Mohon tunggu...
REZAWAHYA
REZAWAHYA Mohon Tunggu... PNS -

Penulis dengan multi-interest Ingin berbagi ilmu dan kebahagian kepada orang lain terutama kaum muda

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Hijaunya Negeri Kami Tinggal Kenangan

23 Juni 2016   03:01 Diperbarui: 23 Juni 2016   03:04 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia yang dikenal dengan negeri yang hijau dengan hutan tropis yang mengundang selera untuk dipandang dan dicium harumnya udara hutan. Oh.. sungguh suatu kenangan indah ketika masih kanak-kanak, berenang di anak sungai  Musi yang begitu air pasang naik, sebagian besar anak-anak desa mandi dan berenang yang air  jernih. Dulu, hutan kami masih banyak, dan dulu juga air masih akan mengalir ke sungai sepanjang tahun dengan begitu jernihnya.

Bagaimana dengan sekarang? Semua sudah berubah, hutan yang rimbun tempat hidup binatang buas sudah banyak yang dibabat untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Dan kini semua sudah juga jadi areal  perumahan untuk transmigrant serta untuk mereka yang membutuhkan tempat usaha pertanian. Belum lagi ditambah pembukaan lahan untuk pertambangan batubara dan minyak yang ditambang onshore di dekat  hutan. Yah, itulah aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan mengatasnamakan pembangunan untuk kesejahteraan.

Phenomena hilangnya sebagian kekayaan alam untuk kehidupan berbagai makhluk hidup menjadikan berubahnya bumi yang kami tinggali. Sebut saja, ketakutan akan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Dulu, tahun 1980an tidaklah perlu kami menyiapkan helikopter untuk memadamkan kebakaran lahan kering. Dulu juga kami tidak perlu membuat hujan buatan untuk memicu hujan ketika musim kemarau. Semua itu adalah upaya agar kami tidak diliputi asap pekat yang menyesakkan dada. Jadinya kekayaan alam bukannya dirasakan sebagai anugerah, tapi berubah jadi bencana dalam sekejap.

Banyak sudah upaya yang dilakukan untuk melestarikan hutan. Program penanaman satu juta  pohon yang dipelopori oleh Dinas Kehutanan, belum lagi kegiatan mari menanam yang dicanangkan oleh perusahaan-perusahan Multi Nasional, dan reboisasi mandiri yang dilakukan oleh para aktivis lingkungan; semuanya belum mampu mengembalikan kondisi hutan yang ideal.

Sudah ada beberapa kegiatan di-inisiasi oleh lembaga internasional seperti kerjasama antara  pemerintah Indonesia dan pemerintah Norway melalui kebijakan REDD+ dalam bentuk bantuan asistensi dan implementasi konnservasi hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Ada juga lembaga penelitian yang paling concern masalah pangan dan kelestarian lingkungan seperti CIFOR dan FAO Indonesia; kedua lembaga ini banyak melakukan penelitian agar upaya menjaga keseimbangan sumberdaya alam dengan pembangunan berjalan selaras.

Masih panjangnya jalan untuk menuju keseimbangan antara pemanfaatan hutan bagi pembangunan, di saat yang sama harus melestarikan kesimbangan ekosistem yang ada, dan juga bermanfaat sosial bagi  kehidupan rakyat secara luas. Ketika adanya kebutuhan untuk pembukaan lahan perkebunan, maka pada saat ini pemerintah Indonesia memilih untuk melakukan Moratorium penerbitan izin untuk konsesi hutan. Langkah yang sangat tepat diambil oleh pemerintah pada saat  ini. Sudah saatnya kita berhenti sejenak merusak hutan. Kita harus melakukan evaluasi dan introspeksi atas apa yang terjadi dengan hutan dan lingkungan kita.

Hutan sudah tidak bisa lagi dijadikan tempat tinggal oleh para Gajah. Mereka mencari tempat makan yang baru, hingga tibalah petualangan gerombolan gajah di perkampungan. Sebagian orang terluka karena mengusir dan menangkapi gajah yang masuk kampung. Akibatnya mereka makin mengamuk. Padahal pesan yang dibawa oleh gerombolan gajah tersebut adalah mereka tidak punya tempat lagi untuk mencari makan dan tempat tinggalnya. Yah.. itu peristiwa yang sudah lumrah pada masa sekarang ini. 

Sebagian kita  pada saat ini tidak begitu peduli dengan kondisi lingkungan kita karena kita tidak tergantung dengan alam itu sendiri. Tapi, bagimana dengan masyarakat tradisonal yang masih mengggantungkan diri mencari ikan di hutan gambut, yang mencari kayu bakar untuk memasak, dan mencari madu dari  lebah liar  di tengah hutan. Akankah mereka bisa bertahan pada saat hutan sudah hilang di tengah perkampungan mereka. Agar  mereka bisa menikmati kelimpahan sumber daya alam untuk kehidupannya, harus ada pemberdayaan masyarakat lokal yang diberdayakan untuk menjaga terus hutan agar tidak terjadinya penjarahan sumber daya alamnya.

****

23 Juni 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun