Fajar Alfian/Rian Ardianto memulai serangkaian Indonesia Badminton Festival dengan mengecewakan. Ketika harapan pada mereka sudah semakin membumbung, mereka malah keok di babak pertama Indonesia Masters. Lagi dan lagi grusah-grusuh di poin krusial menghiasi kekalahan kelima mereka beruntun dari pasangan senegara. Kali ini giliran Shohibul Fikri/Bagas Maulana yang menjemput kemenangan atas Fajar/Rian.
Setelah dielu-elukan saat menjadi salah satu kuncian gelar Thomas Cup di Aarhus performa meraka tak naik lagi. Setelah disapu Minions di semifinal French Open, Fajar/Rian justru kembali keok di hadapan juniornya, Pramudya/Yeremia di perempat final Hylo Open. Sebelumnya mereka juga dihentikan Carnando/Marthin di Thailand dan The Daddies di Indonesia Masters edisi 2020. Lima kali bertemu pasangan senegara, semua berakhir kekalahan.
Tentu mengecewakan ditambah gelaran Indonesia Masters menjadi turnamen yang penting jika Fajar/Rian ingin masuk World Tour Finals. Lebih mengecewakan lagi mereka selalu kalah ketika bertanding melawan kompatriot senegara. Keadaan yang seharusnya membuat mereka sudah mengerti karakter lawannya. Apakah mungkin bertanding tanpa ditemani pelatih sebegitu membebani mereka?.
Kembali mundur ke kekalahan mereka di Prancis. Sebenarnya mereka sudah berimbang dengan Minions dan malah menang mudah di set 2 bahkan enam kali mendapat kesempatan match point berbanding dua dengan Minions. Nyatanya mental Minions kembali berbicara, enam kali kesempatan match point tak ada gunanya.
Bersua dengan Pramudya/Yeremiah di Hylo Open Fajar/Rian kembali tak beruntung. Menghadapi juinornya yang baru saja menang Belgian International Challenge, mereka kalah dua set langung. Meski tiga kali punya kesempatan game point untuk memaksa rubber, akhirnya pasangan berjuluk FajRi ini takluk.
Polanya hampir mirip di laga barusan. Pasangan Shohibul Fikri/Bagas Maulana berhasil mengamankan set ketiga setelah membalikkan keadaan. Fajar/Rian yang sudah terlebih dulu mencapai match point 20-19 ternyata beruntun kehilangan poin krusial dan dijungkalkan dengan poin akhir 20-22. Lagi-lagi Fajar/Rian gagal mengkapitalisasi poin krusial menjadi kemenangan.
Nomor ganda putra Indonesia bisa dibilang menjadi sisi paling ketat dan kompetitif di Cipayung. Tiap tahunnya pasangan-pasangan baru yang trengginas selalu muncul untuk mengintip peluang menjungkalkan seniornya. Fajar/Rian sudah cukup lama menjadi bayang-bayang Minions dan Daddies malah sekarang menemui tantangan dari junior-juniornya untuk mempertahankan satu slot di pelatnas utama.
Agaknya masalah lama berupa mental di poin-poin tua dan service masih belum selesai. Jauh dulu di Asian Games 2018 mereka juga hampir menyabet emas nomor ganda putra setelah drama berbalas deuce di set ketiga. Setelah itu mereka masih menjadi lapis ketiga untuk ganda putra Indonesia dibawah bayang-bayang Minions dan Daddies. Fajar/Alfian juga beberapa kali sedekah poin sebab service yang kena fault, entah menyangkut ataupun jatuh di luar area.
Fajar/Rian harus berbenah di waktu yang sempit sebelum nanti kembali bertanding di Indonesia Open. Lagi-lagi hasil drawing mempertemukan mereka dengan juniornya yang lain, pasangan Leo Carnando/Daniel Marthin. Jika mereka kembali memperpanjang rekor selalu kalahnya melawan rekan senegara, pupus sudah harapan keikutsertaan ke World Tour Finals untuk kali pertama.
Prestasi stagnan hanya akan berujung terlemparnya mereka dari pembicaraan siapa ganda putra no 1 Indonesia. Bertanding lawan sesama pelatnas adalah barometer kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri sepanjang pertandingan. Tidak akan ada masukan-masukan taktis selama jedah tanding, semua harus mereka sendiri yang menganalisis dan menentukan taktik. Jika melihat rekor belakangan, sepertinya hal ini selain ketenangan di poin krusial lah yang belum mereka kuasai.