Mohon tunggu...
Reza Tehusalawany
Reza Tehusalawany Mohon Tunggu... -

Kehidupan yang berpikir adalah Kehidupan yang menulis. Kehidupan yang berpikir adalah Kehidupan yang berkaitan dengan perubahan, perubahan untuk sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Inilah Rimba Indonesia!

11 Maret 2011   06:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:53 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika Hobbes menuliskan Leviatan pada 1651, dia membangun suatu asumsi yang mengabaikan Ada yang Terakhir (Finis ultimus) atau Kebaikan Terbesar (Summum Bonum) seperti yang tertulis dalam buku-buku tua para filsuf sebelumnya, yang dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan “Tuhan”. Manusia kemudian hidup tanpa ada realitas lain diluar dia yang berkuasa untuk mengaturnya. Alhasil manusia hidup seperti dalam rimba dimana yang kuat-lah yang akan menang. Dalam kondisi demikian, nalar manusia kemudian berpikir bahwa harus ada suatu realitas dimana mereka dapat menyerahkan kepercayaan untuk menjaga keteraturan hidup dalam rimba itu. Disitulah Hobbes kemudian menyebut Leviathan sebagai perwujudan pemerintah yang dapat mengatur manusia itu. Leviathan adalah monster raksasa dari laut yang berasal dari kisah Perjanjian Lama Alkitab, yang mengancam keberadaan makhluk lain, serta sangat ditakuti dan dituruti perintahnya. Mengapa menggunakan metafora Leviathan? Hobbes hendak menggambarkan natur manusia yang mau berkuasa, bengis, kejam, saling berkompetisi untuk mengalahkan, sangat ditakuti dan dituruti perintahnya, semuanya ada dalam diri Leviathan itu, dan itu ‘harusnya’ ada dalam diri pemerintah. Dengan pemerintah yang memiliki kemampuan seperti Leviathan itu, maka setiap manusia yang ada dalam lingkup kekuasaannya, menjadi dapat diatur & dikendalikan, sehingga tercipta keteraturan hidup. Dari hal inilah kemudian muncul konsep pemerintah.

Jika melihat Indonesia hari ini, kita mengalami kondisi yang tragis.

Ada pemerintah, tetapi lihatlah kondisi bangsa ini. Jika melihat tugas pemerintah dalam pembukaan UUD 1945, maka nampak bahwa tugas pemerintah itu belum tercapai. Pemerintah harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tapi lihatlah kondisi dimana pemerintah abai terhadapnya. Misalnya, kasus TKI, baik yang berupa pemerkosaan maupun kematian, dengan jumlah kasus yang tidak sedikit, yang tidak kita ketahui akhir penyelesaiannya.

Pemerintah pun seperti tidak punya harga diri ketika berhadapan dengan 'mafia' maupun kelompok-kelompok yang menebar ancaman secara langsung maupun tidak terhadap pemerintah dan rakyat, yang terlihat dari ketidakmampuan mengatasi hal-hal tersebut.

Tugas lainnya adalah memajukan kesejahteraan umum. Contoh pada bagian ini akan lebih banyak lagi. Kemampuan pemerintah yang minim untuk menyediakan kebutuhan sandang, pangan, papan, dan berbagai kebutuhan lain pada masyarakat. Hal ini diperparah dengan mengguritanya korupsi yang diduga telah menghancurkan mentalitas seluruh lapisan pengelenggara negara. Lihatlah kasus-kasus yang tidak pernah terungkap tuntas, seperti kasus Century, pemberantasan mafia pajak & peradilan yang seperti jalan di tempat, belum lagi kasus pelanggaran HAM, dan lain-lain. Semua hal itu membuat kita tidak bisa menjadi bangsa yang memiliki harga diri di depan bangsa lain di dunia ini. Padahal segala sumber daya kita miliki.

Hal lain yang tragis di negara ini adalah kita mengakui ada Tuhan, terbukti setiap anggota masyarakat harus beragama, karena setiap KTP mensyaratkan hal itu. Tapi bagaimana perilaku orang-orang yang menyebut diri mengenal Tuhan ini?

Yang terakhir yang menyakitkan adalah ketika terungkap melalui media di Australia berita dengan judul “Yudhoyono ‘abused power,”. Walaupun berita ini sudah disangkal oleh pihak Istana, tetapi tak urung membuat kita apatis karenanya. Benarkah ini semua?

Inilah yang menjadi tragis, karena kita punya pemerintah dan menyebut diri mengenal Tuhan, tapi ternyata seperti masih berada dalam rimba, kacau balau. Yang menang adalah yang kuat, punya koneksi, dan berkuasa. Hebatnya Tuhan pun sudah menjadi ilah di negara ini. Tuhan sudah diperalat untuk pemenuhan kekuasaan. Maka dalam kondisi seperti ini apa yang akan terjadi dengan rakyat?

Tidak ada cara lain bagi pemerintah, jika ingin membuktikan diri layak sebagai pemimpin dan bersih dari berbagai dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, maka pemerintah harus bekerja keras menjalankan apa yang sudah tersurat dalam pembukaan UUD 1945 itu. Dan semoga Tuhan mengampuni kita semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun