Saat ini Indonesia mempunyai 30 perusahaan pengolahan rumput laut berskala besar dan menengah dengan kapasitas produksi mencapai 24,5 ribu ton per tahun. Dari kapasitas tersebut, untuk olahan karaginan sebanyak 18,5 ribu ton dan agar-agar 6 ribu ton. Sebagian besar perusahaan mengolah rumput laut menjadi bahan setengah jadi berupa Chip ATC Â dan Semi Refine Carrageenan (SRC). Â
Hanya sedikit yang mengolah rumput laut menjadi Refine Carrageenan. Untuk produksi agar-agar, kita memiliki perusahaan terbesar kedua di dunia yaitu PT. Agarindo Bogatama.Â
Perusahaan ini mampu menyerap hingga 220.000 ton per tahun rumput laut kering jenis Gracilaria sp.. Namun, karena masih minimnya perusahaan pengolah agar-agar di Indonesia, justru dalam prakteknya terjadi monopoli pasar yang berakibat menurunkan posisi tawar bagi produsen di hulu.
Persoalan rendahnya daya saing juga sering menjadi kendala bagi industri pengolahan rumput laut Indonesia. Harga rumput laut mentah di luar negeri cenderung lebih mahal, sehingga produsen lebih memilih mengekspor rumput laut dalam bentuk mentah.Â
Harga rumput laut mentah yang diekspor mencapai 1.500 dolar AS per ton, sedangkan harga di dalam negeri sekitar Rp.12.000-Rp.13.000/kg atau 1.000 dolar AS per ton. Disisi lain, kualitas produk olahan rumput laut di Indonesia juga masih lebih rendah dibanding luar negeri, sehingga kita juga masih mengimpor produk olahan rumput laut.
Persolaan lain adalah rantai pasok (suplly chain) antara industri hulu dengan hilir yang tidak efisien. Hampir keseluruhan industri hilir rumput laut nasional terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, sedangkan konsentrasi industri hulu tersebar di Indonesia bagian timur (mulai dari Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku). Hal ini sangat mempengaruhi posisi tawar produk yang dihasilkan pembudidaya, sehingga nilai tambah produk belum mampu dirasakan bagi produsen di hulu. Â
Di sektor hulu, meskipun telah berhasil menjadi produsen rumput laut terbesar dunia, pemanfaatan potensi lahan belum optimal. Beberapa kendala yang dihadapi yaitu kurangnya kualitas SDM, kurangnya ketersediaan bibit rumput laut yang baik, kondisi cuaca/iklim yang tidak mendukung sepanjang waktu, tata ruang pemanfaatan wilayah perairan yang tumpang tindih, sulitnya akses ke sumber modal, dan pasar yang masih banyak bergantung pada pedagang pengumpul. Â Â
Strategi PengembanganÂ
Agar upaya pengembangan industri rumput laut nasional berjalan optimal, maka semua komponen usaha perlu bekerja secara maksimal. Sejumlah langkah strategis mesti segera dilakukan oleh pemerintah, pengusaha dan seluruh komponen masyarakat lainnya.Â
Pertama, penguatan struktur industri rumput laut nasional yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Rintisan klaster industri rumput laut perlu diperkuat secara sistemik dan dievaluasi secara terpadu, terarah, serta terukur guna tercipta mekanisme bisnis yang adil diantara penyedia sarana produksi, pembudidaya, industri pengolahan, dan pasar.
Kedua, peningkatan investasi dan usaha industri rumput laut secara signifikan dan berkesinambungan sesuai dengan potensi. Peningkatan industri rumput laut dimulai dari industri olahan setengah jadi di sentra-sentra produksi rumput laut, kemudian industri olahan jadi untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam negeri dan selebihnya luar negeri. Ketiga, peningkatan daya saing produk rumput laut nasional dengan meningkatkan mutu sesuai standar internasional melalui sertifikasi dan akreditasi.Â