Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Indonesia Sedang Medioker

8 Juni 2021   20:31 Diperbarui: 8 Juni 2021   21:01 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gol ketiga Vietnam menujukkan lemahnya pertahan terhadap bola mati. dok:KBRI Dubai

Kesebelasan Indonesia baru saja diluluhlntakkan oleh Vietnam di lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2022, empat gol tak berbalas. Stadion Al-Maktoum Dubai menjadi saksi duel berakhir pilu tersebut. Sontak seperti biasa, warganet membelah arus opininya, ada yang mencela tapi tak sedikit juga yang terus menyuarakan dukungannya, percaya proses kata mereka. Lagaknya menerima kekalahan empat gol dari Vietnam memang menyakitkan, tapi menyaksikan hasil bobroknya tata kelola persepakbolaan nasional lebih membikin getir.

Jangan melihat laga lawan Vietnam sebagai pertandingan antar sepak bola asia tenggara yang kekuatannya rata-rata air, mereka peringkat 92 FIFA. Sedangkan Indonesia malah nyaman di peringkat 173, satu strip saja di atas Kamboja yang dulu langgana lumbung gol. Bukannya mendekati level Jepang atau Korea Selatan, Indonesia malah seperti menjadi lumbung gol baru. Negara berperang macam Suriah dan Palestina saja mengasapi Indonesia, mungkin langit akan runtuh dan Semeru tercabut dari akarnya bila Timor Leste, mantan asprov PSSI nanti menyalip kita.

Ada sebuah adagium terkenal yang sering disandarkan ke Khalifah Ali bin Abi Thalib, bahwa kebaikan yang tak terorganisir bakal kalah dengan kebathilan yang diorganisir. Bukan bermaksud menyudutkan Vietnam sebagai yang bathil, tapi coba tengok lah tentang skil bermain. Sebenarnya pemain Indonesia sangat bisa mengimbangi, sayangnya badan induk persepakbolaan Indonesia lebih dikenal tentang deretan kelalaiannya dibanding sebagai organizer masterclass.

Laga Vietnam kemarin adalah cermin bagi Indonesia. Supaya benderang orang-orang dengan lantang mengakui Indonesia medioker dan sudah berada di taraf kesusahan melawan tetangga sendiri. Lihat saja statistik sederhana laga kemarin, Indonesia medioker dari berbagai aspek kecuali jumlah pelanggaran dan kartu kuning. 

Sepanjang babak pertama Indonesia gagal melepaskan tendangan meski sekadar tendangan melenceng. Tidak ada salahnya mengakui sebagai medioker, Imam Malik sendiri pernah berujar bahwa langkah pertama sebagai pelajar adalah mengetahui dirinya adalah orang yang tidak tahu. Sepak bola Indonesia tidak sedang mundur kok (bila tak mau disebut begitu), tapi memang ketinggalan saja.

Apakah bermain keras adalah identitas baru taktik Indonesia selain umpan panjang?. dok:VnExpress.net
Apakah bermain keras adalah identitas baru taktik Indonesia selain umpan panjang?. dok:VnExpress.net
Tapi tak ada yang lebih buruk daripada menghujamkan tudingan pada pelatih kepala, Shin Tae-Yong (STY). Mengadili masa depannya hanya dari beberapa biji pertandingannya, apalagi baru dua laga resmi sungguh keterlaluan. Meskipun memang kalah empat gol memang keterlaluan. Saya menaruh hormat tinggi pada STY, mau-maunya beliau berjudi dengan mengambil kerjaan di Indonesia yang beresiko besar mengotori deretan apik CVnya. Sudah begitu ketika mulai melatih malah kebugaran pemain-pemainnya ajur, sungguh non-sense. Tak perlu berapa lama CVnya sudah mulai tercoreng. Catatan tak pernah kalah melawan kompatriotnya sesama Korsel, Park Hang-Seo seketika menyublim lewat laga kemarin malam.

Berilah dia waktu lebih lama, setidaknya sampai gelaran kompetisi Sea Games atau apapun itulah. Vietnam terus percaya pada Park lima tahun kebelakang ini dan mimpi berlaga di Piala Dunia 2022 pun masih terbuka lebar, disamping itu Vietnam Football Federation (VFF) seserius itu membangun Vietnam sebagai power house sepak bola Asia Tenggara. Sedangkan PSSI malah bertransfomasi dari induk sepak bola menjadi alat menuju jabatan pemimpin daerah, dan bau-baunya akan terulang kembali.

Semoga pak Soeratin gak memaki-maki di alam barzakh sana, organisasi bikinannya demi marwah bangsa malah bikin malu bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun