Setelah  Oei diangkat menjadi Menteri ternyata ada pembicaraan empat mata dengan  Sukarno Terungkap kebenaran  bahwa "...kamulah yang saya pilih  (Menteri), terutama karena kamu keturunan Tionghoa. Tidak ada satu  jenderal pun akan menuduh kamu ngimpi jadi presiden menggantikan saya.
AD juga tidak akan mencurigai kamu..." Wajar pula, jika Sukarno  menampilkan sisi politis paling banyak di mata dia, ketimbang di hadapan  pembantu-pembantu yang lain. Ia memahami betul tindakan-tindakan  politik Soekarno. Soekarno memang dekat dengannya. Mungkin karena  itulah, ia harus mendekam selama sebelas tahun dalam penjara Orde Baru.
Sebagai seorang intelektual keturunan Tionghoa dan Katolik  yang  berpikir lurus dan turut mendirikan Indonesia, Sukarno tak khawatir akan  dikhianati Oei Tjoe Tat. Oleh karena itu Suharto memenjarakan Oei yang  mungkin tahu banyak hal tanpa jelas apa dakwaanya.
Pemikiran Oei Tjoe Tat
Oei  Tjoe Tat selama menjadi politikus Indonesia dari kalangan double  minority (Tionghoa dan Katolik) punya banyak gagasan unik yang sering  ditolak banyak  kalangan arus utama ketika itu. Pemikiran beliau agar  Indonesia menjadi profesional dan maju dibutuhkan perhatian kepada  akademisi luar negeri seperti Daniel S. Lev, atau Ben Anderson, Wertheim  atau siapa saja di luar negeri.
Alasanya Indonesia kan sebagai negara asing bagi mereka. Mereka tidak involve, mereka lebih baik, lebih  obyektif, dari agak jauhan (Jarak jauh dalam arti fisik atau dalam arti  waktu) sehingga itu secara emosial tidak terikat. Sayang gagasan Oei  ditolak mayoritas arus  utama namun sejarah mencatat diam-diam Presiden  memanfaatkan gagasan Oei dengan mengukur pendapat orang  asing seperti  Cindy Adams dan Willem Oltmans.
Gagasan kedua Oei Tjoe Tat selama  menjadi politikus cukup membuat orang Indonesia arus utama terhenyak.  kalau orang Indonesia mau menulis tentang Indonesia secara obyektif,  tunggu 50 tahun lagi. Polemik dari gagasan Oei menimbulkan desas-desus  kalau beliau merupakan antek Asing dan Aseng.
Celakanya organisasi  Baperki yang didirikan Oei mulai merapat ke Aidit dan PKI karena  kesamaan gagasan sehingga timbul persepsi Baperki sama dengan PKI otomatis menjadikan Oei wakil PKI yang punya jabatan penting mengurus  keuangan dan rahasia negara karena menjadi orang kepercayaan Bung Karno. Sukarno sadar posisi orang  kedua Indonesia yang terlalu banyak  menimbulkan bahaya laten konflik. Salah seorang loyalis Sukarno yaitu  Hanafi nengakui ada persaingan Chaerul Saleh, Soebandrio, Leimena  sebagai waperdam alias orang kedua Indonesia untuk naik ke atas apabila  Sukarno meninggal dunia.
Gagasan ketiga Oei Tjoe Tat soal  pembubaran konstituante dan pengangkatan Sukarno menjadi presiden seumur  hidup serta kembali ke UUD 1945 juga tak kalah heboh. Yap Thiam Hiem yang biasanya seiya dan sekata dengan Oei kemudian bertengkar hebat  sampai mengundurkan diri dari jabatan wakil rakyat. Luar biasa ya orang  dulu itu berani mundur dari jabatan beda dengan sekarang yang rebutan  jabatan. Banyak pejabat masa kini jabatanya double atau ganda. Oei  sendiri kemudian mengakui gagasanya itu memang beda namun karena  keadaan Indonesia yang sedang panas dibutuhkan kompromi politik atau  win-win solution.
Gagasan keempat Oei Tjoe Tat juga menimbulkan  polemik  internal etnis Tionghoa sendiri. Ketika Indonesia sudah  merdeka dan berjalan memang terbelah  menjadi 2 kubu. Ketika itu  masalahnya adalah bagaimana etnis Tionghoa menjadi warga Indonesia  seutuhnya karena Cina menerapkan kebijakan penduduk berdasarkan etnis  dimanapun ia dilahirkan. Ada konflik kubu Integrasi dan Asimilasi  dikalangan warga Indonesia dari kalangan pendatang terutama Tionghoa.
Kubu pertama yakin bahwa Tionghoa tidak usah melepaskan identitas  budaya, nama dan agama. Sementara Kubu kedua meyakini hal yang  sebaliknya. Oei bersama Yap Thiam Hiem berada pada kubu yang mendukung Tionghoa tak usah ganti nama dan budaya serta agama dan hal ini menjadi  pilihan bebas. Lawanya kebanyakan generasi muda tionghoa seperti Arief Budiman dan  Soe Hok Gie. Posisi sebagai Menteri yang dekat dengan Presiden Sukarno menguntungkan kubu ini.