Mohon tunggu...
Reztya Ridwan
Reztya Ridwan Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Keluarga

2 Oktober 2013   08:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:07 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Anak merupakan anugerah terindah bagi setiap pasangan suami isteri. Kehadiran seorang anak biasanya sangat dinantikan dan kerap dijadikan tumpuan harapan setiap orangtua. Namun tidak sedikit kelahiran seorang anak itu justru menjadi batu sandungan bagi sebagian orang. Mereka yang tidak mengharapkan kehadiran seorang anak bukan hanya meraka yang melakukan hubungan diluar nikah lalu hamil. Bisa jadi mereka yang justru menikah secara sah namun merasa belum ingin memiliki anak karena terlalu sibuk dan fokus pada pekerjaan. Orang yang sering di sebut workaholic ini menjadikan pekerjaannya sebagai prioritas utama dan menomorduakan keluarga. Adapun kasus lain mengenai workaholic yang memiliki anak mereka tidak mampu mempertahankan kekokohan berumah tangga hingga pada akhirnya anaknyalah yang menjadi korban.

Di sisi lain, ada juga sebagian orang yang justru sukses dalam pekerjaan dan keluarganya. Mereka adalah orang-orang yang mampu membagi waktunya dengan baik antara pekerjaan dan keluarga terutama dalam mendidik anak. Seorang ibu memang idealnya tinggal di rumah sepenuhnya untuk mengawasi dan mendidik anaknya, namun, tidak salah juga jika seorang wanita juga ingin berkarir. Menjadi wanita karir? Tidak ada salahnya selagi masih dalam batasan tertentu dan tidak berlebihan apalagi sampai mengabaikan anak. Setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan fase golden age yang tidak boleh di lalaikan oleh setiap orangtua. Pasangan suami isteri sudah seharusnya sinkron dan saling berkejasama dalam mendidik anak. Misalnya, seorang ibu yang berprofesi sebagai dokter masih bisa mendidik anaknya tanpa harus mengabaikan pekerjaannya. Si ibu bisa saja membuka praktek di rumahnya, dengan begitu si ibu selain bisa bekerja, juga bisa tetap memprioritaskan waktu untuk anaknya.

Quality time, itu penting bagi setiap pasangan orangtua yang sibuk bekerja. Seorang ayah pun harus memiliki prioritas waktu untuk keluarga khususnya anak. Misalnya, seorang ayah yang memiliki perkerjaan yang banyak menyita waktu, Haruslah meluangkan waktunya satu atau dua hari dalam seminggu dimana dia bisa berkumpul, bercengkrama dan berlibur bersama anak dan isterinya. Quality time biasanya menjadi momoen yang paling di tunggu-tunggu bagi setiap keluarga. Quality time ini haruslah di jaga dan terus di pertahankan agara komunikasi dalam keluarga berjalan dengan baik. Pasangan orangtua seperti ini idealnya dapat menjadi panutan bagi pasangan orangtua muda yang baru mengarungi bahtera rumah tangga.

Seorang manusia terlahir kedunia dalam keadaan suci, tidak mengerti dan mengenal suatu apapun termasuk orangtuanya. Seorang anak akan tumbuh menjadi cerdas, percaya diri, berprestasi, ceria dan mudah bergaul atau menjadi seorang yang introvert, tidakpercaya diri, kurang berprestasi di kelas dan tidak mudah bergaul. Semua itu tergantung dari polah didik dan pola asuh orangtuanya. Pendidikan orangtua merupakan faktor utama dalam tumbuh kembang seorang anak. Seseorang dengan berpendidikan baik dan berasal dari keluarga dengan pola asuh baik,dapat dipastikan juga akan menerapkan pola asuh yang baik untuk ananknya kelak. Namun sebaliknya seseorang yang berpendidikan rendah, berasal dari keluarga yang broken home, yang melakukan pernikahan dini, dan kurangnya pengalaman. Orang seperti itu dapat dipastikan akan kewalahan dalam mendidik anaknya kelak.

Dalam mendidik anak, orang tua tidak boleh sembarangan menerapkan pola asuh. Tidak sedikit para orang tua yang baru pertamakali memiliki anak, dalam memperlakukan anaknya tidak menggunakan pertimbangan. Sebagai contoh seorang ibu yang sedang mengobrol asik dengan temannya tiba-tiba anaknya yang berusia balita merengek kepadanya dan meminta uang jajan, karena sang ibu tidak ingin terganggu dengan rengekan anaknya maka dia dengan begitu saja memberikan uang kepada anaknya setiap kali anaknya meminta jajan. Walhasil saat dewasa nanti si anak ini akan kurang peka terhadap lingkungan sekitarnya. Dia merasa apa yang dia butuhkan pastilah diberikan oleh ibunya jadi dia tidak usah bersusah payah memikirkan sulitnya mendapatkan uang. Di saat seperti ini jika suatu ketika si anak harus dihadapkan pada pergaulan sekolah umum dimana teman-temannya datang dari berbagai kalangan. Dapat dipastikan anak ini akan lebih apatis dibandingkan temannya yang sedari kecil diajarkan untuk menghargai uang dan diajarkan bagaimana susahnya orangtua mencari uang.

Pemberian reward and punishment juga dapat diterapkan dalam mendidik anak. Dengan begitu si anak akan lebih bertanggungjawab dan konsekuen dalam bertindak. Namun dalam melakukan punishment baiknya diberikan hukuman yang sifatnya mendidik dan jangan yang melibatkan aktivitas fisik berlebihan. Contohnya dalam suatu sekolah salah satu siswa datang terlambat,sebagai guru baiknya tidak memberikan hukuman seperti di jemur di lapangan atau berdiri di depan kelas di hadapan teman-temannya, karena nantinya akan membuat siswa yang di hukum merasa dipermalukan dan merasa rendah diri. Baiknya punishment ini diberikan dengan cara memberikan pelajaran tambahan untuk siswa yang datang terlambat agar juga menambah kemampuan belajar siswa itu. Reward yang diberikan juga baiknya yang bersifat mendidik dan memicu siswa untuk bersaing secara sehat. Contohnya dalam suatu keluarga, orang tua membuat peraturan bagi anak-anaknya yang rajin belajar dan berprestasi akan di berikan hadiah setiap akhir semester.

Pola asuh yang buruk pada anak dapat mempengaruhi perkembangan anak pada masa remaja hingga dewasa. Jika sejak kecil seorang anak dididik dengan pola otoriter. Dimana orangtua lah yang berkuasa atas segala hal yang dilakukan anaknya tanpa terlebih dahulu mendiskusikannya dengan si anak. Maka dapat di pastikan anak itu akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri, takut untuk mencoba sesuatu yang baru, dan minder. Jika seorang anak sudah memiliki kecenderungan seperti itu maka akan sulit baginya untuk bergaul di lingkungan teman-teman sebayanya.

Keluarga merupakan tempat dimana seseorang mulai membentuk dan menemukan karakter dirinya. Dalam sebuah keluarga seorang anak memerlukan peranan orangtua dalam setiap fase perkembangan fisik dan psikisnya. Mulai dari masa prenatal sejak dalam kandungan, usia pra sekolah, usia sekolah dasar, remaja, dan dewasa, Orang tua menjadi tumpuan seorang anak yang dapat mengarahkan perkembangannya. Sejak masa prenatal atau masa sebelum kelahiran secara psikologis seorang anak sudah mulai bisa diarahkan.

Seorang ibu yang sejak mengandung tidak menanamkan pola hidup sehat maka akan berakibat pada pertumbuhan fisik anaknya kelak setelah dilahirkan. Bisa jadi anaknya mengalami kelainan seperti terlahir sangat kecil bahkan terlahir cacat, karena sang ibu saat mengandung tidak pernah mengkonsumsi vitamin dan makanan yang menyehatkan. Kemudian jika pada masa kehamilan seorang ibu rajin mengkonsusmsi makanan sehat, rajin memperdengarkan musik klasik melalui earphone dan melakukan olahraga ibu hamil secara teratur, makan dapat dipastikan anaknya kelak akan tumbuh menjadi anak yang tidak hanya sehat tapi juga cerdas. Karena menurut para ahli, dengan sering memperdengarkan musik klasik pada saat bayi di dalam kandungan maka akan meningkatkan kecerdasan otak si jabang bayi. Karena musik klasik sendiri dapat memberikan ketenangan bagi pendengarnya.

NB: Tulisan ini pernah dimuat di www.reztyahanami.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun