Mohon tunggu...
Andi REzky Restu Rakasi
Andi REzky Restu Rakasi Mohon Tunggu... -

Hidup ini penuh tantangan... untuk yang terjatuh maka wajib hukumnya untuk bangkit..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

KARTINI DIHATIKU

22 April 2011   22:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:31 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

21 April 2011…

Tiba-tiba mengingatkanku sangat jauh. “Kartini-kartini milikku”.

Kartini yang pertama adalah Sri Astuty. Tepat 30 Juni 1989 dia memberikan ruang untuk bermanja dibelaiannya. Sebuah kisah panjang atas perjuangan membesarkanku dalam hidupnya. Seorang gadis biasa dari keluarga sederhana dengan 5 orang adik. Bila makanan pokok utama adalah nasi, namun kartini satu ini harus memasak makanan pokok berupa ubi (singkong) sebaskom dicampur dengan segenggam beras untuk dijadikan makanan pokok sekeluarga. Mengurus adik-adiknya sebelum berangkat ke sekolah, mengambil kayu bakar dengan memanjat ranting-ranting pohon kering, memanggul sayur mayur dari hasil kebun yang lebih tepat disebut gunung.

Impian kecilnya sangat sederhana kawan, hanya ingin makan nasi seutuhnya bersama lima orang adik yang dicintainya. Tak pernah bermimpi terlalu tinggi untuk dirinya, tapi beruntung ayahnya adalah seorang guru dengan gaji Rp 250 yang tak pernah cukup membiayai anak-anaknya. Guru nan bijak ini selalu bercerita tentang indahnya mengecap pendidikan. Buku adalah sahabat sejati miliknya, yang kemudian diwariskan pada anak, dan aku..cucu pertamanya.

Ibu dari kartiniku ini adalah symbol kekokohan sejati. Tidak berpendidikan seperti suaminya, ia hanya lulusan SR (Sekolah Rakyat), yang hanya pandai sebatas membaca dan menulis. Tapi alam kampung yang diselaputi pegunungan yang terjal dengan bebatuan, sehingga tak heran sangat sulit menemukan gadis berbetis indah di desa ini. Kekokohan gunungnya mencerminkan betapa keras sebuah perjuangan hidup yang harus mereka lalui. Bila lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang datar sangat mudah diolah, maka tidak demikian dengan kampung mereka. Kebun itu adalah gunung dengan bebatuan yang kokoh. Ia meneguhkan hati putri pertamanya ini agar dapat mengecap bangku kuliah seperti yang banyak dielu-elukan orang kala itu.

Meski harus menghemat pengeluaran, makan nasi singkong, dan ibunya yang setiap hari harus bangun jam 2 dini hari membuat adonan kue apam untuk dijual esok pagi demi kuliah putrinya. Kartiniku ini selalu bersemangat, meski harus menumpang di rumah keluarga, teman dan sanak saudara di Makassar demi studinya, demi harapan orang-orang yang menantinya dipenghujung. Subuh hari harus bangun memasak untuk pekerja, membersihkan rumah dan makanan yang dijatah tidak sesuai porsi perutnya yang bekerja. Resep yang paling manjur adalah “minum sebanyak-banyaknya” bila perutmu keroncongan, karena hanya air putih yang gratis. Harus rela berangkat kuliah dengan wajah kuyu karena sudah dikuras sejak dirumah. Kehidupan indekostnya juga hampir sama. Telur digoreng sangat tipis hingga bisa dimakan 2 kali sehari, membuat tumis Lombok yang pedasnya minta ampun agar cepat merasa kenyang.

Tapi jodoh berkata lain, di tingkat III perkuliahanna dia bertemu pasangan hidup. Pernikahan yang tidak direstui oleh orang tua Kartiniku. Meski demikian satu janji pada orang tua yang tak pernah dilupakannya sebelum berangkat ke Makassar “aku akan menjadi seorang sarjana yang kalian banggakan.”  Hidup adalah pilihan dan hari itu ia telah memilih jalan hidupnya.

Tiga bulan setelah menikah, aku hadir sebagai janin dalam tubuhnya, dia kembali dari Manado, kemudian melanjutkan kuliah.  Tak terbayang harus ketinggalan banyak mata kuliah, kuliah dengan wajah-wajah baru, adaptasi baru, mengikuti kuliah saat sedang hamil 8 bulan, melahirkan kemudian sehari setelah kelahiran meninggalkan rumah sakit hanya untuk mengikuti ujian kewiraan. Mengikatku dengan dot dikamar agar dia bisa berangkat kuliah, bahkan sesekali membawaku ketempat kuliah bila kepepet.

Suatu hari kami berjalan bersama melintasi kampusnya, sambil merangkulku. Saat itu aku masih duduk di bangku kelas 3 SMA, dia berkata “kurang lebih 22 tahun yang lalu mama kuliah di sini, membawamu ke kampus saat tak ada yang menemanimu di rumah. Kamu telah ada di sini jauh-jauh hari sebelumnya nak, jadi kamu harus bisa berada di sini. Bila mama hanya lulus pada pilihan ke-2 maka kamu harus menempatkan dirimu pada pilihanmu yang pertama. Prestasi kuliah mama tidaklah seberapa, tapi pendalaman praktik atas ilmuku tidak pernah dinampikkan oleh kawan-kawanku yang menuang ilmu di sini. KEJARLAH DAN KALAHKAN AKU, JUGA AYAHMU dengan segudang pengalamannya!!  Saat itulah kamu baru dinilai berhasil”

Mengikuti KKN saat tengah hamil 9 bulan. Walhasil, melahirkan anak ke 2 di lokasi KKN. Dimaki-maki dosen karena selalu cuti melahirkan. Yudisium saat hamil 7 bulan anak ke 3 dengan membawa aqua 1 liter disampingnya, sehingga harus minum setiap ada pertanyaan, akibat tegang dan dehidrasi. Akhirnya hari itu tiba, WISUDA,,, nenek dan kakekku datang mendekap anaknya yang kala itu mengenakan toga dan mengandung 9 bulan anak ke-3. Ir. Sri Astuti dengan masa studi 9 tahun, sekian bulan, seorang sarjana dari desa nan jauh di sana. Seorang pemilik usaha mandiri, seperti bidang ilmunya “produksi ternak” yang didirikan bersama suaminya dengan modal memaksa suaminya pensiun agar menerima uang sangun untuk mulai usaha. Janji itu telah ditunaikannya dengan susah payah kawan. Kalimat yang diucapkan Dekan saat malam ramah tamah “mungkin kuliahnya sangat lama, tapi ada kesuksesan lain yang dimilikinya”…

semester 6 lalu, ia mengajakku ke fakultasnya. Menggiringku ke lab (kandang-kandang hewan di belakang kampuz). Menggembalakan kambing, sapi, ayam, bebek. mencari rumput gajah untuk pakan. "inilah kuliah mama dulu' ... aku tertegun, malu pada diri sendiri. Selalu bangga dengan Kartini yang kuliah 9 Tahun tapi masih selalu diundang ke kampus sebagai narasumber dibidangnya, yang dipercaya melakukan penelitian pada ilmu yang ditekuninya, Yang 2010 lalu diberi kehormatan sebagai profil alumni teladan.

LUPH U MOM..Aku selalu memeluk impianmu,,,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun