Disusun Oleh: Qaisara Najla (2216041066) & Reza Tio Saputra (2216041069)
1. Best Practice Pelayanan Administrasi Kependudukan Kabupaten Kudus
Dalam konteks administrasi publik, best practice mengacu pada metode atau prosedur yang dianggap paling tepat untuk menyelesaikan tugas-tugas pemerintah. Best practice bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintah, meningkatkan layanan publik, dan memastikan akuntabilitas dan trasnparansi dalam pegelolaan sumber daya publik. Beberapa elemen yang menjadi tolak ukur best practice antara lain: 1. Efektifitas dalam pelayanan publik, 2. Transparansi dan Akuntabilitas, 3. Efisiensi pengelolaan sumber daya, 4. Pemberdayaan masyarakat, 5. Keadilan dan kesetaraan. Pelayanan administrasi kependudukan merupakan pelayanan publik yang harus dapat diakses secara merata oleh warga negara meskipun jumlah penduduk yang harus di layani besar dan produk dokumen administrasi yang banyak. Namun, pelayanan administrasi kependudukan perlu dilakukan peningkatan. Inovasi yang telah dilakukan oleh Disdukcapil Kudus diantaranya berupa program Wasalam 2 IN 1, program Wasalam 3 IN1, Program Sibolang Mahir, Program paket UAS, program Layanan Online dan program Delivery Order. Kriteria best practice yang dibahas disini meliputi:
1. Dampak (Impact): Dampak positif dari pelayanan di Disdukcapil Kabupaten Kudus antara lain adalah peningkatan akses pelayanan kepada masyarakat dengan dukungan dari sistem, teknologi yang mumpuni dan sumber daya manusia yang unggul dengan berfokus pada keunggulan layanan. 2. Kemitraan (partnership): Pembentukan kemitraan oleh para pimpinan Kabupaten Kudus dan Disdukcapil guna meningkatkan aksesibilitas dan pemberian layanan melalui kerjasama dengan puskesmas setempat dan rumah sakit ibu dan anak dalam penyiapan dokumen kelahiran seperti akte kelahiran, dan pengumpulan data melalui sekolah SMA/SMK sederajat yang siswanya telah mencapai usia wajib memiliki KTP. Masyarakat sendiri merasa puas dengan layanan yang disediakan oleh pegawai Disdukcapil Kabupaten Kudus dimana petugas 'front liner' yang dipilihpun memiliki kualitas yang baik dengan berorientasi kepada pelayanan prima. 3. Keberlanjutan (sustainability): Keberlanjutan sangat penting dalam rangka menciptakan standar dan mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian pegawai dalam pelaksanaan tugas dan pelayanan di bidang kependudukan dan pencatatan sipil. 4. Kepemimpinan (leadership): Di kantor Disdukcapil Kabupaten Kudus sendiri menerapkan gaya kepemimpinan demokratis. Hal ini didasarkan pada koordinasi yang dilakukan atasan dan bawahan dalam perencanaan, dengan melibatkan bawahan dalam memberikan pendapat dan evaluasi melalui pembekalan setiap hari Senin dan Kamis, atau minimal 2 (dua) kali dalam sebulan, atau sesuai kebutuhan. 5. Inovasi: Salah satu contoh keberhasilan penerapan best practice adalah dengan adanya dampak positif yang diberikan oleh daerah melalui inovasi inovasi yang dijalankan. Seperti pada Kabupaten Kudus yang mengembangkan dan menciptakan inovasi seperti program Sibolang Mahir yang berguna untuk pembuatan Akte kelahiran, program wasalam 2 IN 1 dan 3 IN 1 yang membantu pengurusan ketika seorang warga wafat, paket untuk anak sekolah (UAS) yang membantu perekaman data KTP dengan perlengkapan mobile bagi siswa/i  yang telah mencapai usia 17 tahun dan program-program lainnya. Jika dilihat dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa agar best practice administrasi kependudukan sebuah daerah dapat mencapai keberhasilan, beberapa hal ini perlu diperhatikan:
1. Tanggung jawab dan komitmen dalam  melaksanakan program program yang telah ditetapkan dan kerjasama antara pemimpin, pemerintah dan stakeholder. 2. Peningkatan sarana dan prasarana yang ada di daerah melalui pemanfaatan IPTEK. 3. Tetap menjadikan nilai kearifan lokal sebagai dasar pelaksanaan program guna menarik partisipasi publik. Dari contoh best practice yang dilakukan oleh Disdukcapil Kabupaten Kudus, terlihat bahwa keberhasilan pelayanan administrasi kependudukan tidak hanya didorong oleh inovasi teknologi semata, tetapi juga oleh kemitraan yang kuat dengan instansi lain, komitmen pemimpin, dan orientasi pada pelayanan yang unggul. Dengan fokus pada dampak positif, kemitraan yang efektif, keberlanjutan, kepemimpinan yang demokratis, dan inovasi, Kabupaten Kudus berhasil meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan administrasi kependudukan. Dengan memperhatikan komitmen yang kuat, pengembangan sarana dan prasarana berbasis teknologi, serta tetap mengakar pada nilai-nilai lokal, Kabupaten Kudus mampu menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi aktif masyarakat dalam proses administrasi kependudukan. Selain itu, fokus pada kepemimpinan yang demokratis yang melibatkan partisipasi aktif bawahan dalam pengambilan keputusan dan evaluasi juga menjadi kunci kesuksesan. Dengan demikian, penerapan best practice dalam administrasi kependudukan tidak hanya meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan mempertahankan komitmen pada prinsip-prinsip ini, daerah lainpun dapat mengadopsi dan mengadaptasi praktik terbaik yang telah terbukti berhasil dari Kabupaten Kudus untuk meningkatkan kualitas pelayanan administrasi kependudukan mereka.
2. Bad Practice Dalam Pelayanan Publik: Karaoke di Jam Kerja, Bupati Bogor Pecat 2 Staf dan Kepala Puskesmas Situ Udik.
A. Deskripsi Masalah: Sebuah video yang tersebar di media sosial oleh seorang warga pada tahun 2021 memperlihatkan  dua orang Staf dan Kepala Puskesmas Situ Udik di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, sedang asik karaoke pada saat jam kerja ketika di datangi warga yang ingin meminta pertolongan kesehatan. Viralnya video tersebut mendapat respon cepat dari Bupati Bogor Ade Yassin yang memberikan sanksi tegas dengan pencopotan resmi dua staf dan kepala Puskesmas Situ Udik atas kelalaian dan ketidakpatuhannya sebagai pegawai ASN profesional yang bekerja di sektor kesehatan karena asik karaoke saat jam kerja dan mengabaikan ibu hamil yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
B. Analisis Kasus: Merujuk dalam hal manajemen ASN, tindakan Staf dan Kepala Puskesmas Situ Udik tidak mencerminkan dari tujuan ASN yaitu untuk menghasilkan pegawai ASN yang profesional dengan memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari pengaruh politik, dan bersih dari praktik KKN. Tindakan Staf dan Kepala Puskesmas Situ Udik juga bertentangan dengan fungsi ASN, nilai dasar ASN, dan juga kode etik ASN. Terkait fungsi ASN, Staf dan kepala Puskesmas Situ Udik bertentangan dengan fungsi ASN sebagai pemberi pelayanan publik. Seorang ASN seharusnya menjalankan tugas dan perannya dalam memberikan pelayanan publik yang professional serta berkualitas, bukan sebaliknya yang tidak melayani masyarakat dengan baik karena Staf dan kepala Puskesmas Situ Udik sedang asik melakukan karaoke saat jam kerja. Surat Edaran Menteri PAN RB No. 20/2021 terkait penerapan Core Values dan Employer Brand ASN, terdapat tujuh Core Values atau nilai-nilai dasar ASN sebagai strategi dalam transformasi pengelolaan ASN menuju tingkat pemerintahan berkelas dunia (world class governance). yaitu Berorientasi Pelayanan, Akuntabel (Bertanggung jawab), Kompeten, Memiliki Jiwa Harmonis, Loyal, Mudah Beradaptasi, dan Kolaboratif. Tindakan yang dilakukan Staf dan kepala Puskesmas Situ Udik menentang dari Core Values atau nilai-nilai dasar ASN tersebut seperti : 1. Tidak berorientasi pada pelayanan dan berkomitmen memberikan pelayanan prima (ramah, terampil, solutif, dan dapat diandalkan) demi kepuasan masyarakat. 2. Tidak mampu mempertanggungjawabkan atas tindakan dan kinerjanya kepada publik. 3. Tidak kompeten dalam menjalankan tugas dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. 4. Tidak loyal dengan tidak mengutamakan kepentingan pihak yang membutuhkan pelayanan, serta tidak menjaga citra baik sesama pegawai ASN, pimpinan, instansi dan juga negara.
Dilihat dari kode etik ASN, Staf dan kepala Puskesmas Situ Udik juga melakukan pelanggaran kode etik ASN diantaranya: 1. Staf dan kepala Puskesmas Situ Udik tidak menjalankan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan tidak berintegritas. 2. Tidak menjalankan tugas secara prima sehingga masyarakat yang membutuhkan pelayanan ke puskesmas terabaikan. 3. Tidak adanya sikap hormat dan santun yang mencerminkan sikap ASN dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 4. Bertentangan pada peraturan perundang-undangan dan juga etika pemerintah. 5. Menggunakan barang milik negara berupa Toa yang dijadikan mic saat karaoke yang tidak sesuai dengan fungsi Toa yang sebenarnya. Selain merujuk pada manajemen ASN, kasus bad practice karaoke pada saat jam kerja yang dilakukan oleh Staf dan kepala Puskesmas Situ Udik juga dapat dianalisis dengan menggunakan metode 5M Fishbone yaitu:M
1. Manpower (Tenaga Kerja): Staf dan kepala Puskesmas Situ Udik tidak mencerminkan sebagai pegawai ASN profesional dengan tidak menaati ketentuan perundang-undangan dan etika pemerintah. 2. Machine (Mesin, Peralatan, Infrastruktur): Manajemen Puskesmas Situ Udik yang kurang baik, seperti faktor pengawasan yang kurang maksimal, serta kurangnya dalam memberikan pelatihan etika kerja bagi para pegawai. 3. Method (Metode dan Prosedur Kerja): Staf dan Kepala Puskesmas Situ Udik menyalahgunakan kompetensinya dengan melakukan tindakan yang tidak tepat dengan mementingkan kepentingan dan kesenangan pribadi. 4. Materials (Bahan Baku Utama/Penolong): Menggunakan barang milik negara berupa Toa yang dijadikan .mic saat karaoke. 5. Money (Uang/Finansial): Terdapat kemungkinan ada pihak ketiga yang memberikan uang kepada mereka dengan iming iming bisa bersantai melakukan karaoke dengan tujuan tertentu, tanpa menyadari tanggung jawab dan tugasnya sebagai seorang ASN yang bekerja di sektor kesehatan.
Sumber Referensi: