Dalam kegiatan sehari-hari kita selalu bertemu dengan iklan, seperti iklan televisi, internet, baliho, dan reklame. Bentuknya juga dapat berupa visual, audio, atau audio-visual. Tujuan dari iklan ini adalah untuk memberikan sebuah awareness dan juga mengajak kepada kita sebagai calon konsumen untuk membeli atau menggunakan produk yang diiklankan.
Dengan atau tanpa kita sadari, ada beberapa iklan yang tidak wajar dan melanggar etika periklanan. Mulai dari pemilihan tempat dan isi yang terkandung dalam iklan tersebut. Etika dalam beriklan ini sudah diatur dalam Etika Pariwara Indonesia  (EPI) dengan banyak bentuk peraturan sebagai pedoman untuk menjaga agar iklan lebih tertib dan tidak mengganggu pihak lain.
EPI sendiri telah disepakati sebagai dokumen etika dalam wilayah periklanan oleh berbagai pihak industri iklan. Jadi, EPI dapat diartikan sebagai etika terapan yang berlaku di periklanan yang disusun dengan prinsip swakramawi (Junaedi, 2019:125:127)
Berikut adalah beberapa bentuk iklan yang melanggar EPI
Pada gambar ini terdapat sebuah iklan yang dipasang di atas jalan raya dengan cara mengikatnya di antara 2 pohon. Jika kita lihat iklan ini biasa saja, tetapi iklan ini juga termasuk dalam pelanggaran etika periklanan karena dapat mengganggu pandangan para pengendara yang melintas, menurut EPI pada pasal 4.5.5 menyebutkan bahwa "Iklan luar griya tidak boleh mengganggu pandangan pelalulintas."
Di jalanan banyak kita temui iklan yang dipasang menggunakan paku pada pohon seperti ini. Iklan seperti ini juga melanggar EPI pasal 4.5.2 tentang media luar griya yang berbunyi "Wajib menghormati menjaga kualitas bangunan atau lingkungan sekitar" karena iklan tersebut dipasang di pohon dengan cara dipaku yang mana dapat merusak pohon tersebut dan juga iklan ini melanggar pasal 4.5.1. Hanya dapat ditempatkan pada lokasi yang telah memperoleh izin dari pihak yang berwenang.
Dalam iklan televisi atau poster kita sering mendengar dan melihat kata-kata "selama stok masih ada" atau "selama barang masih tersedia", yang ternyata iklan yang menggunakan kata tersebut juga melanggar EPI pada pasal 4.8.5 yang berbunyi "Iklan hadiah langsung tidak boleh mencantumkansyarat "selama persediaan masih ada" atau ungkapan lain yang bermakna sama".
Pada iklan ini terdapat sebuah kata "super murah" yang menunjukan kalau produk ini adalah yang paling murah. Tetapi sesuai dengan EPI pasal 1.2.2 tentang penggunaan kalimat iklan "Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti "paling", "nomor satu", "top", atau kata kata berawalan "ter", dan/atau yang bermakna sama, kecuali jika disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan".
Siapa yang tidak tahu iklan yang fenomenal ini, iklan produk herbal yang menawarkan khasiat kulit manggis yang ditayangkan berulang secara 3 kali berturut-turut di televisi. Ternyata iklan ini melanggar EPI pasal 4.2.1 yang berbunyi "Materi iklan yang tepat sama, tidak boleh ditampilkan secara sambung-ulang lebih dari dua kali".
Penulis adalah  Rezki Yoga Pamungkas, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta