Merantau merupakan tradisi yang sejak dahulu dan sampai sekarang masih tetap dipertahankan, bahkan menjadi  identik bagi orang minang. Merantau dapat dimaknai seperti seseorang yang meninggalkan kampung halamannya untuk mencari penghidupan yang layak di negeri lain. Terdapat faktor-faktor pendorong orang minang untuk merantau, bukan hanya  mencapai kesuksesan dan mencukupi kebutuhan secara finansial saja, tetapi juga mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru. Untuk mengetahui lebih lanjut berikut 3 faktor pendorong tradisi merantau orang minang:
- Sistem Kekerabatan Matrilineal
Minangkabau sebagai komunitas yang menganut sistem kekerabatan Matrilineal, yang dimaksud dengan Matrilineal yaitu garis lahir keturunan seseorang didasarkan dari garis keturunan ibu, yang mana ibu menjadi acuan untuk mengetahui asal usul atau berasal dari mana orang tersebut. Hal ini mencerminkan masyarakat Minangkabau menghargai perempuan.Â
Dalam sistem kekerabatan Matrilineal juga menentukan hak atas harta pusako tinggi (Pustaka tinggi) yang menjadi kepemilikin bagi perempuan sedangkan untuk laki-laki hanya menjadi pihak mengelola dan tidak dimanjakan akan harta tersebut. Oleh karena itu, mendorong laki-laki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan merantau. Meskipun begitu, mereka yang merantau juga tidak boleh mengabaikan bahkan melupakan kampung halamannya. Berkaitan dengan orientasi merantau masyarakat Minangkabau "satinggi-tinggi tabang bangau, nan pulang kakubangan juo" yang bermakna sejauh-jauhnya merantau akan balik kekampung halamannya juga.
- Pendidikan dan Sosial
Secara umum aspek ekonomi menjadi salah satu pendorong orang minang merantau untuk mencari penghidupan yang layak dan mengatasi permasalahan ekonomi serta agar tidak bergantung dengan orang tua terutama bagi laki-laki yang akan merasa malu apabila tidak bisa bekerja dan hanya bermalas-malasan. Orang minang juga dikenal memiliki sikap yang gigih atau berkemauan kuat untuk mencapai sesuatu, sikap tersebut dapat dilihat di tanah perantauan terutama daerah perkotaan kita dapat menjumpai orang minang yang memiliki usaha atau berdagang. Dalam aspek Pendidikan tujuan orang minang merantau untuk mendapatkan pendidikan yang tidak didapatkan di kampung halamannya, selain itu dengan merantau orang minang dituntut untuk mencari pengalaman, menjalin relasi sesama rekan seperantauan.
Meskipun merantau menjadi kewajiban bagi laki-laki, namun dengan kemajuan teknologi dan pengaruh globalisasi seiring dengan berkembangnya emansipasi wanita, budaya merantau saat ini juga dilakukan oleh anak perempuan yang mana Pendidikan menjadi salah satu faktor pendorongnya. Oleh karena itu, adanya faktor pendorong dari aspek ekonomi dan Pendidikan juga berkaitan dan mempengaruhi aspek sosial.
 Orang minang yang merantau apabila telah mendapatkan kehidupan yang layang, ekonomi yang mapan serta pendidikan yang baik secara tidak langsung akan memperbaiki dan meningkatkan status sosial serta ekonomi keluarganya. Hal tersebut berkaitan dengan falsafah Minangkabau "mambangkik batang tarandam" yang bermakna sebagai bentuk harapan dari seorang ibu dalam melepas anaknya pergi merantau untuk menaikan martabat keluarganya agar tidak diremehkan.
- Marantau Cino
Apa yang dimaksud dengan marantau cino.? Marantau Cino adalah adanya faktor pendorong orang minang merantau, namun tidak akan kembali ke kampung halamannya meskipun sudah sukses. Hal tersebut, tidak relevan dengan tradisi merantau dari minang mengenai"satinggi-tinggi tabang bangau, nan pulang kakubangan juo". Meskipun seperti itu, terdapat kondisi yang menyebabkan orang minang Marantau Cino, biasanya terjadi dikarenakan sudah tidak memiliki orang tua dan sanak saudara di kampung, kondisi yang masih belum mapan sehingga adanya rasa malu untuk pulang, dsb.
Selain faktor pendorong, kemampuan beradaptasi sangat diperlukan bagi orang minang diperantauan, tentu saja sebagai orang rantau kita akan menemukan lingkungan baru, berbagai perbedaan budaya dan etnis. Orang minang berpegang pada salah satu falsafah dalam merantau yaitu "dima bumi dipijak disitu langiek dijujuang" yang memiliki makna, dimana pun kita berada atau tanah perantauan, kita harus menyesuaikan dengan adat yang berlaku ditempat kita tinggal dan kita tidak bisa memaksakan adat kita dalam lingkungan tersebut.
Referensi:
Zulfikarni dan Liusti Ainim Siti, "Merawat Ingatan: Filosofi Marantau di Dalam Pantun Minangkabau", SASDAYA: Gadjah Mada Journal of Humanities, vol. 4, no.1 (2020)13-26, http://repository.unp.ac.id/29230/
Misnal Munir."Hidup di Rantau dengan Damai: Nilai-Nilai Kehidupan Orang Minangkabau dalam Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan Budaya Baru", In Prosiding The 5th International Conference on Indonesian Studies:Ethnicity and Globalization (2013): 27-41.