Mohon tunggu...
Andi REzky Restu Rakasi
Andi REzky Restu Rakasi Mohon Tunggu... -

Hidup ini penuh tantangan... untuk yang terjatuh maka wajib hukumnya untuk bangkit..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gaung Negeriku di Garis Terdepan

1 Desember 2010   12:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:07 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Masih jelas dalam ingatan bagaimana dua pulau terluar Indonesia diambil alih oleh Malaysia. Penguasaan efektif adalah alasan utama mengapa Mahkamah Internasional di Belanda memenangkan Malaysia sebagai “pemilik” sah pulau Sipandan dan Ligitan. Beralihnya kepemilikan Sipandan dan Ligitan secara tidak langsung telah menurunkan wibawa bangsa kita. Pencaplokan berbagai kesenian daerah, sampai penangkapan petugas Dewan Kelautan dan Perikanan yang sedang melakukan patroli di wilayah perairan sendiri oleh Malaysia telah menampar harga diri bangsa.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2002 tentang daftar koordinat geografis titik –titik garis pangkal kepulauan Indonesia, pulau terluar Indonesia memiliki arti yang sangat strategis. Mengapa? karena merupakan penentu untuk menarik Titik Dasar (TD) dan Titik Referensi (TR) yang digunakan untuk menarik garis pangkal batas wilayah atau teritorial RI. Sehingga kehilangan satu pulau saja dapat mengurangi luas wilayah laut Indonesia.

Banyak sekali potensi strategis yang dimiliki oleh pulau-pulau kecil, baik dari sektor ekonomi, pariwisata sampai potensi ekologi. Namun sangat disayangkan apabila penduduk pulau-pulau terluar mendapat pengaruh yang lebih banyak dari negara tetangga. Misalnya saja, mereka lebih senang berbelanja ke negara tetangga dan menggunakan mata uangnya dibandingkan menggunakan mata uang negaranya sendiri.

Hingga saat ini dari 92 pulau terluar di Indonesia, 67 pulau (28 pulau berpenduduk dan 39 pulau belum berpenduduk) berbatasan langsung dengan negara tetangga dan 12 pulau di antaranya rawan penguasaan efektif oleh negara lain.[1] Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga pulau-pulau terluar. Mulai dari patroli oleh TNI, pendirian mercusuar sampai perlindungan hukum demi mencegah penguasaan efektif oleh negara lain.

Perlindungan hukum serta patroli militer tidaklah cukup untuk menjaga kedaulatan Negara di pulau terluar. Keberadaan pulau terluar yang telah berpenghuni sangat mengkhawatirkan. Mengapa? Karena masyarakat menjadi salah satu faktor penentu kedaulatan. Belajar dari Sipandan-Ligitan yang diserahkan ke Malaysia karena masyarakat di sana lebih memilih menjadi warga Malaysia karena merasa lebih “dekat”. Perhatian yang lebih besar justru diberikan oleh negara tetangga, bukan negaranya sendiri. Masyarakat di pulau-pulau terluar seolah menjadi anak tiri di negerinya. Infrastruktur yang tidak memadai menyebabkan keterbatasan akses pada negerinya. Karena itu juga masyarakat di daerah ini sangat kental dengan nuansa “keterbelakangan” alias kemiskinan.

***

Untuk apa bersatu dengan negeri yang tak menganggapku ‘ada’?

Untuk apa mengakuinya sebagai negaraku jika aku hanya ‘peran pembantu’?

Bukankah lebih indah menyatu dengan yang ‘lebih dekat’ di seberang sana?

Bukankah ia menganggapku ada meskipun secara nyata aku bukanlah miliknya?

Begitulah mungkin sepenggal tanya yang timbul oleh mereka yang tinggal di pulau kecil terluar. Bukan perlindungan hukum yang mereka perlukan, tapi mereka perlu dianggap keberadaannya sebagai “anak kandung”. Mereka butuh belaian kasih layaknya seorang ibu kepada anaknya, bukan cuma ikrar bahwa “dia anakku”.

