Mohon tunggu...
Reza Oktaviabri
Reza Oktaviabri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I am a student majoring in English Letters Department at UIN Malang with a focus on the Journalism profession course.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Legenda Bledug Kuwu

25 Januari 2022   14:05 Diperbarui: 26 Januari 2022   23:18 6660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://tempatwisatadaerah.blogspot.co.id

Apakah kalian pernah mendengar istilah Bledug Kuwu? Bledug Kuwu merupakan salah satu destinasi wisata yang berada di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Nama wisata ini mungkin asing bagi kalian yang bertempat tinggal di luar pulau Jawa. Bahkan, terkadang masyarakat yang tinggal di dalam pulau Jawa juga kurang mengetahui keberadaan wisata ini. Sebagai seorang warga yang tinggal di wilayah yang sama dengan Bledug Kuwu, saya akan bercerita bagaimana keindahan dan kisah legenda dari Bledug Kuwu ini. Bledug Kuwu memiliki objek menarik yang dapat memikat hati wisatawan. Fenomena alam yang menarik di sana adalah letupan-letupan lumpur yang mengandung garam secara terus-menerus. Namun, siapa sangka dibalik fenomena uniknya, Bledug Kuwu mempunyai kisah yang cukup apik untuk dibahas. 

Bledug Kuwu erat kaitannya dengan legenda Jaka Linglung. Ia adalah seekor naga yang mengaku sebagai anak Aji Saka alias Raja Medang Kamolan. Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan (Samudera Hindia). Konon lubang tersebut merupakan jalan pulang Jaka Linglung dari Laut Selatan menuju Medang Kamulan setelah mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di Laut Selatan. Jaka Linglung bisa membuat lubang tersebut karena dia bisa menjelma menjadi ular naga yang merupakan syarat agar Jaka Linglung diakui sebagai anak dari Raden Aji Saka. 

Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, fenomena alam Bledug Kuwu bermula pada masa kerajaan Medang Kamulan sekitar abad ke-8. Kerajaan Medang Kamulan dikuasai oleh seorang raja bernama Prabu Dewata Cengkar. Dia adalah sosok raja yang sombong, serakah dan juga ditakuti. Konon, Prabu Dewata Cengkar tidak bisa mati, sehigga ia tak pernah kalah saat bertarung melawan musuh-musuhnya. Apabila ada seorang prajurit yang tidak menaati peraturan maka akan langsung dipecat hingga dihukum mati. Dewata Cengkar mempunyai ritual meminum darah manusia yang menjadikannya kuat dan tidak bisa terbunuh. 

Pada akhirnya, datanglah seorang ksatria dari negeri Tibet bernama Aji Saka. Di tangan Aji Saka, sang Prabu kuwalahan untuk melawan Aji Saka sehingga menyebabkan pertarungan yang cukup sengit hingga akhirnya Dewata Cengkar kalah. Namun, meskipun kalah Dewata Cengkar tidak mati terbunuh. 

Dia melarikan diri ke laut selatan dan menjelma menjadi bajul putih atau buaya putih. Seorang lelaki yang mempunyai fisik buruk rupa dan mengerikan namun memiliki kesaktian diutus oleh Aji Saka untuk mengejar Dewata Cengkar ke laut selatan, lelaki itu ialah Jaka Linglung. Sebelum berangkat ke laut selatan, Aji Saka berpesan kepada Jaka Linglung jika berhasil memenangkan pertarungan melawan Bajul Putih, ia tidak diperbolehkan pulang melalui jalur darat, melainkan harus melalui perut bumi. Mengapa demikian? Dikarenakan kekurangan yang dimiliki Jaka Linglung, 

Aji Saka tidak ingin masyarakat melihatnya karena dikhawatirkan akan menjadi bahan pergunjingan masyarakat. Akhirnya, Jaka Linglung berhasil mengalahkan dan membunuh Bajul Putih di laut selatan. Jaka pun pulang sebagaimana pesan ayahnya melalui jalur bawah tanah. Begitu keluar, ia menyembul di daratan Desa Kuwu. Maka dari itu, lubang yang menyemburkan lumpur di Desa Kuwu inilah kemudian dipercaya sebagai tapak tilas makhluk mengerikan berwujud ular naga raksasa dan masyarakat sekitar percaya jika lubang itu terhubung dengan laut selatan, sehingga air semburan itu berasa asin. 

Semburan air asin yang keluar dari lubang tersebut oleh masyarakat dijadikan sebagai tempat pembuatan garam. Air dialirkan melalui parit-parit menjauh dari kubangan. Dari sinilah, petani garam di Desa Kuwu sejak abad ke-17 sudah mengolah garam. Konon, petani harus telanjang ketika membuat parit tersebut karena berdasarkan mitos yang beredar jika tidak telanjang maka akan tenggelam dalam lumpur. 

Itulah kisah mengenai Bledug Kuwu yang sangat menarik untuk kita ulas. Saya sangat bangga menjadi masyarakat Indonesia yang mempunyai sejuta legenda. Memiliki pengetahuan tentang cerita legenda tanah air merupakan hal penting untuk kita karena itu merupakan salah satu bentuk pelestarian budaya. Maka dari itu, kita sebagai generasi muda Indonesia harus lebih mengenal setiap legenda yang terdapat di daerah Indonesia.

Referensi: https://jatengtoday.com/eksotisme-bledug-kuwu-situs-legenda-jaka-linglung-6814 

http://dpad.jogjaprov.go.id/coe/article/asal-asul-bledug-kuwu-grobogan-470

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun