Ketika duduk di bangku kelas dua SMP Muhamaddiyah 3, ia mendapat cobaan. Tepatnya 7 Juli 1965, sang ayah yang tergabung dalam Laskar Rakyat menghembuskan napas terakhir karena infeksi kaki yang didapatkannya ketika bergerilya di Karawang, Jawa Barat.
Sang ayah mewariskan alat-alat percetakan yang harus diteruskannya. Namun, persaingan yang ketat membuat percetakannya kurang mendapatkan order, sehingga mau tidak mau, harus mencari usaha lain yang mendukung pendapatan yang meningkatkan taraf hidup keluarga.
Ia melihat peluang itu, usaha sembako mulai diliriknya. Terutama telur ayam, meski dengan hati-hati menjalani usaha barunya, ia bertekad dengan kerja keras akan berhasil.
Nara kecil seringkali menahan rasa kantuk demi mengantri pembelian telur di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Sebagian waktu bermain dimanfaatkannya untuk membantu perekonomian keluarga yang terkadang tidak mencukupi. Keramahan dan selalu menepati janji membuatnya dipercaya oleh distributortelur di Pasar Senen tersebut.
Perkenalan dengan distributor telur terbesar di Jakarta, dimulainya dengan membeli sedikit telur namun ia tidak sungkan untuk membayarnya tepat waktu. Karena itu pula, ia dipercaya untuk membeli berpeti-peti telur dengan bayaran yang boleh diundur menjadi dua minggu kemudian. Ketelitian dalam mendapatkan kualitas telur yang baik pun dipelajari.
Kepuasan pembeli selalu menjadi prioritas. Kepercayaan orang lain terhadapnya tidak bisa dinilai dengan uang. Distributor telur serta pelanggan tetap yang sering membeli telur menuntutnya untuk menjadi pembeli sekaligus penjual professional.
Kedisiplinan dan kegigihan berpacu dalam waktu ketika ia masih berdagang telur, ia terapkan juga terhadap keinginannya yang lain. Keinginan besar yang juga merupakan cita-cita sang ayah, mengabdi kepada bangsa dan negara.
Kedisiplinan dan kegigihan membentuk sebuah keinginan yang besar. keinginan tersebut membimbingnya hingga mengikuti kursus dasar kecabangan teknik elektro di Pusat Pendidikan Perhubungan TNI AD, setelah diwisuda tahun 1973. Di saat itu pula, untuk pertama kalinya ia belajar sandi dan menjadi siswa terbaik hingga menyandang gelar Ahli Sandi Tingkat Tiga.
Kepandaiannya dalam bidang sandi sempat menjadi rebutan perwira tinggi TNI AD di kala itu. Setelah mengabdi selama 34 tahun, Nara mengakhiri karirnya sebagai perwira intelijen dengan keahlian utama di bidang persandian pada 2008.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nachrowi_Ramli
Ia adalah satu dari sedikit putra Betawi yang berhasil menjadi Jenderal TNI AD dan perwira teknik elektro. MAYOR JENDERAL (PURNAWIRAWAN) HAJI NACHROWI RAMLI, SE, anak Betawi yang diharapkan mampu menata tanah kelahirannya menjadi lebih baik. Mendampingi DR. ING. H. FAUZI BOWO yang sangat berpengalaman dengan masalah ibukota. Adanya sinergi antara Foke dan Nara menjadikan Jakarta lebih baik menyongsong masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H