***

Masyarakat Lokal sebagai Sentrum Pergerakan

Masyarakat adalah pioner penting dalam mengembangkan pulau terluar. Masyarakat lokal yang kebanyakan hidup di bawah garis kemiskinan disentuh hatinya dengan peningkatan taraf hidup. Pemberian keterampilan praktis dan aplikatif dapat menjadi langkah awal untuk membangun kesejahteraan dari segi ekonomi. Keterampilan praktis ini difokuskan pada sektor kebaharian. Contohnya budidaya kelautan, pemanfaatan hasil samping perikanan serta pengembangan pariwisata serta kebudayaan bahari.Keterampilan yang aplikatif ini difokuskan pada sektor bahari, mengingat pulau kecil sangat dekat dengan lautan.

Tidak semua pulau terluar memiliki penghuni. Sebagai alternatif, pulau tersebut dapat dijadikan daerah transmigran. Saya memilih alternatif ini mengingat jumlah penduduk di Indonesia yang sangat besar. Arus transmigrasi dapat diarahkan ke pulau terluar, sehingga dari massyarakat yang berbeda lahir sebuah kebhinekaan dengan ciri sosial yang unik.

Tentunya untuk membuat masyarakat “betah” di pulau terluar ini perlu peran pemerintah. Peran yang saya maksudkan adalah pembangunan infrastruktur maupun suprastruktur yang memadai di pulau tersebut.

Untuk langkah awal dapat dimulai dengan 12 pulau terluar yang rawan penguasaan efektif. Alasan utamanya adalah kemungkinan direbut kembalinya pulau-pulau ini sangat besar, mengingat posisinya yang sangat rawan. Oleh karena itu 12 pulau ini dapat dijadikan prioritas utama sekaligus Pilot Project pengembangan pulau terluar.

***

Duet Maut Wisata Bahari dan Kebudayaan

Salah satu potensi utama pulau kecil adalah pariwisata bahari. Berbagai jenis pariwisata dapat dikembangkan di pulau kecil terluar, termasuk wisata budaya dengan misi ekspansi budaya dan pariwisata.

Mungkin ada yang bertanya mengapa saya memasukkan unsur budaya dalam pengembangan pulau terluar. Padahal pulau terluar lebih cocok untuk pengembangan wisata bahari. Alasannya pulau terluar adalah garis terdepan yang bersinggungan langsung dengan negara-negara perbatasan. Meski ini ancaman, tapi ada banyak sisi positif yang bisa diambil. Salah satunya karena posisi strategis ini memberikan kesempatan melakukan promosi wisata di dunia internasional

Belajar dari salah satu pulau Indonesia yang mendunia, yaitu Bali. Pulau ini kental dengan ciri budaya dan baharinya. Kepiawaian mengemas pariwisata mendatangkan devisa yang besar bagi daerahnya. Bukankah ini dapat diterapkan di pulau terluar Indonesia? Dengan merancang “Duet Maut” antara wisata bahari dan kebudayaan dalam proyek pengembangan pulau terluar, yang secara tidak langsung memberikan kontribusi bagi pelestarian budaya Indonesia. Manfaat lainnya adalah timbulnya rasa malu oleh negara lain untuk asal mencaplok kebudayaan negeri ini.

***

Gaung Negeriku Di Garis Terdepan

Pengembangan potensi pariwisata pulau terluar yang berbasis masyarakat lokal sangat menguntungkan. Dengan pariwisata denyut nadi perekonomian masyarakat akan berkembang pesat. Peningkatan taraf hidup yang dirasakan menumbuhkan detak jantung nasionalisme pada mereka, sehingga darah yang mengalir dalam tubuh mereka adalah “DARAH INDONESIA”

Melalui simbiosis mutualisme itu pulau terluar tidak lagi seperti anak tiri, tapi anak kandung yang akan memperdengarkan gaung negeriku di garis terdepan.

[1] “12 Pulau Terluar Rawan Dikuasai Negara Tetangga” . www.kompascybermedia.com,Diakses tanggal 18September 2010 Pukul 20.19 WITA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun