Mohon tunggu...
Reza Febrian Fajar R.
Reza Febrian Fajar R. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Financial

CBDC di Indonesia: Menjembatani Inklusi Keuangan Digital dan Menjaga Kedaulatan Rupiah

3 November 2024   08:30 Diperbarui: 3 November 2024   22:19 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah Central Bank Digital Currency (CBDC) semakin sering terdengar di berbagai diskusi ekonomi dan keuangan. CBDC adalah bentuk digital dari mata uang resmi yang dikeluarkan oleh bank sentral suatu negara. Berbeda dengan mata uang kripto yang bersifat desentralisasi, CBDC beroperasi di bawah pengawasan otoritas keuangan, menjadikannya alat pembayaran yang lebih stabil dan terjamin. Di satu sisi, penerapan CBDC dapat menawarkan efisiensi dalam transaksi keuangan, meningkatkan inklusi keuangan dan memperkuat sistem pembayaran. Di sisi lain, ada kekhawatiran tentang dampaknya terhadap kedaulatan rupiah. Apakah kehadiran CBDC akan mengikis kekuatan mata uang kita, atau justru menjadi alat untuk memperkuatnya? 

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adopsi layanan digital dapat menjadi solusi praktis untuk mencapai inklusi keuangan secara menyeluruh di Indonesia. Blueprint Inklusi Keuangan Digital yang diinisiasi OJK berfokus pada kolaborasi antara pemerintah, perusahaan teknologi, dan penyedia layanan keuangan. Kolaborasi ini memungkinkan inovasi keuangan digital untuk lebih mudah menjangkau pelosok negeri. Dengan mengintegrasikan platform digital yang sudah dikenal, seperti e-wallet dan pembayaran digital, layanan keuangan menjadi lebih terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat luas, termasuk mereka yang berada di wilayah terpencil.

Bank Indonesia (BI) memainkan peran vital dalam mewujudkan agenda inklusi keuangan digital dengan berbagai kebijakan proaktif. Salah satu langkah strategis BI adalah melalui Proyek Garuda, yang bertujuan mengembangkan mata uang digital bank sentral atau CBDC Indonesia yang disebut “Digital Rupiah.” Proyek ini mencakup riset mendalam, konsultasi dengan sektor publik dan swasta, serta pengujian berbagai aspek teknis untuk menciptakan Digital Rupiah yang aman, efisien, dan berdaya saing. Salah satu motivasi utama BI untuk mengembangkan CBDC adalah mengantisipasi tren transaksi digital yang terus meningkat, terutama setelah pandemi COVID-19 yang mempercepat adopsi layanan digital di Indonesia. CBDC diharapkan dapat menjadi solusi berkelanjutan yang memperkuat ketahanan sistem pembayaran nasional dan mendukung kebijakan moneter Indonesia.

Meski menawarkan banyak keuntungan, pengembangan CBDC tidak terlepas dari berbagai tantangan. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi dampak CBDC pada stabilitas sektor perbankan. CBDC yang dioperasikan oleh bank sentral dapat mengubah aliran dana masyarakat yang selama ini terpusat di bank-bank komersial. Dengan adanya CBDC, sebagian besar masyarakat mungkin akan beralih menggunakan mata uang digital langsung dari bank sentral, yang berpotensi mengurangi jumlah simpanan di perbankan konvensional. Ini dapat mengurangi kemampuan bank untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat, yang selama ini menjadi salah satu fungsi utama bank sebagai lembaga intermediasi keuangan.

Keberadaan CBDC juga memicu kekhawatiran tentang stabilitas pasar uang. CBDC dianggap mampu memberikan alternatif yang lebih aman dan stabil dibandingkan instrumen keuangan lainnya, seperti stablecoin atau cryptocurrency yang nilai dan stabilitasnya lebih rentan terhadap fluktuasi pasar. Namun, bila tidak dikelola dengan tepat, CBDC bisa mendistorsi pasar uang dengan mengalihkan permintaan dari produk-produk yang sudah ada ke mata uang digital bank sentral. Ketidakseimbangan dalam aliran dana ini dapat mengganggu stabilitas pasar uang dan mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter.

Terlepas dari kontroversinya, ada beberapa alasan kuat mengapa CBDC dapat menjadi solusi jangka panjang bagi Indonesia dalam memperkuat inklusi keuangan digital dan stabilitas moneter. Pertama, CBDC memberikan akses keuangan yang lebih luas kepada masyarakat. Dengan menerbitkan mata uang digital yang dioperasikan langsung oleh BI, masyarakat di daerah terpencil yang sulit menjangkau layanan bank fisik bisa menikmati layanan keuangan dengan lebih mudah dan efisien. Kedua, CBDC diharapkan mampu meningkatkan efisiensi sistem pembayaran. Dengan teknologi berbasis blockchain, transaksi dapat dilakukan secara langsung dan instan tanpa perlu melalui perantara yang membutuhkan biaya tambahan. Hal ini sangat relevan dalam konteks transaksi lintas batas (cross-border transactions), yang sering kali memakan biaya dan waktu lebih banyak. Dengan demikian, CBDC tidak hanya mempercepat transaksi tetapi juga menurunkan biaya transaksi bagi masyarakat. Ketiga, CBDC berpotensi untuk memperkuat pengawasan BI terhadap aliran dana dan aktivitas keuangan yang terjadi di Indonesia. Berbeda dengan cryptocurrency yang terdesentralisasi, CBDC dikontrol langsung oleh bank sentral, memungkinkan BI untuk memantau dan mengendalikan peredaran mata uang digital tersebut. Ini dapat membantu BI dalam mencegah praktik shadow banking dan shadow currency yang mengancam stabilitas moneter. Dengan mengimplementasikan sistem CBDC yang transparan dan diawasi ketat, BI dapat menjaga kedaulatan Rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Untuk mengatasi berbagai risiko yang mungkin timbul dari implementasi CBDC, ada beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan. Pertama, BI perlu mengembangkan kebijakan yang membatasi volume CBDC yang dapat dipegang oleh setiap individu atau institusi. Ini bertujuan untuk mencegah migrasi dana secara besar-besaran dari perbankan tradisional ke CBDC, yang dapat mengganggu stabilitas sistem perbankan. Kedua, BI perlu merumuskan kerangka kerja regulasi yang dapat menjaga keseimbangan antara peran CBDC dan sektor perbankan. Kolaborasi antara bank sentral, perbankan, dan penyedia layanan digital penting untuk menciptakan ekosistem keuangan yang stabil dan inklusif. Kebijakan yang memberikan insentif bagi perbankan untuk tetap aktif dalam menyalurkan kredit dan mengembangkan produk keuangan digital dapat menjadi salah satu cara untuk menjaga peran penting perbankan di tengah kehadiran CBDC. Ketiga, edukasi literasi keuangan perlu diperkuat untuk memastikan masyarakat memahami penggunaan CBDC dan risikonya. Program literasi ini penting agar masyarakat dapat memanfaatkan CBDC dengan bijak dan tidak meninggalkan perbankan konvensional sepenuhnya. Melalui edukasi yang tepat, masyarakat dapat memahami peran CBDC sebagai pelengkap, bukan pengganti, dari layanan keuangan tradisional yang ada.

Implementasi CBDC di Indonesia menawarkan banyak potensi manfaat dalam mewujudkan inklusi keuangan digital yang lebih luas, meningkatkan efisiensi transaksi, serta memperkuat ketahanan sistem moneter nasional. Namun, seperti inovasi lainnya, CBDC juga memiliki tantangan dan risiko yang perlu diantisipasi. Dalam menghadapi era digital yang semakin kompleks ini, kolaborasi antara pemerintah, bank sentral, dan sektor swasta sangat penting untuk menciptakan ekosistem keuangan yang inklusif, stabil, dan berkelanjutan. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi salah satu negara pionir dalam penerapan CBDC yang berhasil, sekaligus memastikan bahwa transformasi digital ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun