Aku adalah seorang anak yang terlahir dalam suatu keluarga yang rusak, namun terbungkus dalam suatu keharmonisan palsu. Ayahku adalah contoh dari sekian banyak eksistensi yang hidup hanya untuk kebenaran yang ia yakini sendiri, tanpa ruang kosong untuk pemikiran orang lain tinggali.
Sedangkan ibu ku adalah salah satu spesies unik yang selalu tenggelam dalam fiksi dan khayalan akan dirinya dan hanya dirinyalah yang tersakiti tanpa pernah berpikir bahwa setiap harinya ia selalu mengoyak perasaan orang lain dengan kata-katanya.
Aku bukanlah anak semata wayang, setidaknya dulu aku bukan. Aku pernah mempunyai seorang kakak perempuan, sebelum ia dengan tidak adilnya meninggalkanku kabur bersama kehidupan dan jiwanya ke alam lain.Â
Kami berdua tidak pernah akur, dan jika aku menjawab dengan logikaku, mungkin aku juga tidak terlalu menyayanginya. Walaupun begitu aku sangat prihatin padanya.
Kakak perempuanku adalah salah satu karya seni yang gagal karena metode polesan yang begitu sembarangan dan tidak beraturan yang dilakukan oleh mereka, ayah dan ibu.Â
Rasa yang kau dapatkan dari perpisahan orangtuamu tidaklah begitu berat dibandingkan turbulensi otak yang bimbang dalam menentukan siapa yang salah dan benar, siapa yang harus kau bela dan tidak, atau sebijak apa kita dapat menahan serta menerima garis yang telah tergambar pada hidup kita sejak lahir ini.
Aku pernah termakan oleh kegelapan, aku pernah tenggelam dalam lubang, dan akupun pernah terjerat oleh tanaman yang aku tidak tahu dimana akarnya. Mereka berduapun mengetahui itu, namun mereka tidak pernah mempertimbangkan itu.
Kini aku sedang dalam perjalanan untuk mencari sebuah kebebasan dan kedamaian. Aku mencari sebuah kunci ajaib yang dapat membuka semua pintu kemungkinan yang terbentang di luar sana.Â
Berkat kepingan emas dan perak inilah aku dapat bertahan hidup, aku akui itu. Namun bukan demi emas dan peraklah makna dari keberadaanku. Aku di sini, bertahan dalam siksa yang mencekam, hanya untuk mendapatkan kebahagiaan nyata dari kasih sayang orangtua.
Re