Pemain titipan adalah isu yang selalu menyeruak ketika terjadi seleksi tim atau kontingen olahraga, terutama di sektor Sepak bola yang punya basis suporter yang masif. Berbeda dengan jenis pekerjaan lain yang 'menghalalkan' pemakaian jejaring demi memasuki perusahaan atau mempermudah urusan bisnis, pekerjaan sebagai atlet yang dipaku oleh sportivitas dan penghakiman segenap bangsa membuat pemain titipan ini tak ubahnya bahaya laten atau bahkan bahaya nyata.
Belakangan ini mungkin yang paling santer adalah ketika bek sayap kepunyaan PSS Sleman, Arthur Irawan dipanggil dalam pemusatan latihan (TC) timnas Indonesia. Sontak warganet terkejut nan heran dengan pemanggilan pemain yang pernah merumput bersama Atletico Malagueno ini. Bahkan tak sedikit yang melabelinya dengan pemain titipan melihat latar belakang keluarganya yang pengusaha dan skil bermainnya yang terbilang biasa saja bila tak pantas disebut buruk.
Arthur sebenarnya punya CV yang cukup mentereng jika dibanding punggawa lainnya. Sebut saja Espanyol B, Atletico Malagueno (Malaga B), Waasland-Beveren (klub liga Belgia), Persija, Persebaya, Borneo FC, Badak Lampung, dan sekarang sebagai PSS. Tapi di setiap klub tersebut, catatan laga resminya tak pernah menyentuh bilangan dua digit. Jadi, wajar warganet masygul dengan pemanggilan Arthur, hingga ada ankedot plesetan 'urip iku wis ono King Arthur'. Mengenai karirnya di Persebaya sempat ada kejadian unik, Arthur hadir di jumpa pers sebelum laga melawan Persela di lanjutan Liga 1. Sesuai dengan peraturan yang berlaku harusnya pemain yang ikut dalam jumpa pers diturunkan di pertandingan, namun Arthur malah absen sepanjang laga, pihak Persebaya berkilah kondisi Arthur tak fit.
Sedikit saja mundur ke belakang, masih di masa kepelatihan Shin Tae-Yong, pemanggilan bek PSM Nurhidayat dan kiper Persib Aqil Savik mengundang tanda tanya. Pantas saja, sebab Nurhidayat maupun Aqil tak pernah sekalipun turun dalam turnamen pramusim Piala Menpora. Bahkan Aqil hanya sebagai kiper keempat dari Persib. Sebenarnya tudingan pada Nurhidayat bisa dibilang lanjutan dari kerisihan warganet atas kelakuannya sebelumnya, bahkan beberapa kali Nurhidayat dilabeli gelar Lord, setara Nicklas Bendtner dan juru gedor Barcelona, Martin Braithwaite. Nova Arianto selaku asisten pelatih mengaku kaget dengan isu pemain titipan, padahal kami lah yang lebih dulu kaget atas keterpanggilan mereka.
Sebenarnya tak hanya di level timnas praktik pemain titipan ini menyeruak. Coba tengok di level pembinaan usia dini, di SSB lingkungan anda. Hal yang jamak bagi orang tua pemain 'mengintervensi' pemilihan pemain untuk bertanding. Seringkali para orang tua ini berasal dari golongan menengah keatas maupun para pejabat. Praktik pemain titipan ini juga dapat ditemukan ketika sedang ada seleksi dari klub peserta liga, biasanya ada barrier berupa uang yang harus dibayar demi lolos seleksi.
Pada level berbeda dapat ditemui di klub. Bagi penikmat sepak bola Indonesia deka.de 2010an awal pasti mengenal nama-nama tenar Alfin Tuasalamony, Syamsir Alam, Yandi Sofyan hingga Yericho Christiantoko. Diberitakan mereka semua berangkat ke Belgia untuk bergabung dengan klub divisi 2 Liga Belgia, C.S. Vis. Bagaimana bisa serombongan pemain Indonesia dikontrak tim eropa?, jawabnya adalah Grup Bakrie. Pada 2001 C.S. Vis dibeli Grup Bakrie dan mengirimkan beberapa nama termasuk nama-nama diatas lulusan program PSSI Sociedad Anonima Deportiva (SAD) Indonesia di Uruguay. Omong-omong SAD Indonesia juga berjalan berkat jasa Grup Bakrie dan gelontoran dananya.
Sekarang C.S. Vis sudah dinyatakan bangrut, bahkan sejak 2014 setelah Grup Bakrie sendiri menjualnya pada 2013. Menghilangnya C.S. Vis sepertinya diiringi dengan menghilangnya nama-nama yang pernah diboyong kesana dari pentas sepak bola nasional, meski Syamsir sendiri masih sering rutin bertanding sebagai ujung tombak Selebritis FC. Sungguh karir yang tak pernah diprediksi khalayak ramai.
Apakah praktik ini hanya di Indonesia?, tidak juga. Tengoklah Chelsea, klub London biru itu sangat hobi 'menitipkan' pemainnya terutama pemain muda ke klub-klub sesantereo eropa. Barang tetntu yang paling mashyur adalah Vitesse di Eredivisie. Hingga 2020 sudah ada 28 pemain yang dikirim Chelsea ke Vitesse saja. Mulai dari Nemanja Matic, Gael Kakuta, hingga Mason Mount. Praktik ini banyak dicibir oleh berbagai pihak, terutama sebenarnya Chelsea dan Vitesse tidak secara resmi sebagai sister club, hanya didasari pertemanan Roman Abramvic kepada Merab Jordania owner Vitesse. Ada rumor bahwa pembelian Merab diarsiteki oleh Abramovic dan kroninya.
Semua itu tak ada apa-apanya dibanding kelakuan pengusaha asal Tiongkok, He Shihua sekaligus pemilik klub divisi 2 Liga Tiongkok Zibo Cuju. Mungkin kesal dengan permainan klubnya yang buruk hingga menjadi juru kunci klasemen, ia memasukkan dirinya sendiri sebagai pemain di pertandingan sekaligus memakai nomor punggung 10. Meski sudah mengerahkan tenaga terbaiknya, Zibo Cuju hanya bermain imbang 0-0 lawan Sichuan Jiuniu. He Shihua tercatat sebagai owner kedua setelah Xu Guangnan yang turun langsung sebagai pemain. Xu adalah owner klub Jilin Baijia yang baru-baru ini salah dikira putra He Shihua bermain sebagai pengganti dengan postur tubuh tambunnya dan memakai nomor punggung 7 pada 2019. Sayangnya selain jadi bahan olok-olok warganet, Jilin Baijia harus menelan kekalahan 1-2.