Mohon tunggu...
Reza Syachreza
Reza Syachreza Mohon Tunggu... Ilmuwan - mahasiswa

seorang mahasiswa yang menyukai berkegiatan di luar ruangan

Selanjutnya

Tutup

Nature

[Kreatif-Inovatif] Urban Farming, Bertani Seru di Lahan Sempit Perkotaan

30 November 2019   12:47 Diperbarui: 30 November 2019   12:53 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tingginya proses urbanisasi menyebabkan tingginya laju pembangunan menyingkirkan keberadaan lahan di perkotaan. Sehingga peningkatan kepadatan penduduk perkotaan tak diimbangi dengan penataan lahan yang baik mengakibatkan semakin sempitnya dan hilangnya lahan pertanian di perkotaan. Namun, sekarang sempitnya lahan perkotaan tak menjadi halangan untuk berkebun.

Bahkan yang tinggal di rumah susun sekalipun. Urban farming memberikan tren baru pada masyarakat perkotaan untuk berkebun pada lahan yang terbatas. Selain memberikan hiasan pada sudut rumah, berkebun di lahan sempit dapat memberi kesejukan bagi sang pemilik dan sekitarnya. Seperti halnya angin segar yang berhembus, tren urban farming menggeliat dan menjadi solusi masyarakat perkotaan yang rindu akan berkebun.

Awalnya konsep berkebun pada lahan yang sempit hanya diminati sedikit orang. Tak anyak yang melirik urban farming sebagai solusi berebun pada lahan yang sempit. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini, tren urban farming perlahan semakin diminati oleh masyarakat yang tinggal di kota besar. Bahkan urban farming perlahan menjadi tren dan gaya hidup yang cukup populer di masyarakat perkotaan. Urban farming saat ini juga dianggap beriringan dengan keinginan masyarakat perkotaan untuk menjalani pola hidup sehat.

Hampir semua sistem berkebun yang ada pada urban farming dapat dipilih. Berbagai sistem urban farming dapat diterapkan pada lahan terbatas. Seistem ini meliputi hidroponik, akuaponik, vertikultur. Pemanfaatan barang bekas sebagai hiasan atau tempat menanam tanaman 3R (reduse, reuse, recycle) juga menjadi alternatif dan inspirasi baru bagi masyarakan perkotaan.

Selain itu pemanfaatan atap rumah sebagai kebun juga menjadi solusi berkebun pada lahan sempit. Masyarakat dapat bebas memilih bahkan mengkombinaskan sistem urban farming yang tersedia.

Pemilihan sistem dapat disesuaikan dengan keadaan lahan yang dimiliki. Pemilihan jenis tanaman juga harus diperhatikan. Pada lahan sempit, maka pilihlah tanaman yang memiliki ukuran kecil dan tidak membesar. Sehingga penataan tanaman pada urban farming dapat dilakukan secara baik.

Di balik tenarnya tren urban farming, dampak negatif masih menjadi masalah bila urban farming tidak dimanfaatkan secara baik dan optimal. Kelalaian dan kesalahan dalam merawat kebun dapat menyebabkan kumuhnya lahan yang dipakai sebagai urban farmng. Selain itu, kurangnya keterampilan dalam pengelolaaan dapat menyebabkan berkembangnya nyamuk dan tikus. Oleh karena itu, urban farming harus dikelola dengan baik. Sehingga dampak negatif tidak terjadi pada urban farming.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun