Di Indonesia sekarang ini banyak sekali kelompok remaja yang bertingkah laku menyimpang dari norma norma masyarakat sekitar. Kelompok tersebut biasanya disebut dengan kelompok anak punk. Fenomena merebaknya komunitas anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial. Hidup menjadi komunitas punk memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak mempunyai masa depan jelas dan keberadaan mereka menjadi masalah bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Dan banyak dari mereka yang kehilangan arah bahkan jauh dari ajaran ajaran agama.
Menanggapi persoalan diatas, keberadaan Mafia Sholawat menawarkan perspektif yang berbeda. Majelis yang didirikan oleh KH Muhammad Ali Shadiqin atau Gus Ali Gondrong ini, berfungsi sebagai wadah bagi anak punk untuk kembali ke jalan yang benar, mengintegrasikan nilai-nilai spiritual ke dalam komunitas mereka. Namun, mereka tak pernah menemukan media yang tepat, karena itulah dibuatlah majelis Mafia Sholawat yang terbuka untuk semua orang, termasuk para sampah masyarakat yang ingin taubat dan merindukan syafaat Nabi Muhammad SAW. Dengan menyelenggarakan kegiatan sholawat, Mafia Sholawat tidak hanya merayakan keindahan budaya, tetapi juga menciptakan ruang bagi anak-anak muda ini untuk menemukan kembali jati diri mereka yang positif.
Yang menarik adalah, jemaah kelompok Mafia Sholawat merupakan orang-orang yang terpinggirkan, orang-orang yang dipandang sebelah mata, orang-orang yang dicap sebagai sampah masyarakat. Jemaah Mafia Sholawat banyak yang berasal dari anak jalanan, mantan preman, penjudi, pecandu narkoba, pemabuk, hingga para mantan pekerja seks.
Peran Gus Ali sangat penting untuk membimbing anak anak jalanan untuk menjadi lebih baik. Gus Ali meyakini, orang-orang pinggiran seperti mereka pada dasarnya juga ingin berubah menjadi lebih baik. Masyarakat juga harus ikut berperan mendukung adanya Majelis Mafia sholawat. Masyarakat bisa mendukung dengan mengubah pandangan buruk tentang Mafia Sholawat ini hanya karena berisikan anak anak jalanan.
Keberadaan Mafia Sholawat terhadap Kesadaran Religiusitas Anak Punk
      Akhir-akhir ini, banyak orang tua mengeluhkan tentang remaja yang sulit diatur, nakal, keras kepala, serta sering terlibat dalam tindakan kerusuhan, maksiat, kebisingan, dan berbagai perilaku yang mengganggu ketenteraman masyarakat. Fenomena yang disebutkan di atas sering kali terlihat dalam sebuah komunitas yang secara harfiah memiliki makna positif, namun dalam kenyataannya, sebagian masyarakat menangkap kesan negatif dari komunitas tersebut, yaitu Mafia Sholawat. Hal ini tentunya bukanlah sesuatu yang baru atau aneh, mengingat komunitas Mafia Sholawat terdiri dari berbagai kalangan, yang mayoritas adalah anak jalanan, preman, dan pencuri. Namun, seiring dengan berkembangnya Mafia Sholawat di berbagai daerah, kini anggotanya tidak hanya berasal dari kelompok tersebut, melainkan juga melibatkan masyarakat umum.[1] Meskipun Mafia Sholawat mendapatkan pandangan buruk di masyarakat, namun keberadaannya memiliki peran tersendiri untuk kalangan anak punk yaitu memberikan kesempatan individu- individu untuk menemukan jalan kembali ke nilai nilai agama.
Â
      Di balik pandangan buruknya, Mafia Sholawat memberikan sebuah dampak positif yang signifikan terhadap kesadaran religiusitas mereka. Melalui partisipasi dalam kegiatan sholawat, anak punk mulai menginternalisasi nilai-nilai agama yang sebelumnya mungkin tidak mereka perhatikan. Selain itu, Mafia Sholawat menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak punk, di mana mereka merasa diterima dan dihargai. Dampak positif lainnya adalah peningkatan kesadaran sosial. Anak punk menjadi lebih peka terhadap isu-isu sosial dan termotivasi untuk membantu sesama.
Melalui Mafia Sholawat, anak punk memiliki kesempatan untuk membentuk identitas baru yang lebih positif. Mereka tidak lagi hanya dikenal sebagai bagian dari budaya punk dengan  pandangan yang negatif, melainkan juga sebagai individu yang aktif terlibat dalam praktik keagamaan. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap diri mereka, dari yang sebelumnya dianggap sebagai kelompok yang bermasalah menjadi komunitas yang berkontribusi positif melalui kegiatan spiritual.
Ini menunjukkan bahwa keberadaan Mafia Sholawat memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kesadaran religiusitas anak punk. Melalui partisipasi dalam kegiatan sholawat, anak-anak punk yang sebelumnya terpinggirkan mulai menginternalisasi nilai-nilai agama yang sebelumnya diabaikan. Selain itu, Mafia Sholawat juga menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana mereka merasa diterima dan dihargai, sehingga mendorong peningkatan kesadaran sosial dan motivasi untuk membantu sesama. Dengan demikian, Mafia Sholawat tidak hanya berfungsi sebagai wadah spiritual, tetapi juga sebagai sarana untuk membentuk identitas positif bagi anggota komunitas yang terpinggirkan.
Dari temuan ini menunjukkan bahwa komunitas marginal dapat menemukan cara untuk berkontribusi positif terhadap masyarakat melalui praktik keagamaan. Penelitian ini menyoroti pentingnya dukungan masyarakat terhadap inisiatif seperti Mafia Sholawat, yang mampu merubah stigma negatif dan memberikan kesempatan bagi individu untuk bertransformasi. Dengan demikian, pendekatan ini dapat menjadi model bagi penelitian lebih lanjut mengenai interaksi antara komunitas marginal dan nilai-nilai sosial yang lebih luas, serta bagaimana praktik keagamaan dapat berperan dalam rehabilitasi sosial.