Di artikel Jangan Ajarkan Anakmu memakai Gincu, terasa sekali bahwa kehidupan malam masih menjadi sesuatu yang sangat mengkhawatirkan kita.  Masih banyak "perempuan malam" yang menjajakan services kepada lelaki hidung belang. Ada alasan klasik yang disampaikan oleh PSK saat di-investigasi oleh media nasional tersebut yaitu HIMPITAN EKONOMI. Masalah ekonomi sebenarnya bukan kita saja yang mengalaminya, tapi ada ratusan bahkan jutaan orang (berdasarkan data World Bank : 11,2% penduduk Indonesia yang artinya hampir 30 juta penduduk). Jumlah orang miskin yang tidak sedikit kalau dilihat berdasarkan angkanya.Â
Kalau kita spesifikan bahasan dilema hidup di Indonesia yang dikaitkan dengan wanita, maka mereka adalah kelompok yang paling mudah mengalami stress atau secara ilmiahnya disebut psikologis vulnerable. Di dalam keluarga perempuan yang menjadi manager pengelolaan kerumahtanggaan, mulai dari urusan masak memasak hingga mengantarkan anak-anak ke sekolah. Belum lagi masalah domestik yang berkaitan dengan tagihan listrik, air, dan biaya telpon. Perempuan paling riskan pada saat krisis ekonomi melanda di suatu negeri, sehingga pilihan untuk mencari uang yang mudah dan banyak.Â
Pilihan untuk menjadi wanita penghibur biasanya dipilih oleh wanita yang tidak memiliki kemampuan untuk mencari pekerjaan atau tidak memiliki modal kerja. Untuk mendapatkan penghasilan seorang PSK rela bermalam ria mencari pelanggannya. Tapi apalah yang mau dikata, Â bukan hanya uang didapatkan mereka, tapi juga resiko tertular penyakit berbahaya terus mengintai. Berdasarkan data dari UN (PBB) hampir 250.000 orang wanita Indonesia dewasa pada saat ini hidup dengan HIV. Ini suatu yang sangat mengerikan, karena mereka yang terkena, tidak mempunyai kekebalan tubuh dan resikonya akan menulari pasangan hidupnya atau bahkan bayi yang akan dilahirkan.
Resistensi perempuan terkena penyakit HIV di dalam keluarga adalah transfer penyakit dari sang suami tercinta. Wanita yang tinggal di rumah akan sangat mudah tertular dari suaminya yang sering "jajan di luar". Sungguh kasihan akan nasib wanita yang mendapatkan ekses negatif dari perilaku menyimpang pasangannya. Sebenarnya dalam hal ini wanita lebih cenderung menjadi korban dari suatu rekreasi sex suaminya. Untuk mencegahnya, perempuan seharusnya bisa melakukan pengawasan bathin dengan pasangannya. Artinya komunikasi antara kedua pihak akan bisa mengantisipasi kalau-kalau pasangan sudah menyimpang perilaku sex-nya.
Dilema yang kedua bagi wanita dapatlah dikatakan berupa kekurangan sumberdaya seperti air,listrik, dan sarana komunikasi. Air yang biasanya sangatlah mahal, bahkan bisa menyamai harga BBM untuk air galon yang bermerk, menjadikan perempuan harus pandai pandai mengatur pengeluarannya. Belum lagi langkanya air bersih di perkotaan karena sumber-sumber air sebagian besar sudah tercemar oleh limbah industri dan domestik. Harga listrik yang cenderung terus naik menambah daftar beban bagi para rumah tangga, yang menjadi korban utama adalah ibu rumah tangga yang pusing tujuh keliling karena harus mengatur kembali pengeluaran bulanan.
Wanita yang tinggal di daerah Urban (perkotaan) biasanya akan lebih sulit menjalani hidup akibat sempitnya lahan perumahan. Harga rumah cenderung untuk naik pada saat ini, sehingga kelayakan tempat tinggal menjadi sulit diperoleh untuk kota-kota besar. Ada sebagian keluarga terpaksa mengontrak rumah di ukuran 4 x 6 m2. Apa mau dinyana bagi mereka tidak ada pilihan lain untuk tempat tinggal karena tidak punya uang. Siasat pemerintah dengan menyediakan sejuta rumah untuk masyarakat menengah ke bawah, masih membutuhkan biaya cicilan yang menunggu setiap bulan. Kalau penghasilan tidak pernah stabil sangatlah sulit bagi wanita mengatur kembali pengeluaran dengan income yang tidak bertambah.Â
Itulah sebagian kecil dilematis dihadapi oleh para perempuan rumah tangga, mereka perlu dipikirkan agar tidak terjerembab ke dalam pilihan praktis yang membawa resiko kesehatan atau bahkan kematian berupa HIV.
Palembang, 20 Juni 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H