Mohon tunggu...
rezarivalda
rezarivalda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah mahasiswa S2 Media Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Saya adalah seseorang yang sangat memiliki hobi memvisualkan sebuah ide menjadi sebuah konten maupun video dokumenter. Saat ini bekerja di sebuah creative agency dan memiliki pengalaman di dunia televisi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Second Account di Media Sosial dalam Perspektif Simulacra Jean Baudrillard

16 Januari 2025   07:30 Diperbarui: 16 Januari 2025   07:27 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Youtube Posibel Creative))

Siapa sih yang sekarang ini nggak punya second account? Hampir semua GenZ yang saya temui punya second account. Di zaman digital yang super canggih ini, media sosial sudah jadi bagian yang nggak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Tapi, ada fenomena unik yang muncul, yaitu "akun kedua" atau second account di beberapa platform media sosial, seperti Instagram, TikTok, atau X. Banyak pengguna yang bikin akun kedua dengan berbagai tujuan, dari berbagi konten yang lebih pribadi sampai menampilkan identitas yang berbeda. Instagram adalah salah satu platform yang sering disebut-sebut oleh GenZ tentang fenomena penggunaan second account ini. Di sini, kita akan membahas tuntas fenomena second account di Instagram dengan menggunakan teori simulacra yang diperkenalkan oleh Jean Baudrillard. Teori ini akan membantu kita memahami bagaimana realitas dan representasi saling berhubungan di dunia maya, serta dampak sosial dari fenomena ini.

Jean Baudrillard, seorang filsuf asal Prancis, terkenal dengan pemikirannya tentang simulacra dan simulasi. Ia berpendapat bahwa kita hidup di dunia di mana realitas sudah tergantikan oleh simulacra, yaitu representasi yang tidak lagi mencerminkan kenyataan, melainkan menjadi kenyataan itu sendiri. Dalam konteks Instagram, second account bisa dianggap sebagai bentuk simulacra. Pengguna menciptakan citra dan identitas yang berbeda dari diri mereka yang sebenarnya, sehingga melahirkan realitas baru yang mungkin tidak memiliki hubungan langsung dengan kehidupan nyata.

Dari sepuluh orang yang saya tanya, delapan di antaranya mengaku memiliki second account. Ini menunjukkan bahwa banyak orang merasa perlu membagi kehidupan mereka menjadi beberapa identitas, yang mencerminkan berbagai sisi dari diri mereka. Misalnya, seorang pengguna mungkin punya akun utama untuk berbagi momen penting dan akun kedua untuk konten yang lebih santai atau pribadi. Ini menciptakan dualitas dalam identitas pengguna, di mana mereka bisa memilih untuk menampilkan sisi tertentu dari diri mereka kepada publik.

Salah satu alasan utama di balik pembuatan second account adalah kebutuhan untuk mengeksplorasi identitas. Dalam masyarakat yang semakin kompleks, individu sering merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi sosial. Second account memberikan ruang bagi pengguna untuk mengekspresikan diri tanpa batasan. Misalnya, seorang remaja mungkin merasa bahwa akun utama mereka harus mencerminkan citra yang sempurna, sementara akun kedua mereka bisa digunakan untuk berbagi pemikiran, perasaan, atau minat yang lebih dalam.

Namun, fenomena second account tidak hanya membawa dampak positif. Ada juga implikasi psikologis yang perlu dipertimbangkan. Ketika pengguna menciptakan identitas alternatif, mereka mungkin mengalami disonansi kognitif, yaitu ketegangan yang muncul ketika ada ketidaksesuaian antara identitas yang ditampilkan dan identitas yang sebenarnya. Ini bisa menyebabkan masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi.

Penelitian menunjukkan bahwa pengguna media sosial dengan lebih dari satu akun cenderung mengalami tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang hanya memiliki satu akun. Pengguna sering merasa terjebak dalam kebutuhan untuk menjaga citra yang berbeda di setiap akun, mencoba memenuhi ekspektasi penonton di sosial media yang bisa menyebabkan stres dan kelelahan emosional.

Selain aspek identitas, fenomena second account juga bisa dilihat dari sudut pandang komersialisasi. Banyak pengguna yang membuat akun kedua untuk tujuan bisnis, seperti mempromosikan produk atau layanan. Banyak bisnis yang membutuhkan Key Opinion Leader untuk membangun pemasaran digitalnya. Dalam hal ini, akun kedua berfungsi sebagai alat pemasaran yang memungkinkan pengguna menjangkau audiens yang lebih luas. Namun, ini juga menciptakan simulacra baru di mana identitas pengguna tidak hanya berfungsi sebagai individu, tetapi juga sebagai merek.

Menurut laporan dari Hootsuite (2022), lebih dari 70% pengguna Instagram mengikuti setidaknya satu akun bisnis. Ini menunjukkan bahwa pengguna semakin menyadari potensi komersial dari platform ini. Namun, fenomena ini juga menimbulkan pertanyaan tentang otentisitas. Ketika pengguna berusaha membangun merek pribadi mereka, apakah mereka masih bisa dianggap sebagai individu yang autentik, atau apakah mereka telah menjadi simulacra dari citra yang mereka ciptakan?

Fenomena second account di Instagram mencerminkan kompleksitas identitas manusia di era digital. Melalui perspektif simulacra Jean Baudrillard, kita bisa memahami bagaimana pengguna menciptakan identitas alternatif yang mencerminkan berbagai sisi dari diri mereka. Meskipun akun kedua memberikan ruang untuk eksplorasi identitas dan kreativitas, dampak psikologis dan komersialisasi yang menyertainya juga perlu diperhatikan. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, penting bagi kita untuk merenungkan bagaimana kita membangun identitas di media sosial dan dampaknya terhadap kesehatan mental serta hubungan sosial kita.

Jadi, siap-siap saja, di dunia Instagram, bisa jadi kamu punya lebih dari satu "diri" yang siap tampil! Siapa tahu, satu akun untuk selfie, satu lagi untuk ngeluh, dan satu lagi untuk promosi produk yang nggak ada habis-habisnya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun