Raheem Sterling pernah menjadi sosok paling dielu-elukan publik Anfield sebelum dia memilih berkoper uang dari Manchester City. Lincah, punya skill, masih muda dan muncul dari tim muda Liverpool. Bahkan pemuda kelahiran Kingston, Jamaica ini sempat diharapkan membela tim nasional negara kelahirannya. Belum genap berumur 20 saja, Sterling  mampu menyegel tempat untuk dirinya di tim utama The Reds.
Namun segala puji-puji dan bahkan sikap respect khalayak sepak bola seolah menyublim semenjak keputusannya di musim panas 2015. Sterling dengan terang-terangan meminta dirinya dijual. Manajemen pun blingsatan, mereka baru saja ditinggal Suarez yang hengkang ke Katalan dan Steven Gerrard mengumumkan pensiun di penhujung musim. Proyek mengusung Sterling sebagai ikon baru klub pun bubrah. Kopites pun berang dan mencap Sterling mata duitan.
Semenjak itu pun Sterling berganti kostum menjadi biru langit khas Manchester City setelah sebelumnya mengelak dari rangkaian pra musim dan mahar sebesar 49 juta. Seketika namanya diplesetkan menjadi Poundsterling oleh khalayak. Harga setinggi itu hanya untuk pemuda berumur 20 tahun dianggap kelewatan. Meski begitu dirinya berhasil keluar dari Liverpool. Nama Sterling mungkin dapat disejajarkan dengan Ashley Cole yang dijuluki Cashley Cole oleh para Gooners setelah menyeberang ke Chelsea.
Sterling hingga kini tak pernah benar-benar mendapat respect dari publik Inggris. Sebelumnya Sterling pernah menolak panggilan timnas dengan alasan kelelahan pada tahun 2014. Sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi manners, sudah tentu beberapa suporter timnas Inggris telah kehilangan respect ke Sterling. Ketika namanya menghiasi pasukan Southgate di Rusia 2018, namanya tak jauh-jauh dari cibiran media sebab nihilnya gol Sterling sepanjang gelaran meskipun dirinya ditandemkan Southgate bersama Kane sebagai striker.
Bahkan Sterling pernah menjadi sasaran rasisme suporter klub lawan. Meski seringkali melakukan aksi-akasi sosial, Sterling tak dicintai seperti halnya Marcus Rashford. Sering kali malah Sterling menjadi olok-olok ketiga dirinya tak mampu mengejawantahkan permainan menawan di laga-laga penting. Seperti di perempatfinal UCL musim lalu ketika bola hasil umpan silang Gabriel Jesus gagal dikapitalisasi Sterling menjadi gol meski gawang sudah kosong dari kawalan Anthony Lopes. Momen itu akhirnya menjadi meme yang abadi berseliweran di jagad maya.
Terbaru Sterling dipilih menjadi sebelas pertama pilihan Pep untuk laga final UCL melawan Chelsea. Nahas, laga berkesudahan dengan kekalahan bagi final UCL pertama Manchester City dan pertama dalam 10 tahun bagi Pep. Selain hampir golnya di paruh awal pertandingan melalui drop kick Ederson, Sterling otomatis dinihilkan oleh Reece James hingga ditarik keluar pada menit 77 demi memberi tempat untuk Aguero. Khalayak mempertanyakan keputusan Pep memainaknanya dan Sterling sendiri tak mampu memberi jawaban memuaskan.
Banyak khalayak yang sudah meragukan pilihan Pep semenjak terbitnya susunan pemain. Performa Sterling memang bisa dibilang mengalami penurunan di musim ini, bahkan namanya di sisi kiri banyak didongkel oleh Phil Foden di berbagai kesempatan. Perubahan pola permainan Pep juga sering meninggalkan Sterling sebagai opsi pertama, catatan gol dan assistnya pun merosot musim ini. Fakta di lapangan dengan gagalnya Sterling berkontribusi membawa juara UCL, sepertinya membuat publik Inggris masih belum akan memberikan respect untuk Sterling.
Sterling mungkin sudah kenyang akan cibiran akan jalan yang dipilihnya. Terutama setelah Liverpol sebagai tim yang ia tinggal karena ragu bakal berprestasi malah meraih juara UCL lebih dulu pada 2019. Umur Sterling masih 26 tahun, masih ada beberapa masa bagi dirinya untuk berapa di kondisi level prima dan tentu saja kesempatan bagi dirinya untuk membuktikan diri dan mendapat respect yang sudah semestinya ia dapat. Mungkin terdekat, Sterling bisa melakukannya bersama serdadu Three Lions di gelaran Euro tahun ini.