Mohon tunggu...
Reza Riskiatul Hasanah
Reza Riskiatul Hasanah Mohon Tunggu... -

Nama : Reza Riskiatul Hasanah NIM : e20152118 Kelas : ES3 Prodi : Ekonomi Syariah Fakultas : FEBI IAIN JEMBER

Selanjutnya

Tutup

Money

Gadai

24 Desember 2016   14:16 Diperbarui: 24 Desember 2016   14:23 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Gadai dalam bahasa Arab ialah rahn yang artinya penahanan, pengekangan, keharusan. Sedangkan menurut terminologi gadai ialah penahan terhadap suatu  barang  dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai jaminan  harta oleh pihak peminjam sebagai jaminan atas hutangnya. Beberapa ulama fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan rahn :

  • Menurut ulama Salafiyah :
  • “Menjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ketika berhalangan dalam membayar hutang”.
  • Menurut ulama Hanabilah :
  • “Harta yang dijadikan jaminan hutang sebagai pembayar harga (nilai) hutang ketika yang berhutang berhalangan (tak mampu) membayar hutangnya kepada pemberi pinjaman”.
  • Rukun Rahn (gadai) yang telah dirumuskan oleh para ulama fiqih yaitu :
  • Barang yang digadaikan
  • Hutang
  • Akad atau ijab qobul
  • Kedua belah pihak yang bersangkutan

Dalam rahn (gadai) terdapat beberapa unsur yaitu pertama, adanya subjek gadai yaitu penerima gadai dan pemberi gadai. Kedua, adanya objek gadai yaitu barang yang digadaikan.

Landasan hukum Rahn (gadai) disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Qiyas:

  • Al-Qur’an
  • Yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah : 283, yang artinya :
  • “Apabila kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang.”
  • As-Sunnah
  • “Dari Siti Aisyah r.a bahwa Rasulullah SAW. pernah membeli makanan dari seorang Yahudi secara tempo dan ia menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi itu.” (HR. Bukhari)

Dalam rahn (gadai) ada beberapa hikmah diantaranya yaitu :

  • Bagi yang menggadaikan yaitu sebagai pihak yang membutuhkan dana atau uang dengan melalui pinjaman dengan pihak yang meminjamkan uang yang harus disertai dengan barang jaminannya.
  • Bagi yang menerima gadai yaitu memberikan ketenangan atas jaminan yang sudah dia keluarkan untuk dipinjami kepada yang menggadaikan.

Barang yang dijadikan jaminan dapat dimanfaatkan, semua ini sudah disepakati oleh para ulama fiqih. Karena pada hakekatnya barang jaminan adalah milik yang berhutang, maka orang yang member piutang tidak boleh memanfaatkan dan menggunakannya tanpa seizin darinya. Barang jaminan tidak boleh dibiarkan begitu saja akan tetapi barang tersebut haruslah dia jaga sebagaimana menjaga milik barangnya sendiri, yakni selayaknya barang titipan. Jika terjadi kerusakan atas kelalaian maka dia harus bertanggung jawab atas kerusakan tersebut dan bertanggung jawab untuk memperbaiki atau mengganti barang jaminan yang telah rusak itu.

Akan tetapi barang jaminan tersebut bukanlah barang milik dia sepenuhnya. Hak atas barang jaminan itu hanya sebagai jaminan atas piutang yang dia berikan. Dan apabila yang berhutang tidak dapat melunasi hutangnya, maka barang jaminan tersebut boleh di jual untuk melunasi hutangnya.

Maka dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwasanya harta jaminan adalah hak milik mutlak si penggadai atau yang berhutang, akan tetapi jika si pemberi piutang ingin memanfaatkan dan menggunakan barang jaminan tersebut haruslah dengan ijin si penggadai.

Jenis-jenis gadai ada dua yaitu dilihat dari sah tidaknya akad diantaranya gadai shahih dan gadai fasid adapun penjelasannya sebagai berikut

  • Rahn (gadai) shahih adalah rahn yang terpenuhi syarat-syaratnya dan rukun-rukunnya
  • Rahn (gadai) fasid adalah rahn yang tidak terpenuhinya syarat-syarat dan rukun-rukunnya

Berakhirnya rahn atau gadai disebabkan oleh diantaranya :

  • Ketika diserahkannya barang jaminan kepada si penggadai (yang berhutang).
  • Hutang sudah terlunasi semuanya
  • Penjualan rahn secara paksa oleh hakim dikarenakan untuk pembayaran hutang yang belum bisa dilunasi.
  • Pembatalan hutang oleh si pemberi piutang.
  • Dibebaskan hutang oleh si pemberi piutang.
  • Yang berhutang meningga dunia.
  • Barang jaminan rusak.

NB : Syafe'i, Rahmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun