Mohon tunggu...
Reza Perdana
Reza Perdana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Anak baru di kompasiana. Seorang mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Mencoba menjadi kompasioner yang baik dan rajin berkontribusi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Masih Hidupkah Akal Sehatmu?

27 November 2013   17:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:36 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa minggu yang lalu saya memutar-mutar pemberitaan lama dengan melihat acara kick andy di Metro tv (youtube) yang menghadirkan seorang mantan Jawa Pos 1, mantan PLN 1 dan pastinya BUMN 1, Mr Dahlan Iskan. Aktivitas wawancara yang santai mengenai kehidupan masa lalu beliau sangat memprihatinkan untuk ukuran sekarang, namun beliau bercerita seakan itu hal yang indah. Mulai dari mimpi memiliki sepatu yang baru dapat terealisasi saat kelas 3 aliyah (setingkat SMU) hingga beragam cerita memilukan lainnya hingga harus mencuri. Ya, mencuri dari kebun tebu milik BUMN demi menguapkan kelaparan kala itu. Senyum khas Pak Dahlan menghiasi tayangan yang kurang lebih 1 jam. Acara berlangsung begitu hidup dilanjutkan dengan kisah-kisah kocak Pak Dahlan dalam mengungkap keajaiban kain sarung, peristiwa pencangkokan liver (Pak Dahlan sempat melakukan operasi Cangkok liver di china) dan masa-masa indahnya di Jawa Pos.


Masuk ke segmen dimana Andy sang host menanyakan aksi-aksi Pak Dahlan yang menuai sorotan publik. Salah satu yang sangat menarik perhatian saya adalah aksi Pak Dahlan yang membuka blokade saat antrian panjang di tol dalam kota semanggi. Akibatnya tentu saja mobil-mobil yang antri dapat masuk tol dengan gratis tis tis. Saat dikonfirmasi mengenai hal itu, Pak Dahlan menjawab diplomatis, bahwa apa yang dilakukannya murni untuk mencegah pembunuhan akal sehat secara besar-besaran. Semua orang yang masuk ke tol pasti menginginkan akses yang cepat, melebihi jalan reguler. Namun nyatanya justru di pintu tolnya saja sudah macet. Jika hal ini terus terjadi maka akal manusia akan cenderung mentolerir, menganggap hal yang diluar akal sehat itu sebagai hal yang biasa. Sehingga ekspektasi masyarakat hilang akan hal yang benar itu perlahan pudar.


Jawaban tersebut membuat saya berfikir kembali. Apakah akal sehat saya masih hidup? Setiap hari saya bertemu dengan hal-hal salah yang sudah menjadi kebiasaan. Sangat biasa menemukan pelanggaran lalu lintas hingga maklum, mengalami pelayanan publik yang lambat hingga mafhum, menonton kekisruhan carut marut perpolitikan yang akut, menyaksikan pencurian, pembunuhan, penculikan, asusila, tawuran, narkoba dan sebagainya hingga batin kita kebal, menganggap itu hal yang biasa terjadi. Dengan gampang kita memaklumi hal-hal salah disekitar kita tanpa mau meluruskannya. Pelajaran PPKN sejak kelas 1 SD hanya tinggal kenangan. Akal kita dipaksa mentolerir disorientasi moral yang secara masiv terjadi. Berbicara hal-hal yang simpel dan sederhana dianggap naif, sok yes dan lugu, meski itu hal yang benar. Al-quran sudah menegaskan keutamaan menggunakan akal dalam surat Ali Imran 190-194, dengan menyebut istilah Ulul Albab. Istilah yang harusnya dapat menggetarkan dan memotivasi kita untuk menjadi bagian darinya. Di tengah pembunuhan akal sehat besar-besaran yang sedang terjadi, masyarakat benar-benar membutuhkan sosok yang mampu menghidupkan kembali akal sehat. Sepertinya kita sangat butuh jiwa sederhana "Ulul Albab"nya Dahlan Iskan tidak hanya sebagai menteri BUMN, namun juga sebagai masyarakat, hakim, pengacara, anggota DPR, DPRD, lurah, camat, kepala dinas, bupati, gubernur, presiden RI dan juga tentunya pada diri kita sendiri. Mari mulai hidupkan kembali akal sehat kita

REZA PERDANA

referensi: youtube: http://www.youtube.com/watch?v=clS5-gvlVdM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun