Langit sore bergelayut makin menunjukkan tajinya. Seruput sengau ufuk merah-jingga di pelipis horizon barat ditindihnya dengan gelap yang lamat, orang-orang menyebutnya senja yang temaram. Pantat masih menempel di bangku taman kota. Diredupi cahaya lampu kuning yang cuma berdaya beberapa watt itu. ada beberapa lepidoptera malam yang hilir mudik. Mulai mencari penghidupan. Masih belum terlihat rodentia satu pun, hewan pengerat mahasakti itu masih belum nampak. Sepertinya masih asik di kolong got yang diatasnya berjejer penjual bunga atau mungkin takut terkaman kucing belang tiga yang dari tadi duduk bersiaga siap menerkam di lubang kolong itu.
Tempat ini lah dulu aku bertemu dia. Dia yang memalingkan tatapan muram durjaku dari ketololan hidup. Ya, kuingat waktu itu juga sore hari. Hanya saja hari itu kita bertemu. Hari ini tidak. Kugenggam keras ikatan bunga yang kubeli dari salah satu penjual bunga yang berjajar diatas got itu, mungkin si penjual itu saking hapalnya bunga apa yang kubeli sampai dia tak pernah menanya lagi apa yang akna kupilih. Hmm, mungkin mereka mau mengurangi dampak busuknya sengatan bau air got itu, ah entahlah.
**
      "Hey, kamu ngeliatin aku ya dari tadi?". Dia tanpa ba-bi-bu menohok ulu hatiku.
      "Hah, ahh, enggggaaak.....". Dan kenapa saya menjawab seperti anak SD yang kepergok merokok di WC kepala sekolah?, bangsat. Kenapa dia tau kalau kulirik dalam diam.
      "Udah, ngaku aja gapapa. Bolehkah aku duduk di sampingmu?". Enak ya itu bibir dan rahang benar-benar ringan.
      "Oh, silahkan".
      "Jadi, sebenarnya tuh aku udah tau dari tadi kamu ngeliatin aku".
      "Maaf, apabila mengganggu. Gak ada niatan apa pun, cuma bengong aja tadi". Jawabku sekenanya. Padahal memang kupandang parasnya sebab tak ada lagi yang bisa kupandang untuk mengalihkanku.
      "Nggak kok, aku nggak keganggu".
      "Tapi tetep aja aku minta maaf". Fiuuh, syukurlah.