Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Tak Ada Senyum Indonesia di Denmark Open 2021

24 Oktober 2021   13:49 Diperbarui: 24 Oktober 2021   13:53 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meringis: Jonatan Christie memutuskan mundur di set kedua laga melawan Momota di perempat final (Getty Images/Shi Tang)

Setelah merakan kegemilangan di pekan lalu, nyatanya di lanjutan BWF Tour 2021 tepatnya di Odense Denmark Open S1000 Indonesia tak mampu meletakkan satu pun wakil di babak final. Kesemua wakil Indonesia rontok satu persatu di gelaran yang dimulai hanya dua hari setelah penganugerahan Piala Thomas ini. Namun selain faktor kalah taktis dan teknis ada masalah lain yang muncul kali ini, kelelahan. BWF sebagai induk bulu tangkis dunia bisa dibilang salah satu biang keroknya.

Sistem turnamen bulu tangkis bisa dibilang persis dengan format yang diadakan oleh cabor tenis. Terdapat berbagai tur ke berbagai negara untuk penyelenggaraan kompetisi dengan disertai jenjang level yang berbeda. Kalau di tenis mereka punya Grand Slam, bulu tangkis ada BWF Tour S1000 sebagai legitimasi turnamen paling prestisiusnya, yaitu All-England, China Open, dan Indonesia Open diikuti oleh level S750, S500, dan S100. Tak ketinggalan even-even lainnya macam Asia Badminton Championship ataupun International Challenge. Pandemi Covid-19 pun menyulitkan gelaran tradisional ini.

Tahun 2021 memang tahun dimana banyak turnamen olahraga menumpuk setelah ditunda selama 2020. Termasuk bahkan Olimpiade dan Euro serta beraakibat berimpitannya berbagai turnamen, dalam hal ini BWF akhirnya mengambil keputusan menggabung Thomas-Uber Cup dan Sudirman Cup di tahun yang sama. Harusnya para turnamen beregu ini di tahun yang berbeda dan berselang-seling tiap tahunnya, pandemi membuat TUC diundur ke 2021.

Namun agaknya dengan output yang terjadi di Denmark Open kali ini, sepertinya pertaruhan BWF mengorbankan para atletnya. TUC dan Sudirman Cup bagaimana pun juga adalah puncak dari supremasi kejuaraan beregu di bulu tangkis meski sama sekali tak ada prize money bagi pemenangnya. Fisik dan psikis para atlet terutama unggulan tentu selalu dikuras laga per laganya dan di Denmark Open banyak sekali atlet yang tumbang.

Sebenarnya Denmark Open tak di level S1000, mereka ketiban mujur sebab Tiongkok masih menutup pintunya untuk even olahraga internasional. Jadilah level Denmark Open naik dari S750 dan dijadwalkan mepet dengan TUC untuk mempermudah mobilitas pemain sebab TUC sama-sama dilaksanakan di Denmark. Penaikan level ini lah menjadi masalah selanjtnya bagi para atlet.

BWF mengikat para atlet terutama dengan rangking 10 besarnya untuk berpartisipasi di even world tournya. Pemain top 15 nomor tunggal atau pasangan top 10 harus mengikuti semua even S1000 dan S750 serta minimal empat S500 per tahunnya. Sengaja mangkir jelas akan dikenai denda jika tak disertai alasan medis yang memadai, jadi disini alasan kelelahan jelas bakal tak dianggap oleh BWF. Bisa dibilang para atlet akan sangat rentan terkena cedera ataupun burn-out akibat tiga major event berdekatan ini, ditambah tak lama setelah Denmark Open langsung disusul oleh France Open S750.

Hasilnya sungguh miris di Denmark Open kali ini, tercatat ada 17 atlet/pasangan yang dinyatakan retired atau mundur di tengah pertandangan dengan alasan cedera. Bahkan sebalum turnamen dimulai duo andalan Tiongkok di sektor tunggal, Shi Yuqi dan Chen Yufei sudah menyatakan tak ikut berlomba. Cara cerdik dipakai oleh pasangan ganda putri Chen Qingchen/Jia Yifan dari Tiongkok yang memutuskan mundur di tengah pertandingan ronde pertamanya. Tak ada denda bila pemain dalam istilahnya resmi BWFnya retired ini.

Indonesia pun kena getahnya, dua nama tunggal putra Anthony Ginting dan Jonatan Christie sama-sama harus mengakhiri perjalanan Denmark Open tahun ini dengan cedera. Menurut rilis resmi tim kepelatihan PBSI bahkan menyebut Ginting sudah cedera semenjak semifinal melawan Axelsen dan Jonatan mendapat cederanya ketika tampil menjadi penentu di final melawan tim Tiongkok.

Tidak memanfaatkan peluang

Selamat tinggal: Ganda campuran no 1 Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti hanya mampu mencapai semifinal/sumber: mediaindonesia
Selamat tinggal: Ganda campuran no 1 Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti hanya mampu mencapai semifinal/sumber: mediaindonesia

Meski adanya cedera membuat amunisi Indonesia berkurang, kenyataan di lapangan juga menunjukkan atlet Indonesia lain tak mampu memanfaatkan peluang. Ketika Ginting dan Jonatan yang sedang dipuji karena permainannya meningkat justru cedera, wakil Indonesia lain justru ada yang bermain dibawah performa terbaiknya. Seperti duo Minions dan Daddies yang tak mampu melaju jauh atau ganda campuran Hafiz/Gloria yang justru keok di ronde pertama.

Ini menjadi bukti masih timpangnya kemampuan para atlet yang digeber pelatnas Cipayung. Ketika para unggulan tak bermain sempurna atau cedera, pemain pelapis belum ada yang bisa memberi hasil memukau. Justru Tommy Sugiarto, nama kawakan yang datang tanpa pelatih mampu menembus semifinal sebelum dilibas Kento Momota.

Bagaimana pun Indonesia sudah dipastikan tak menempatkan wakilnya di final. Pasangan ganda campuran Jordan/Oktavianti juga dibabat di semifinal oleh Dechapol/Sapsiree asal Thailand. Pola besar terlihat di ganda campuran, kesemua unggulan 1-4 mampu menempati slot semifinal, berbeda dengan ganda putra yang hanya menyisakan Astrup/Skaarup-Rasmussem sampai semifinal dan menembus final. Bisa dibilang sektor ganda campuran lebih panjang masa istirahatnya setelah adanya jedah oleh TUC sebelum Denmark Open

Apresiasi

Prestasi olahraga seringkali sangat didogkrak oleh momentum yang sedang didapat sang atlet. Ada momen ketika Minions merajai tiap sudut lapangan di 2018-2019 atau laju tak terhentikannya Polii/Rahayu di Olimpiade Tokyo. Pada gelaran Denmark Open kali ini masih menyisakan nama-nama finalis yang masih mampu menjaga momentumnya. Kita melihat Axelsen sedang menikmati tahun terbaiknya, belum pernah kalah sepanjang tahun ini. Meski terus bermain hingga final Uber Cup, Akane Yamaguchi masih mampu menembus final ditantang An Se-Young si bocah ajaib dari Korsel. Sedikit dari nama-nama pot unggulan yang tersisa.

Melihat yang terjadi di Denmark tahun ini pastinya harus membuat BWF kembali memutar otak untuk evaluasinya. Jadwal major event yang berdempetan tak mengutungkan atlet yang wajib bermain dan beresiko diwarnai banyak retired dan withdrawal. Bagi tim kepelatihan Indonesia jelas ini masih menjadi alarm untuk regenerasi dan memperbaiki stamina para atlet pelatnas. Kebahagiaan Thomas Cup kemarin seketika sirnah tak sampai seminggu setelahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun