Mohon tunggu...
reza rachmat ramadhan
reza rachmat ramadhan Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu politik UIN jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Masih Belum Ideal?

3 Oktober 2013   22:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:02 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus penetapan akil mochtar sebagai tersangka suap terkait sengketa pilkada di gunung mas Kalimantan membuat kaget beberapa pihak yang melihatnya, kasus ini menandakan titik paling bawah kekacauan institusi di Indonesia. Pasca reformasi dimana keran demokrasi serta peran sipil kembali eksis di permukaan pemerintah ternyata sering di terjal batu kerikil tajam, mulai dari kasus century, korupsi hambalang kemudian kasus suap kuota impor daging sapi yang harus menyeret partai keadilan sejahtera ke dalam kasus pidana menandakan bahwa lemahnya institusi kita blm lagi hukuman yang terlalu ringan bagi para pelaku. Masih banyak kasus lagi terkait gelombang kebebasan yang era reformasi ini, blm lagi kasus perihal konflik suku, agama serta pilkada yang masih terus terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Negara Indonesia memang tidak pernah belajar dari pengalaman. Era demokrasi parlementer pada tahun 1955 – 1959 terjadi kekacauan di dalam parlemen sehingga pembangunan negeri ini tidak maju era itu karena terjadi stagnasi dalam parlemen. Demokrasi memang terjadi kebebasan berserikat, kebebasan pers, bebas berpendapat namun untuk pembangunan di Negara yang belum rata masalah pendidikan, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat rasanya sulit untuk negeri ini hidup di alam demokasi. Karena alam demokrasi di Indonesia selalu menghadirkan suasana konflik dan tidak jarang konflik ini terus memakan korban jiwa. Padahal sebetulnya menurut saya yang penting ialah stabilisasi, baik di bidang ekonomi maupun politik tidak masalah apapun bentuk ideologinya. Dalam kekacauan parlemen di Indonesia ini ternyata makin di perburuk karena tidak adanya tindak tegas yang di lakukan presiden sby, seharusnya ketika terjadi kekacauan di institusi presiden bisa menghegemoni pemerintahan atau mengambil alih pemerintahan guna mencapai stabilitas politik negeri ini. Apalagi seharusnya ketika korupsi sudah mengakar sampai ke ranah mahkamah konstitusi dimana lembaga ini merupaka lembaga hukum tertinggi di Negara ini, besar kemungkinan dan tidak mungkin lembaga hukum lainnya seperti MA (mahkamah agung) (tipikor) tindak pidana korupsi bisa terlibat kasus yang sama, apalagi bukan rahasia umum lagi bahwa hukuman para koruptor di Negara ini sangat kecil di banding dengan tuntutan jaksa. Yang saya harapkan dari kasus yang melibatkan pihak sipil di Negara ini semoga menjadi pembelajaran dalam melengkapi hakikat demokrasi yang sesungguhnya dan seadil adilnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun