Berbincang mengenai jawa pos, tidak akan terlepas dari sosok Dahlan Iskan. Siapa yang tak kenal Dahlan Iskan?. Sosok Dahlan Iskan sudah tidak asing lagi khususnya di kalangan mahasiswa. Track Record yang cukup baik khusunya dalam menggiring Jawa Pos hingga menjadi surat kabar tebesar di Indonesia.
Jawa Pos sendiri pada awalnya dimiliki oleh The Chung Shen pada 1 julli 1949. Shen begitulah sapaan akrabnya, begitu giat merintis harian Jawa Pos ini. Namun, karena tidak ada yang bisa meneruskan kepemimpinan Shen di jawa pos, akhirnya Shen beserta keluarga memilih untuk menjual jawa pos. Anak-anak Shen yang saat itu masih berkuliah di inggris memilih menetap dan berkarir di inggris. Pada tahun 1982 akhirnya shen menjual jawa pos kepada sesama pengusaha media, Eric Samola.
Eric Samola menunjuk Dahlan Iskan untuk memimpin Jawa Pos yang saat itu dalam kondisi kritis. Akibat persaingan yang tinggi, oplah Jawa Pos hanya 6000 eksemplar saja sehari. Jauh di bawah oplah normal saat itu yang harusnya mencapai puluhan ribu eksemplar. Namun, berkat kerja keras dan strategi yang digunakan, Dahlan iskan mampu menaikan oplahnya hingga 300.000 eksemplar sehari selama 5 tahun.
Dahlan Iskan mengubah system kerja Wartawan jawa pos yang tadinya hanya menantikan siaran atau undangan pertemuan pes, diubahnya menjadi system mengejar dan menggali berita. Dahlan juga memutuskan untuk membuat jalur pemasaran sendiri bersama isterinya. Nafsiah yang rajin mencari langganan. Bersama keluarga karyawan Jawa Pos saat itu juga ikut memasarkan jawa pos.
Dahlan menyuruh keluarga karyawan untuk ikut memasarkan Jawa Pos, juga merekrut anak-anak sekolah menjajakan Jawa Pos di jalan-jalan dengan imbalan akan menanggung biaya sekolah anak-anak itu. Setelah suskes di Jawa Timur akhirnya jawa pos menyebar hingga ke seluruh nusantara. Pangsa pasar Jawa Pos kini sudah melebihi media nasional lainnya seperti Kompas.
Sejak tahun 2005 Jawa Pos resmi dipimpin oleh Azrul Ananda yang merupakan putera dari Dahlan Iskan. Kemunculan Azrul di Jawa Pos menuai bebagai tanggapan. Ada yang pro dan ada yang kontra. Azrul yang sebelumnya mengisi rubrik anak-anak muda dianggap tidak akan mampu menyaingi ayahnya dan membuat Jawa Pos menjadi lebih baik seperti saat di pimpin Dahlan Iskan.
Azrul baru saja menyellesaikan kuliah manajemen di amerika serikat, budaya luar yang dibawa azrul inilah yang dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi jawa pos. Jawa Pos yang sudah tidak lagi mencerminkan buadaya jawa dikhawatirkan akan semakin tergeser arus budaya asing.
Masuknya Azrul ke jawa pos memang membawa perubahan besar. Perkembangan jawa pos semakin terlihat yang dulunya hanya berorientasi pada nilai-nilai jurnalisme intelektual saja, kini semakin terpolarisasi dengan masuknya budaya luar atau dikenal dengan pola jurnalisme euphoria. Hingga kini Jawa Pos dikomsumsi oleh banyak kalangan dari middle low ke middle up, bahkan kalangan mahasiswa turut menggemari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H