Jamie Vardie sudah menjadi ikon bagi Leicester City dan segenap pemain amatiran yang bermimpi main di Premier League. Bayangkan saja sebelum bermain di The Foxes pada 2012, hanya bermain untuk tim antah berantah macam Stocksbridge Park Steels di kasta kedelapan piramida sepak bola Inggris dan Halifax Town di kasta kelima. Bahkan dia sempat gagal memukau manajemen Crewe Alexandra dan pernah  hanya mendapat kontrak singkat dengan Rotherham.
Vardy pun tercatat juga bekerja sambilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Gaji pemain non-league sangat timpang dibanding gaji pemain-pemain tim Premier League. Gajinya di Stocksbridge Park Steels hanya 30 per pekannya. Namun Vardy selalu maksimal dalam membela timnya, setelah bermain bagus di Halifax, dia ditransfer ke Fleetwood Town yang mana akhirnya memukau mata Leicester dan memboyongnya dengan mahar 1.000.000 pada 2012 yang menjadi rekor transfer bagi pemain non-league.Â
Mungkin kisahnya setelah itu sudah banyak didengar khalayak. Bagaimana dia mengemas banyak gol, memecahkan rekor Ruud van Nistelrooy, dipanggil tim nasional Inggris, hingga mengangkat trofi Liga Primer Inggris pada 2016. Banyak penghargaan indovidu yang telah disabetnya. Namun ada kebiasaan Vardy yang juga banyak menarik perhatian pengamat sepak bola, yaitu pola dietnya dibalik tenaga bagai kudanya.
Olahraga adalah perihal menjaga kondisi tubuh, sudah semestinya akrab dengan latihan dan pola makan. Maka tak heran Cristiano Ronaldo yang gila latihan sering menjadi percontohan bagaimana seharusnya pola hidup atlit. Tapi jangan harap hal itu ditemukan di Vardy. Malahan publik lebih mengenalnya dengan kebiasan menegak berkaleng Red Bull, kopi espresso, dan menguyah tembakau.
Nyatanya juga di umur yang sudah kepala tiga Vardy masih dikenal atas akselerasi gilanya. Tegukan Red Bull diklaim banyak orang menjadi senjatanya. Tiga kaleng Red Bull dan double esspresso sebelu pertandingan jelas memompa kafein untuk tubuhnya dan sebagai camilannya Vardy memilih pizza. Kebiasan meneguk minuman energi diakuinya sudah menjadi kebiasaanya sejak sebelum bergabung Leicester City. Kebiasan itu bukannya tanpa kritik, Vardy sempat diawasi sebab dicurigai memakai doping sebab tembakau kegemarannya, belum lagi minuman energi berkafeinnya. Meski tak divonis masuk doping, kafein jelas banyak memilki efek negatif bila dikonsumsi berlebihan.
Selain pola makan yang terbilang aneh, Vardy juga dibilang ogah pergi ke gym. Vardy sendiri mengakuinya bahkan pergi ke gym hanya akan memperlambatnya. Hal yang lumayan masuk akal, sebagai pemain dengan masa lemak yang rendah dan mengandalkan kecepatan sebagai senjata utama, menambah otot bisa saja memperlambatnya. Kombinasi dari sokongan komsumsi kafeinnya dari Red Bull dan double espresso nantinya akan menghasilkan ledakan akselerasi Jamie Vardy di lapangan.
Sejauh ini hingga Vardy mengangkat piala FA di 2021, belum ada kendala serius baginya dan dirinya juga belum pernah bermasalah dengan badan anti-doping. Vardy masih menjadi tumpuan Leicester dan masih rutin menenggak Red Bull favoritnya. Bahkan cerita beredar Vardy menghabiskan malam setelah final FA Cup dengan tertidur setelah mabuk dengan Desperado dan keesokan harinya mengenyam burger McDonalds. Brendan Rodgers diketahui berusahan semaksimal mungkin mengurangi pola diet Vardy tersebut, mengingat umur Vardy yang tak lagi muda.
Ya, tapi bagaimana pun Vardy lah yang paling baik mengenal dirinya sendiri.
"I think when you've done it for so many years I think it just gets used to it, it's not an issue whatsoever. It's one of them things, it's not going to work for everyone". Jawab Vardy dalam wawancaranya di Sky Sports.