurat HYIP seperti apa yang melanda negara kita? Pertama, kita harus ingat kembali bahwa HYIP bukanlah permainan baru di Indonesia. Yang tidak terlalu jauh di ingatan kita adalah Koperasi Langit Biru (KLB). Nilai penipuan dari KLB konon mencapai Rp.6.000 milyar atau Rp.6 trilyun. KompasCom melaporkan daftar HYIP yang telah memakan korban dan nilainya menurut perhitungan Kompas mencapai Rp.45 trilyun. Ingat itu baru dari HYIP yang telah roboh--termasuk VGMC, yang tidak diakui sebagai penipuan oleh dedengkot investor VGMC di Indonesia. Belasan atau puluhan HYIP lain sedang menunggu giliran memakan korban di Indonesia. Anda bisa periksa kaskus untuk melihat sebagian kecil mereka. Saya menyebut bahwa kita berada dalam keadaan darurat karena negara sangat lemah dalam hal ini. Tengok saja ke belakang. Ambil KLB atau ECMC sebagai contoh. Apakah ada penyelesaian? Lebih awal lagi, apakah ada perlindungan kepada warga negara dari penipuan seperti ini? Selama tahun 2012, ambil contoh VGMC. Mereka menyelenggarakan 13 kali galadiner untuk menjaring investor baru. Pernahkah ada perhatian pemerintah ke acara-acara tersebut? Misalnya, pernahkah pemerintah turun memeriksa apakah para orang asing yang datang, mempromosikan HYIP VGMC, dan membagi-bagikan "hadiah" adalah orang-orang yang mematuhi peraturan keimigrasian? Jawabannya jelas sekali tidak ada. Pemerintah, misalnya, kepolisian baru bertindak setelah ada laporan. Jika tidak ada laporan, pemerintah diam saja. Satgas Waspada Investasi sama halnya dalam hal ini. Mereka memang telah memberikan peringatan, namun tidak mangkus di lapangan! Buktinya? Silakan periksa bagaimana VGMC dengan lantang berkoar-koar di jaringan Jawa Pos tanpa ada penghalang. Bahkan BEI dan Bapepam-LK sendiri diam saja ketika VGMC mengklaim bahwa bulan November 2012 lalu mereka akan terdaftar di BEI atau lihat gambar di bawah. [caption id="" align="alignnone" width="960" caption="Dokumen pribadi"][/caption] Sekali lagi, negara sama-sekali tidak eksis dalam mendidik dan melindungi warga negara dari kehilangan uang mereka. Perlindungan dari penipuan HYIP ini sama pentingnya dengan perlindungan yang diberikan oleh negara dari kemalangan lain seperti pencurian barang, perampokan rumah, bank, toko, dll. Inti kejahatannya sama: pencurian properti pribadi. Namun, mengapa negara harus menunggu hingga korban datang? Bukankah jika polisi melihat seseorang dicopet di tengah keramaian, ia wajib menangkap pencopet walau korban tidak tahu ia telah dirampok? Media sendiri harus saya kritik pula karena tidak sepenuhnya memberi perhatian. Hanya satu media yang cukup memberi perhatian, yaitu Kontan. Dalam kasus VGMC, pemberitaan Kontan pada 1 Februari 2013 adalah pemberitaan kedua mereka setelah yang pertama tanggal 3 Januari 2013. Kompas sendiri baru menurunkan berita tentang VGMC hari ini, menumpang pada berita GTIS dan Raihan Jewellery--dan berita "dipinjam" dari Kontan sendiri. Bandingkan dengan kesimaharajalelaan VGMC menguasai media seperti yang saya sampaikan di atas. Saya pribadi berburuk sangka bahwa Kompas bersedia terjun menurunkan berita tentang VGMC karena muatan politis dari kasus GTIS yang membawa-bawa nama Marzuki Alie dan MUI. Berita GTIS bahkan ada di halaman 1 Kompas edisi 1 Maret 2013. [caption id="attachment_230177" align="aligncenter" width="720" caption="Kompas 1 Maret 2013, h. 1. Dokumen pribadi"][/caption] Dengan semua kasus yang ada, pertanyaan yang menarik adalah berapa kerugian yang diderita oleh para investor? Data KompasCom menunjukkan bahwa nilai uang yang telah macet (tersangkut) mencapai Rp. 45 trilyun. Angka ini belum memasukkan nilai dari GTIS. Selain itu, data Kontan yang dikutip Kompas tentang nilai uang yang dikeruk VGMC (Rp.500 milyar) jauh lebih rendah daripada yang diklaim dihimpun dari kabupaten Pelalawan Riau sendiri yang mencapai Rp.645 milyar. Artinya, kalau KLB yang hanya lokal saja menghimpun dana Rp.6 T, maka VGMC yang nasional (bahkan berbasis di luar negeri) bisa juwaauh lebih tinggi lagi. Mari kita berandai-anda bahwa total uang yang berhasil dihimpun oleh semua bisnis HYIP terakhir seperti yang dihimpun Kompas, setelah menaksir kerugian GTIS sekitar Rp.10 T dan VGMC juga sebesar itu, maka total dana yang dihimpun dari masyarakat mencapai Rp.65 T. Angka yang luar biasa untuk sebuah pencurian uang rakyat secara terang-terangan tanpa sedetikpun mendapat perhatian serius dari pemerintah. Bandingkan dengan perhatian pada kasus Hambalang (Rp.2,5 trilyun) dan Century (Rp.6,7 trilyun). Kedua korupsi uang rakyat itu hanya sekitar 10% dari uang rakyat yang hilang dari bisnis HYIP. Berapa sebenarnya kerugian masyarakat dari bisnis ini? Benarkah Rp.65 T itu juga adalah kerugian rakyat? Pertama, pencuri pasti ingin menguasai semua uang yang ingin dicurinya. Walaupun ia tidak mengambil seluruhnya, hanya sebagian kecil yang akan disisakan bagi pemain HYIP. Sebuah riset memprediksi bahwa untuk skema piramida tanpa produk yang diperjualbelikan, 90,4% orang kehilangan uang mereka; sementara untuk skema piramida berbasis produk 99,88% kehilangan uang mereka. Mari kita berasumsi bahwa yang dimaksud oleh peneliti itu adalah nilai uang, bukan personalnya. Dengan asumsi itu, maka uang rakyat yang hilang dari HYIP yang disebutkan Kompas di atas (termasuk estimasi GTIS dan VGMC-sesuaian) adalah 90,4% x Rp.65 trilyun = Rp.58,75 trilyun! Para investor yang kehilangan uangnya dari bisnis patut untuk merasa iri pada upaya yang dilakukan oleh pemerintah menyelamatkan uang negara melalui KPK. Menurut laporan KPK, sejak 2003 KPK berhasil menyelamatkan uang negara Rp.152 trilyun; investor patut merasa iri dan marah pada perhatian yang besar yang diberikan oleh negara dan media kepada kasus Hambalang yang "hanya" bernilai Rp.2,5 trilyun; investor patut merasa iri pada kemampuan negara mengembalikan uang rakyat ke kas negara, sementara uang mereka, investor, hilang lebih banyak, di depan mata para penegak hukum yang diam menunggu, dan tidak akan pernah bisa mereka dapatkan lagi. Uang rakyat yang bisa diselamatkan negara dari pencurian HYIP: NOL RUPIAH! Jangankan untuk membantu mengembalikan uang rakyat, menghalangi dari kehilangan pun tidak. Negara dalam keadaan darurat HYIP? Anda yang menafsirkan. Nusantara, 1 Maret 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H