Tuhan tahu tapi menunggu (Andrea Hirata)
Sebuah kalimat sederhana, juga sebuah indikasi dari keyakinan akan adanya sang Pencipta. Sebagai yang mengatakan dirinya ber-Tuhan, maka sejauh itu pula mereka akan merasakan Tuhan ada di hatinya. Meskipun hati itu telah berubah menjadi gelap gulita.
Di dalam diri manusia penuh dengan rasa cinta
Kepada harta, tahta dan manusia (Snada)
Itulah sepenggal bait nasyid yang tidak sengaja mengalun dari mobile phoneku di tengah malam saat mataku sedang tak mampu terpejam. Tiba-tiba dirundung rindu, tiba-tiba tenggelam dalam sebuah refleksi yang panjang.
Inilah aku sebagai orang yang ber-Tuhan, mungkin berbeda pikirannya dengan yang tidak bertuhan. Gersangnya sebuah hati bukan karena masalah yang hilir mudik datang, tapi karena ‘lupa sentuhan tangan Tuhan’ di hati yang rapuh. Tidak ada kesejatian, juga tidak pantas menduakan bahkan mengubah posisi Tuhan di hati dengan harta juga manusia, karena semuanya hanya ciptaan, tidak ada yang kekal. Terlalu angkuh untuk tidak bersujud lagi, terlalu sombong dan pongah karena berkata tanpa sujud padaNya semua dapat dilakukan.
Sebenarnya menurutku urgensi Tuhan sangat sederhana. Mengapa? Karena ibadah serta segala kebaikan adalah kepuasan secara pribadi, yang timbul karena sifat “kemanusiawian”. Kalimat “Kita harus sholat, karena dosa bila meninggalkannya”, begitulah kalimat itu biasa terlontar. Bagaimana kalau kita balik? “Aku ingin shalat karena aku butuh bercinta dengan Tuhan”, bukankah itu lebih seksi? Karena menurut pandanganku bercinta dengan Tuhan berarti merasa membutuhkannya, seperti layaknya seorang kekasih. Ingin bercerita, ingin berkeluh kesah, ingin melepas penat dan banyak lagi. Semua karena “bercinta denganNya adalah kebutuhan utamaku, aku butuh sentuhanNya, aku butuh belaianNya dan aku butuh kecupanNya”
Ketika merasa butuh sentuhanNya, maka kita akan mengejar segala yang disukaiNya. Mencerna yang awalnya tidak dapat dicerna, mengapa? Karena kita telah mencintaiNya. Itulah mengapa cinta selalu dikatakan tidak logis. Tidak peduli berapa banyak orang tertawa ketika aku bersujud karena melihatnya aneh, tapi Dia cintaku dan akan kulakukan apapun agar aku tetap di hatiNya.
Setiap hari kehidupan kemudian berjalan dan sebagai manusia kehausan akan materi selalu menghimpit. Kita senantiasa akan merasa “kurang”, mengapa merasa kurang? Jawabannya adalah karena kamu tidak sempurna, lalu apakah akan tersempurnakan dirimu dengan kekasihmu, sahabatmu, kerabatmu atau makhluk yang lain? Bukankah mereka juga merasa kekurangan? Lalu untuk apa menpertuhankan mereka yang tidak sempurna? Mungkin saja kamu lebih dari mereka.
Tergelitik!!! Apakah tidak sadar bahwa saat seperti itulah sebenarnya Tuhan sedang menguji cintamu. Tuhan sedang tersenyum pada keangkuhanmu, padahal hembusan nafas yang kamu miliki adalah kemurahan hatiNya, lalu apa yang patut disombongkan??? Tidak ada.(ini bagi yang merasa Tuhan adalah pemilik kesempurnaan).
“Hidup adalah untuk dunia, bukan akhirat!!! Jadi Melacurlah pada Dunia”
Mengapa? Karena akhirat adalah sesuatu yang abstrak. Sedangkan dunia adalah nyata adanya. Saat itulah bagi yang merasa ber-Tuhan bisa merasakan bercinta dengannya, saat itu pulalah yang dilanda cintaNya mengejar-ngejar puncak kenikmatannya. Mari melacurkan diri untuk dunia!! Karena ia adalah ruang terbesar bagimu, masalah kamu akan melacur seperti apa? Atau menilai kebaikan seperti apapun itu adalah kebebasanmu.
Mengapa harus ada Tuhan? Padahal aku bisa tanpanya? Itu karena kamu terlalu sombong, berkacalah pada cermin dan lihatlah dirimu yang jelek itu, yang sombong itu! Patutkah kamu disebut sempurna? Bagi yang tidak pongah pasti akan menjawab TIDAK!!!
Aku butuh tempat berbagi, aku butuh tempat menurunkan egoku, dan ketika ego itu turun maka logikaku serta hatiku akan bersinergi dengan baik, menilai yang mana yang baik dan yang tidak baik. Karena kebaikan adalah relatif, setiap orang dapat memaknainya berbeda. Sinergi dari hasil bercintamu itulah yang dapat menghadiahkan akhirat itu padamu.
Manusia hanya makhluk, tidak lebih dari itu..Bahagialah bagi yang masih dirundung rindu, bahagialah bagi yang masih diuji dan diberi pelajaran, karena Tuhan masih mencintaimu, dia masih ingin kamu kembali ke pelukannya, memadu kasih denganNya.
Saya juga hanya makhluk, namun tiba-tiba saja tertarik untuk mencermati lagu itu, mendengarkannya berulang-ulang. Tidak pantas mencintai seorang manusia lebih dari Tuhan. Uang, prestasi dan pengakuan, hanya titipan. Menyanjung dunia, kemudian manampikkan siapa yang memberinya sesungguhnya cuma menggerogoti harga diri. Sama halnya dengan mencintai manusia yang kurang lebihnya sama bodohnya denganku.
17 Juli 2011
Kuucapkan terima kasih bagi yang telah menohokku hari ini. Membuatku terluka dan kemudian kembali berpikir sebagai manusia seutuhnya. Karena kamu, aku termanusiakan. Dan karena itu pula “Singa Betina” terbangun dari peraduan, mulai mencari mangsanya kembali. Bukan ingin melukaimu, tapi ingin melangkah lagi setegas-tegasnya. Bergandengan denganmu dan melangkah sejajar, tidak menjadi “MAKHLUK KELAS DUA” yang terhinakan. Aku adalah aku, bukan dia atau siapapun!! Bukan bayang-bayang atas imajinasi tinggi idamanmu. Tapi punya keteguhan rasa dan pemaknaan yang tinggi menghargai pengorbanan orang lain.
Untuk dia yang akhirnya membuat pemahamanku lebih dalam lagi tentang bagaimana seharusnya mencintai. Untuk dia yang membuat jemari yang kelu ini kembali menari di atas keyboard, melakukan pemanasan hingga ia akan kembali berbuah karya. Menularkan kembali “ilmu GILA” yang tertidur, memacu lagi adrenalin mereka yang di sekelilingku, seperti UNNE (Matahari) PIJAR, PANAS, TERANG, BERGELORA!!!! GILA SAMPAI MATI!!! (I LOVE YOU)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H