Berita dari Gatra News, 26 Januari 2017 (pk. 22:02) dengan judul “Patrialis Akbar Ditangkap KPK Sedang Bersama Wanita” menyebutkan pernyataan Basaria Panjaitan (Wakil Ketua KPK) bahwa penangkapan terhadap para tersangka pada hari Rabu (25/1) kemaren dilakukan di tiga tempat yg berbeda. Menurut Betaria, “KPK setelah menerima laporan dari masyarakat akan terjadinya suatu tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara. Kemudian tim ditugaskan melakukan OTT sampai OTT dilakukan oleh tim KPK. Kemudian 11 orang diamankan dalam OTT," demikian katanya.
Berdasarkan berita dari Gatra News itu, diketahui kronologi penangkapan dimulai dengan menangkap Kamaludin (KM) di lokasi lapangan golf daerah Rawamangun, Jakarta Timur. KM ini dalam pemberitaan berperan sebagai mediator antara Hakim MK Patrialis Akbar (disingkat PAK) dengan seorang Pengusaha Importir Basuki Hariman (disingkat BHR). Setelah itu tim KPK kemudian bergerak menuju kawasan Sunter , Jakarta Utara, untuk menangkap BHR dan Ng Fenny (disingkat NGF) sekretarisnya yang dicocok di (salah satu) kantornya beserta 6 orang karyawan lainnya. Dan akhirnya KPK menangkap PAK pada pukul 21:30 WIB di Mall Grand Indonesia, Jakarta Pusat, yang kebetulan sedang bersama dengan seorang wanita.
Kalau berdasarkan kronologi yang disampaikan Gatra News itu PAK tidak sedang menerima suap ketika ditangkap sehingga tidak tepat disebut OTT (Operasi Tangkap Tangan). Tepatnya PAK sedang berada di Mall Grand Indonesia untuk keperluan pribadi dan sedang tidak menerima suap sebagaimana yang kini heboh diberitakan.
Mengenai penangkapan PAK itu, situs berita Kompas juga menyampaikan keterangan bahwa "Sekitar pukul 21.30 tim bergerak amankan PAK (Patrialis Akbar). Yang bersangkutan saat jam itu ada di pusat perbelanjaan di Grand Indonesia saat sedang bersama seorang wanita," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam jumpa pers di kantor KPK, Kamis (26/1/2017). Jadi jelas PAK memang sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan, bukan sedang menerima suap, tapi mungkin sedang berbelanja atau keperluan pribadi lainnya. Namun berita yang berkembang seolah-olah PAK tertangkap tangan ketika sedang menerima suap dari BHR melalui KM. Dan yang lebih mengherankan lagi berita terkait dengan “seorang wanita” itu juga jadi berita heboh, seolah-olah bersama seorang wanita itu mengindikasikan bahwa PAK sedang melakukan perbuatan tercela.
Tetapi apakah sebenarnya Operasi Tangkap Tangan atau OTT itu? KUHAP maupun KUHP ternyata tidak berisi penjelasan khusus mengenai pengertian OTT ini. Kitab undang-undang itu hanya memberikan penjelasan tentang “tertangkap tangan”. Menurut Pasal 1 angka 19 KUHAP yang dimaksud dengan tertangkap tangan adalah “tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu menunjukan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu”.
Barangkali berdasarkan KUHAP itu maka pengertian umum OTT adalah operasi penangkapan yang dilakukan oleh aparat yang berwenang untuk melakukan penangkapan terhadap seseorang yang sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu (diketahui) telah dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai bahwa seseorang dituduh telah melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
Oleh karena itu, berdasarkan pengertiaan tersebut, maka seseorang dapat dikategorikan telah tertangkap tangan apabila memenuhi salah satu indikasi berikut ini: 1) Ketika seseorang sedang melakukan tindak pidana, atau 2) dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu (diketahui) telah dilakukan, atau 3) sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai bahwa seseorang dituduh telah melakukannya, atau 4) apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana tersebut.
Karena itulah, berdasarkan pengertian OTT tersebut diatas, dan berdasarkan berita resmi dari beberapa media nasional, maka menurut penulis tertangkapnya PAK tidak termasuk dalam karegori OTT, tetapi tertangkap karena berdasarkan adanya laporan dari masyarakat bahwa PAK dianggap dicurigai akan menerima suap terkait jabatannya sebagai Hakim MK.
Lantas apa bukti yang dipakai KPK untuk menyatakan bahwa PAK telah tertangkap tangan dalam sebuah operasi penangkapan? Menurut berita yang beredar disebutkan, bahwa KPK telah menyita sejumlah barang bukti dalam operasi tangkap tangan terhadap hakim konstitusi Patrialis Akbar. Beberapa bukti yang disita yaitu dokumen dan voucer penukaran uang (situs berita nasional.kompas, 26/01/2017 pk. 22:44 WIB).
Dimanakah barang-barang bukti-bukti itu ditemukan? Masih menurut berita Kompas, "Dalam kegiatan, tim KPK mengamankan dokumen perusahaan, voucer penukaran mata uang asing, serta draf putusan perkara nomor 129," ujar Wakil Ketua KPKBasaria Panjaitan dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/1/2017). Jadi ada dua barang bukti yang disita KPK dalam operasi hari Rabu (25/1) yang berlangsung sejak sekitar jam 10:00 WIB hingga 21:30 WIB itu. Dari kedua barang bukti itu satu barang bukti berupa draft putusan perkara nomor 129 (terkait UU No. 14 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan) ditemukan saat petugas KPK menangkap Kamaludin di Lapangan Golf Rawamangun, Jakarta Timur. Sedang barang bukti lainnya yaitu dokumen dan voucer penukaran uang didapat dari kantor BHR.
Tetapi mengapa PAK menjadi target OTT oleh KPK? Padahal tidak ada satu pun ada barang bukti yang ditemukan pada PAK dan tidak juga tertangkap OTT karena sedang menerima uang suap. PAK hanya diduga menerima suap sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai 2,15 miliar. Tapi yang pasti, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, PAK ditangkap KPK karena adanya laporan dari masyarakat bahwa akan terjadinya suatu tindak pidana korupsi oleh penyelenggara Negara atau oleh HakimMK Patrialis Akbar.